Gelombang Mudik Diprediksi Masih ke Cirebon Jelang Lebaran
Menjelang Lebaran, pemudik diprediksi masih kembali ke Cirebon, Jawa Barat, meskipun pemerintah melarang mudik. Selain sarana transportasi antardaerah yang telah beroperasi, oknum juga mempermudah mudik.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Menjelang Lebaran, pemudik diprediksi masih kembali ke Cirebon, Jawa Barat, meskipun pemerintah melarang mudik di tengah pandemi. Selain sarana transportasi antardaerah yang telah beroperasi, oknum tidak bertanggung jawab juga dinilai memalsukan sejumlah ketentuan agar warga bisa keluar daerah untuk mudik.
Wakil Wali Kota Cirebon Eti Herawati mengatakan, kebijakan pemerintah pusat yang membuka sarana transportasi antardaerah meskipun tetap melarang mudik dapat memicu warga mudik.
”Prosedur dan persyaratannya (keluar daerah) memang sudah ada. Tetapi apakah ada jaminan kalau enggak ada oknum? Surat kesehatan sebagai syarat, misalnya, bisa dipalsukan,” katanya di Cirebon, Minggu (17/5/2020).
Sebelumnya, pemerintah pusat membuka kembali sarana transportasi darat, udara, dan laut untuk publik yang sempat tertutup. Kebijakan itu berdasarkan Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.
Kebijakan ini menyebutkan, pengecualian pembatasan perjalanan, antara lain bagi orang yang bekerja di lembaga pemerintah atau swasta yang menyelenggarakan percepatan penanganan Covid-19. Begitu pun dengan pelayanan pertahanan, keamanan, dan ketertiban umum serta pelayanan kesehatan.
Pengecualian juga diberikan untuk perjalanan pasien yang memerlukan layanan kesehatan darurat atau orang yang anggota keluarga intinya sakit keras atau meninggal. Surat edaran pun mengecualikan repatriasi pekerja migran Indonesia dan pelajar/mahasiswa dari luar negeri.
Semua yang dikecualikan dibolehkan bepergian dengan memenuhi sejumlah persyaratan, seperti surat tugas dan tidak menderita Covid-19 berdasarkan hasil uji cepat (rapid test) dan tes usap (swab). Namun, Eti tidak yakin dengan hasil tes uji cepat.
”Sementara untuk hasil swab, pasti butuh waktu lama. Surat kesehatan pun bisa dipalsukan,” katanya.
Oleh karena itu, pihaknya tidak bisa memastikan pemudik tidak datang jelang Lebaran. Selama ini, pihaknya telah memperketat pengawasan terhadap pendatang atau pemudik di tingkat rukun tetangga dan rukun warga. Apalagi, Cirebon menjalankan pembatasan sosial berskala besar pada 6-19 Mei. Hingga kini, tercatat 2.200 pemudik yang kembali ke Kota Cirebon.
Bingung
Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Cirebon Nanang Ruhyana mengatakan, setelah keputusan pemerintah terkait pembukaan sarana transportasi lintas daerah, pihaknya menerima banyak permintaan tes uji cepat dari warga yang ingin melakukan perjalanan. Padahal, pihaknya hanya melayani tes untuk warga yang terindikasi menderita Covid-19, seperti dari zona merah Covid-19 atau pernah kontak dengan pasien positif.
”Akhirnya, mereka mencari akses untuk tes di swasta. Ini mengomersialisasikan tes. Ini kenyataan di lapangan. Enggak paham dengan tujuan aturan baru ini. Apakah untuk memperketat perjalanan atau memperlonggar?” kata Nanang.
Pergerakan orang, katanya, dapat memicu kasus Covid-19. Sebagian besar dari delapan kasus positif Covid-19 di Cirebon, misalnya, berasal dari pemudik di daerah episentrum Covid-19, seperti Jakarta dan sekitarnya.
Hingga kini, tercatat lebih dari 42.000 pemudik atau pendatang kembali ke Cirebon. Sebanyak 1.072 merupakan pekerja migran Indonesia. Para pemudik, katanya, akan dipantau petugas puskesmas dan aparat desa. Jika ditemukan gejala Covid-19, mereka akan diperiksa lebih lanjut.