Validasi bantuan sosial di tingkat masyarakat ternyata bukan perkara sederhana karena ada tujuh jenis bantuan dari instansi yang berbeda-beda dan data penerima tidak terintegrasi.
Oleh
TIM KOMPAS
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Hingga hari kedelapan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB di Sumatera Barat, bantuan sosial bagi warga terdampak Covid-19 belum juga disalurkan. Penyaluran terkendala validasi data di tingkat pemerintah kabupaten/kota.
Gubernur Sumbar Irwan Prayitno mengaku, pihaknya masih menunggu validasi data dari kabupaten/kota. Dari 19 daerah di Sumbar, baru empat kabupaten yang menyerahkan data, yaitu Padang Panjang, Pariman, Sawahlunto, dan Agam. ”Data yang masuk itu sudah diproses di bagian keuangan. Mungkin besok sudah bisa dikirim lewat pos dan diantar oleh petugas pos ke rumah penerima masing-masing.
Sejumlah Rp 1,2 juta per keluarga untuk dua bulan. Kami masih menunggu data kabupaten/kota lainnya,” kata Irwan, Rabu (29/4/2020), Ada tujuh jenis bantuan untuk warga, baik dari pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota. Bantuan meliputi Program Keluarga Harapan; Kartu Sembako; Kartu Prakerja; bantuan dari Kementerian Sosial; Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; Pemerintah Provinsi Sumbar; dan pemkab/pemkot.
Ternyata data di Kemensos, satu pertiganya tidak cocok lagi dengan yang ditemui RT/RW di lapangan.
Satu keluarga menerima satu jenis bantuan. Dari total 1,6 keluarga di Sumbar, sekitar 1,3 juta di antaranya mendapat bantuan sosial (bansos). Tiap keluarga mendapatkan Rp 600.000 per bulan untuk tiga bulan. Irwan memaklumi lamanya proses validasi data di tingkat kabupaten/kota. Sebab, pemerintah pusat berpesan agar penyaluran tidak tumpang tindih sehingga ada keluarga yang mendapat lebih dari satu jenis bantuan.
Ketua RT/RW atau petugas lainnya harus mengecek data satu per satu. Masalahnya, daerah tidak tahu siapa saja warga yang terdaftar sebagai penerima bantuan Kartu Prakerja maupun bantuan dari Kemensos. Daerah sudah mendapatkan data penerima, tetapi satu pertiga dari data itu tidak lagi cocok dengan kondisi lapangan.
”Beratnya di lapangan, ternyata data di Kemensos, satu pertiganya tidak cocok lagi dengan yang ditemui RT/RW di lapangan. Contoh, A namanya ada dari pusat. Ketika dicek ternyata A sudah mampu. Sementara itu, ada yang tidak mampu malah tidak masuk di data itu,” ujar Irwan.
Terkait masalah data Kemensos, pemda mengunci dulu rekening penerima yang tidak relevan. Selanjutnya, Pemprov Sumbar mengirimkan surat ke kementerian untuk menanyakan apakah bantuan bagi penerima tidak relevan itu bisa dialihkan ke warga lainnya.
Di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, praktik pembatasan jam operasi pasar tradisional selama PSBB, yakni pukul 4.00-11.00 dan 16.00-20.00, masih dilanggar. Pengunjung di pasar juga masih banyak yang tidak memakai masker. Pemantauan di Pasar Larangan, hingga pukul 11.00 lebih, para pedagang masih menjajakan dagangan. Jumlah pedagang di pasar pusat kota itu mencapai 2.000 orang.
Mereka baru bergegas mengemasi dagangannya saat pengelola pasar meminta berhenti beraktivitas. Pengumuman disampaikan melalui pengeras suara dan dengan mendatangi satu per satu lapak para pedagang. Pedagang buah, Yulia (36), mengaku keberatan dengan pembatasan waktu operasi pasar. Alasannya, pendapatannya menjadi turun signifikan.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sidoarjo Tjarda berjanji akan menindak tegas pedagang dan pengunjung yang tidak taat aturan PSBB. Pedagang akan diingatkan. Jika masih melanggar, lapaknya akan ditutup. Sementara pengunjung yang tidak patuh dilarang masuk ke pasar. Sementara itu, PSBB yang sudah berlangsung sepekan di Kota Tegal, Jawa Tengah, masih longgar. Sanksi tegas belum juga diberlakukan.
Pantauan di ruas jalan utama, seperti Jalan Ahmad Yani, Sultan Agung, dan AR Hakim, masih dijumpai kerumunan warga. Sebagian dari mereka juga tidak memakai masker. Di kawasan Pasar Pagi Tegal, warga juga banyak yang tidak memakai masker dengan benar. ”Di pasar banyak orang, hawanya panas. Kalau pakai masker, pengap,” kata Titik (57), pedagang di Pasar Pagi.
PSBB Jabar
Kemarin, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil bersama 17 bupati/wali kota akan mengajukan PSBB tingkat provinsi. ”Kami menyepakati PSBB Provinsi Jabar. Untuk memudahkan birokrasi, surat pengajuan ke Kementerian Kesehatan akan berasal dari Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jabar. Maka, semua kota/kabupaten bisa menggunakannya sebagai dasar hukum PSBB di wilayah masing-masing,” kata Kamil, seusai rapat secara daring.
Sejauh ini, PSBB di Jabar diberlakukan di 10 daerah di kawasan Bandung Raya serta Bogor, Depok, dan Bekasi. PSBB di tingkat provinsi direncanakan berlaku mulai 6 Mei 2020. Pelaksana Tugas Bupati Cianjur Herman Suherman menyatakan, PSBB Provinsi Jabar kemungkinan besar hanya akan dilakukan parsial karena tidak semua wilayah di Cianjur masuk zona merah.
Bupati Ciamis Herdiat Sunarya mengatakan, penerapan PSBB Provinsi Jabar harus diikuti pengetatan aturan larangan mudik, khususnya bagi perantau yang berasal dari zona merah. ”Harus diperketat lagi yang pulang kampung dari zona merah,” ujar Herdiat. Adapun Bupati Majalengka Karna Sobahi mengatakan, pihaknya setuju penerapan PSBB. Terlebih, banyak kasus Covid-19 di Majalengka merupakan kasus dari luar Majalengka.