Kerusakan hutan memicu konflik karena satwa kehilangan habitat. Harimau termasuk satwa paling diburu untuk diperjualbelikan. Organ tubuh harimau, mulai dari kulit, tulang, hingga gigi harimau, diperjualbelikan.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
TAPAKTUAN, KOMPAS — Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh menangkap satu harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) di kawasan Desa Jambo Dalem, Kecamatan Trumon Timur, Kabupaten Aceh Selatan, Aceh. Satwa lindung itu ditangkap untuk menghindari konflik dengan manusia.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah II BKSDA Aceh Hadi Sofyan, yang dihubungi Selasa (16/6/2020), mengatakan, harimau itu berjenis kelamin betina, diperkirakan berusia 4 tahun dengan berat badan 80 kilogram. Harimau itu ditangkap menggunakan kandang jebakan, Senin.
Hadi mengatakan, kondisi satwa lindung yang hampir punah itu dalam keadaan sakit. Namun, tim medis akan memeriksa sampel darah harimau ke laboratorium dan menjalani perawatan. ”Jika sudah sehat akan kami lepas liarkan ke habitat,” kata Hadi.
Harimau itu harus ditangkap, selain karena sakit, dikhawatirkan memicu konflik dengan manusia. Konflik satwa mengancam kehidupan manusia dan satwa itu sendiri. Populasi harimau di Aceh diperkirakan 197 ekor. Paling banyak populasi berada di Kawasan Ekosistem Leuser.
Kerusakan hutan memicu konflik karena satwa kehilangan habitat. Harimau termasuk satwa paling diburu untuk diperjualbelikan. Organ tubuh harimau, mulai dari kulit, tulang, hingga gigi harimau, diperjualbelikan.
Data dari BKSDA Aceh sejak 2007 hingga 2019, konflik harimau dengan manusia terjadi 98 kali. Kawasan paling sering terjadi konflik dengan harimau adalah Kabupaten Aceh Selatan. Sebanyak sembilan warga tewas dan puluhan ternak mati diterkam harimau. Sementara enam harimau mati karena terkena jerat.
Pada Februari 2020 seekor harimau jantan ditangkap petugas BKSDA Aceh karena berada dalam kawasan penduduk. Dua sapi mati diterkam harimau. ”Harimau itu telah kami lepas liarkan ke kawasan Taman Nasional Gunung Leuser,” kata Hadi.
Kepala Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh Muhammad Daud menuturkan degradasi hutan memicu konflik satwa. Tutupan hutan berkurang karena ada aktivitas illegal loging dan perambahan dalam kawasan.
”Kami mengakui masih ada kegiatan merusak hutan, tetapi kami berupaya mencegah dengan melakukan patroli dan menindak secara hukum,” kata Daud.
Kami mengakui masih ada kegiatan merusak hutan, tetapi kami berupaya mencegah dengan melakukan patroli dan menindak secara hukum
Daud mengatakan, saat ini sebagian besar satwa lindung berada di luar kawasan hutan. Dampaknya, intensitas konflik dengan manusia semakin tinggi. Pemerintah sedang menggodok kawasan ekosistem esensial (KEE) yang diperuntukkan habitat satwa. Pengelolaan KEE tersebut mengedepankan keselamatan satwa lindung.