Melarang Mudik ke Kalbar Tidak Efektif Tanpa Penghentian Pesawat dan Kapal
Presiden Joko Widodo melarang masyarakat mudik karena pandemi Covid-19 belum berakhir. Namun, daerah menilai kebijakan itu kurang efektif jika tidak disertai pelarangan penerbangan dan pelayaran angkutan penumpang.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Presiden Joko Widodo melarang masyarakat mudik karena pandemi Covid-19 belum berakhir. Namun, daerah menilai kebijakan itu kurang efektif jika tidak disertai pelarangan penerbangan dan pelayaran angkutan penumpang. Jika hal itu tidak dilakukan, daerah akan kesulitan mengendalikan pemudik.
”Saya berharap ada penghentian penerbangan. Kapal-kapal angkutan penumpang juga jangan singgah di pelabuhan Pontianak kecuali moda transportasi pengangkut sembako. Sebab, sekalipun masyarakat dilarang mudik, kalau transportasi orang masih beroperasi, akan sulit mengontrol pemudik,” tutur Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji, Selasa (21/4/2020).
Ia sudah pernah pengusulkan kepada pemerintah pusat agar kapal penumpang tidak singgah di Pelabuhan Dwikora, Pontianak, serta penerbangan dari dan ke Pontianak juga dihentikan. ”Pelarangan mudik capaiannya paling hanya bisa mengurangi jumlah orang mudik, tapi mengontrolnya bagaimana,” ujar Sutarmidji.
Jika penumpang sudah berada di bandara atau pelabuhan, lalu dipulangkan kembali, hal itu tidak mungkin dilakukan. Adapun antarkota di dalam Provinsi Kalbar sudah ada pengetatan.
Sejauh ini, upaya yang telah dilakukan Pemerintah Provinsi Kalbar dalam menanggulangi pandemi Covid-19 adalah dengan mengambil langkah-langkah ketat mengatur keluar-masuk orang. Sejak Senin, 13 April, Sutarmidji melalui surat edarannya mengeluarkan kebijakan terhadap penumpang yang tiba di Kalbar.
Semua penumpang kapal yang tiba menjadi orang dalam pemantauan (ODP) dan melakukan karantina mandiri selama 28 hari. Sementara penumpang/pelintas batas dengan gejala ditetapkan sebagai pasien dalam pengawasan (PDP).
Hal itu terhitung sejak penumpang/pelintas batas tiba di wilayah Kalbar meskipun sebelumnya mereka telah melakukan isolasi mandiri di tempat lain. Hal ini juga berlaku bagi seluruh penumpang pesawat dari jurusan mana pun. Alamat mereka akan dicatat untuk dipantau kesehatannya.
Masyarakat, khususnya lurah dan ketua RT/RW, diminta mengawasi mereka. Sebab, sebagian besar kasus reaktif memiliki riwayat pernah dari luar kota atau mengunjungi daerah-daerah terjangkit. Saat ini, Pontianak masuk sebagai wilayah transmisi lokal.
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) dan Dinas Perhubungan Provinsi Kalbar diminta mengarahkan semua penumpang/pelintas batas yang masuk Kalbar untuk mengisi kartu kewaspadaan kesehatan. Dalam pengisian kartu, ditulis pula alamat penumpang dan nomor teleponnya.
KKP Pontianak diminta melaporkan data setiap ODP kepada Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar dan kabupaten/kota. Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar dan kabupaten/kota juga harus memantau secara intensif melalui perangkatnya di daerah. Kemudian, agar ODP disiplin menjalankan karantina mandiri, pihak penegak hukum juga diminta turun mengawasi.
”Beberapa waktu lalu, ada tiga warga yang seharusnya mengarantina diri di rumah karena baru tiba di Kalbar malah keluyuran. Kami sudah bawa mereka ke tempat karantina yang disiapkan,” ungkap Sutarmidji.
Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Kalbar H Manto menuturkan, jumlah penumpang yang datang di Bandara Supadio, Pontianak, akhir-akhir ini cenderung menurun. Sekarang per hari hanya berkisar 400-700 penumpang, sebelumnya di atas 1.000 penumpang per hari.
Arus kedatangan melalui Pelabuhan Dwikora, Pontianak, juga cenderung menurun. Terakhir, tiga hari lalu jumlah kedatangan ada 200-an penumpang. Sebelumnya, sekitar tiga minggu lalu ada 400-an. Kedatangan tidak setiap hari.
Sementara di perbatasan Indonesia-Malaysia di Aruk, Kabupaten Sambas, kemungkinan akan ada lonjakan kedatangan warga Kalbar dari Malaysia menjelang Ramadhan. Biasanya per hari kedatangan 60-200 orang, menjelang Ramadhan diperkirakan mencapai ribuan orang.