Pemerintah Provinsi Aceh meluncurkan situs Sapamudik untuk mendata dan memantau pergerakan pemudik selama masa darurat Covid-19.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Aceh meluncurkan situs Sapamudik untuk mendata dan memantau pergerakan pemudik selama masa darurat Covid-19. Pemudik diwajibkan melakukan karantina mandiri dan mematuhi protokol kesehatan.
Juru Bicara Penanganan Covid-19 Aceh Saifullah Abdulgani yang dihubungi pada Rabu (22/4/2020) menuturkan, laman Sapapemudik dapat diakses melalui situs www.sapamudik.id. Calon pemudik harus mengisi data diri lengkap, kota keberangkatan, kota tujuan, dan jadwal tiba.
Data pemudik dari situs akan diteruskan kepada gugus tugas kabupaten/kota dan desa agar pemantauan lebih mudah. Hingga Rabu, sebanyak 750 orang telah mengisi data sebagai calon pemudik. ”Sebenarnya pemerintah berharap mereka tidak mudik. Tetapi, jika terpaksa mudik, wajib karantina,” kata Saifullah.
Saifullah menambahkan, gugus tugas penanganan Covid-19 sudah dibentuk hingga ke tingkat desa. Di Aceh, setiap kecamatan dan kabupaten telah menyediakan lokasi karantina.
Setiap ada warga datang dari daerah pandemi, perangkat desa akan mengawasi dan memastikan warga itu menjalani karantina. ”Kami berharap setiap warga memiliki kesadaran dan mematuhi aturan agar penyebaran virus ini bisa kita kendalikan,” ujar Saifullah.
Adapun pelarangan mudik dilakukan pada pegawai negeri sipil dan tenaga kontrak di lingkungan Pemprov Aceh. Jika melanggar, mereka diancam sanksi penurunan pangkat dan pemutusan kontrak kerja.
Selain itu, perbatasan Aceh dengan Sumatera Utara juga dijaga 24 jam. Semua penumpang dari Sumatera Utara diperiksa suhu tubuh, cek kesehatan, dan didata. ”Angkutan umum wajib mengatur posisi jarak antarpenumpang. Jumlah penumpang bisa separuh dari kapasitas,” ujar Saifullah.
Di kabupaten itu, semua kecamatan menyediakan lokasi karantina seperti balai kecamatan dan rumah warga.
Kepala Bagian Humas Pemkab Aceh Besar Muhajir mengatakan, di kabupaten Aceh Besar semua kecamatan telah menyediakan lokasi karantina seperti balai kecamatan dan rumah warga. Di tingkat kabupaten juga disediakan ruang karantina, yakni wisma atlet di Kota Jantho. Pada Maret lalu, delapan warga telah menjalani karantina di wisma tersebut.
Sementara di Aceh Utara disediakan ruang karantina di bekas barak penampungan imigran Rohingya di Desa Blang Adoe, Kecamatan Kuta Makmur. Saat ini, sebanyak enam orang TKI masih menjalani karantina di barak tersebut.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh Safrizal Rahman mengatakan, pemerintah harus memastikan semua pendatang menjalani karantina dan dicek kesehatannya secara berkala. Sebab, semua kasus pasien positif Covid-19 di Aceh memiliki riwayat bepergian ke daerah pandemi.
”Artinya, pendatang berpotensi menjadi penyebar virus sehingga mereka harus diawasi ketat,” kata Safrizal.
Hingga Rabu, jumlah pasien positif di Aceh berjumlah tujuh orang, empat di antaranya sembuh, satu meninggal, dan dua dalam perawatan. Adapun orang dalam pemantauan sebanyak 1.671 orang dan pasien dalam pengawasan sebanyak 67 orang.
Safrizal mengatakan, setelah sempat nihil kasus positif, dalam dua hari kemudian terjadi penambahan dua pasien positif. Dia khawatir jika protokol kesehatan diabaikan, serangan tahap kedua akan lebih parah.
”Tenaga medis dan fasilitas kesehatan kita minim, lebih baik mencegah daripada mengobati. Kita masih punya waktu untuk mencegah, jangan kita sia-siakan,” kata Safrizal.
Imbauan jaga jarak fisik dan menggunakan masker tidak sepenuhnya dipatuhi warga. Suasana warung kopi dan pasar tetap masih ramai. Safrizal khawatir kondisi ini mempercepat penyebaran virus korona baru di Aceh. ”Kepatuhan warga menjadi kunci keberhasilan mencegah penyebaran virus ini,” kata Safrizal.