Dianggap Lalai Bertugas, 109 Tenaga Kesehatan RSUD Ogan Ilir Dipecat
Sebanyak 109 tenaga kesehatan honorer di RSUD Ogan Ilir diberhentikan secara tidak hormat karena dianggap lalai dalam menjalankan tugas. Mereka dinilai takut dalam menangani pasien Covid-19.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
INDRALAYA, KOMPAS—Sebanyak 109 tenaga kesehatan honorer di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan diberhentikan secara tidak hormat oleh Bupati Ogan Ilir Ilyas Panji Alam karena dianggap lalai dalam menjalankan tugas. Pemberhentian sejumlah tenaga kesehatan ini dijamin tidak mengganggu pelayanan RSUD tersebut.
Hal ini disampaikan Direktur Utama RSUD Kabupaten Ogan Ilir, Roretta Arta Guna Riama, Kamis (21/5/2020). Dia mengatakan, 109 tenaga kesehatan ini terdiri dari perawat, bidan, dan pengemudi ambulans berstatus honorer. Mereka diberhentikan secara tidak hormat oleh Bupati Ogan Ilir, Ilyas Panji Alam melalui Keputusan Bupati Ogan Ilir Nomor 191/KEP/RSUD/2020 tentang pemberhentian dengan tidak hormat tenaga honorer RSUD Kabupaten Ogan Ilir.
Mereka diberhentikan karena sudah lebih dari lima hari tidak menjalankan tugas sebagai tenaga kesehatan. Padahal, kata Roretta, dia sudah beberapa kali mengajak para petugas kesehatan tersebut untuk kembali bekerja. Namun, ajakan itu tidak digubris.
“Saya juga sempat berupaya untuk menunda keputusan pemberhentian ini, tetapi mereka tetap tidak mau bekerja,” ucap Roretta. Setelah Bupati mengeluarkan keputusan tersebut, dirinya tidak bisa berbuat apa-apa.
Roretta menjelaskan, alasan pemecatan ini berawal dari keputusan 109 tenaga kesehatan honorer tersebut untuk mogok bekerja sejak Jumat (15/5/2020). Alasannya, mereka takut menangani pasien Covid-19 lantaran tidak tersedianya Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai.
Padahal kenyataannya, semua APD sudah tersedia dan tidak pernah ada kekurangan. “Bahkan, APD yang kami gunakan satu kali pakai, setelah itu dibakar,” ucapnya.
Selain itu, ungkap Roretta, pihaknya juga menyediakan rumah singgah di 34 ruangan kantor DPRD Ogan Ilir bagi tenaga kesehatan yang menangani Covid-19. “Jadi sebenarnya, tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak melayani masyarakat,” ucap Roretta.
Meski demikian, pemberhentian massal ini, lanjut Roretta tidak akan menggangu pelayanan kesehatan di RSUD Ogan Ilir. Pasalnya, tenaga kesehatan yang dipecat tersebut sebagian besar merupakan tenaga honorer.
Adapun dokter, aparatur sipil negara, dan sejumlah tenaga honorer lain masih mau bekerja.“Masih ada sekitar 300 pegawai yang melayani disini,” ucapnya.
Sementara itu, MA (27) salah satu tenaga kesehatan RSUD Kabupaten Ogan Ilir yang dipecat itu membantah jika mereka takut menangani pasien Covid-19. Buktinya, sebelum ada aksi mogok, semua tenaga kesehatan bekerja seperti biasa. “Kami juga melayani pasien Covid-19, menjemput dan merujuk mereka ke Palembang,” katanya.
Menurut dia, alasan mereka mogok kerja adalah untuk meminta kejelasan pihak manajemen mengenai hak dan kewajiban yang diterima, terutama setelah RSUD Ogan Ilir ditetapkan sebagai rumah sakit rujukan penanganan Covid-19.
“Sampai sekarang manajemen tidak menjelaskan kepada kami terkait tata kerja temasuk fasilitas apa saja yang kami dapatkan,” ucapnya.
Alasan mereka mogok kerja adalah untuk meminta kejelasan pihak manajemen mengenai hak dan kewajiban yang diterima, terutama setelah RSUD Ogan Ilir ditetapkan sebagai rumah sakit rujukan penanganan Covid-19.
Selama ini, ungkap MA, dalam bekerja, mereka tidak dibekali peralatan yang memadai. “Bayangkan untuk APD saja, kami seakan dibatasi. Terpaksa APD yang sudah kami pakai, kami cuci dan gunakan lagi,” ucap MA yang sudah tujuh tahun mengabdi di RSUD tersebut.
Dalam menjalankan tugas, menurut MA, mereka juga tidak diberikan fasilitas rumah singgah. “Memang ada ruangan DPRD Ogan Ilir yang bisa digunakan, tetapi kami tidak diberikan kuncinya dan tidak didampingi,” lanjutnya.
Terkait tawaran kerja kembali dari pihak manajemen, jelas MA, sebenarnya waktu itu semua tenaga kesehatan yang mogok ini, sudah mau menyetujui. Namun, tawaran itu baru tiba di sore hari, sedangkan sebagian besar tinggal jauh dari lokasi RSUD, bahkan ada yang di Palembang.
Oleh karena itu, ungkap MA, mereka meminta tujuh rekannya yang tinggal dekat dengan RSUD Ogan Ilir untuk datang menemui direktur. "Namun, langkah itu dianggap kalau kami tidak menerima tawaran untuk bekerja kembali,” katanya.
Tidak ada alasan tenaga medis tidak mau melayani masyarakat apalagi APD sudah tersedia.
Tak heran jika 109 tenaga honorer itu kaget ketika surat keputusan pemberhentian itu beredar. “Ini murni karena kesalahpahaman,” ucapnya.
Menanggapi hal ini, Juru Bicara Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumatera Selatan, Yusri menerangkan, tidak ada alasan tenaga medis tidak mau melayani masyarakat apalagi APD sudah tersedia.
“Jika kekurangan tinggal minta ke pemerintah provinsi, pasti akan kami salurkan. Kalau tidak setiap kabupaten sudah melakukan realokasi anggaran yang bisa digunakan untuk membeli APD,” kata dia.