Komnas HAM menyatakan, aksi penembakan dua warga sipil di Kabupaten Mimika, Papua, Senin (13/4/2020), oleh aparat keamanan harus diinvestigasi hingga tuntas. Pihak keluarga juga meminta nama baik korban dipulihkan.
Oleh
FABIO COSTA
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyatakan, penembakan dua warga di Mimika, Papua, Senin (13/4/2020), yang diduga dilakukan Satgas Penegakan Hukum TNI terbilang ceroboh dan tidak terukur. Oknum aparat yang terlibat harus diproses hukum secara transparan.
Hal ini disampaikan Kepala Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Wilayah Papua Frits Ramandey di Jayapura, Rabu (15/4/2020). Penembakan dua warga sipil di areal Mile 34, daerah Kwanki Narama, Kabupaten Mimika, dinilai telah mencederai hak asasi manusia dan upaya penegakan hukum di Papua.
Kedua warga yang tertembak bernama Roni Wandik dan Eden Armando Debar. Keduanya tewas tertembak saat hendak mencari ikan di sekitar area kerja PT Freeport di Mile 34 sekitar pukul 16.00 WIT.
Keduanya tewas tertembak saat hendak mencari ikan di sekitar area kerja PT Freeport di Mile 34 sekitar pukul 16.00 WIT.
Aparat menyangka keduanya anggota kelompok kriminal separatis bersenjata yang hendak menyerang PT Freeport Indonesia di Timika, seperti pada 30 Maret 2020 lalu. ”Kami berharap, apabila ada anggota yang terbukti bersalah menembak dua warga ini, secepatnya diproses hukum di pengadilan militer di Jayapura secara transparan,” kata Frits menegaskan.
Ia juga mengusulkan evaluasi Satgas TNI di wilayah Papua setelah kasus penembakan warga sipil di Mimika dan tiga anggota polisi di Mamberamo Raya. ”Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto harus mengevaluasi keberadaan satgas agar tidak sering terjadi masalah seperti di Mimika dan daerah lainnya,” tutur Frits.
Panglima Kodam XVII Cenderawasih Mayor Jenderal Herman Asaribab mengatakan, pihaknya membentuk tim investigasi untuk mengusut tuntas penyebab kematian kedua warga di Mile 34.
”Saya akan mengusut masalah ini dan proses hukum sementara berjalan. Kami mohon para keluarga korban percayalah bahwa masalah ini akan ditindaklanjuti,” ungkap Herman.
Kris Ohee, perwakilan keluarga kedua korban, membantah Eden dan Roni adalah anggota kelompok kriminal separatis bersenjata. Keduanya tewas tertembak saat memancing di sebuah kali di Mile 34. ”Kami mendapatkan informasi meninggalnya Eden dan Roni karena ditembak aparat keamanan di media sosial. Padahal, keduanya sering memancing ikan di tempat itu dan bukan anggota kelompok separatis,” ungkapnya.
Perwakilan keluarga kedua korban membantah Eden dan Roni adalah anggota kelompok kriminal separatis bersenjata. Keduanya tewas tertembak saat memancing di sebuah kali di Mile 34.
Ia pun meminta aparat keamanan mencabut status anggota kelompok kriminal bersenjata yang disematkan kepada kedua korban. Sebab, kedua korban sehari-hari hanya beraktivitas biasa di Timika.
”Eden ini masih berstatus mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara di Tangerang Selatan. Mengapa aparat tidak melalui prosedur konfirmasi terlebih dahulu sebelum melepaskan tembakan,” tutur Kris.