Angka Kesembuhan Tinggi di Kalbar Jangan Membuat Warga Terlena
Angka kesembuhan pasien Covid-19 di Kota Pontianak sekitar 80 persen diharapkan tidak membuat terlena dan meremehkan ancaman penularan virus korona baru. Terlebih lagi, warga belum disiplin terapkan protokol kesehatan.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·4 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Angka kesembuhan pasien Covid-19 di Kota Pontianak hingga Senin (22/6/2020), yang sudah sekitar 80 persen dan 72 persen untuk Kalimantan Barat, diharapkan tidak membuat warga terlena dan mengesampingkan ancaman penularan virus korona baru. Terlebih lagi, masyarakat belum disiplin menjalankan protokol kesehatan.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Pontianak Sidiq Handanu mengatakan, kasus konfirmasi Covid-19 di Kota Pontianak, hingga Senin, secara kumulatif tercatat 116 kasus. Namun, dari jumlah itu, tersisa 13 orang yang positif Covid-19 yang dirawat di rumah sakit ataupun karantina mandiri.
”Angka kesembuhan di Pontianak sudah di atas 85 persen. Pasien dalam pengawasan (PDP) di rumah sakit juga tinggal 11 orang. Jika melihat perkembangan ini, dan seandainya tidak ada penambahan kasus baru atau gelombang kedua, mestinya satu minggu ke depan kasus sudah tidak ada lagi,” kata Handanu.
Meski demikian, lanjut Handanu, tes cepat tetap dilaksanakan dalam rangka pelacakan kasus. Seandainya ada PDP yang dirawat di rumah sakit, keluarga yang bersangkutan tetap akan menjalani tes cepat untuk mengetahui jangkauan penyebarannya. Dinas Kesehatan Kota Pontianak juga fokus pada penapisan kepada aparat kelurahan dan anak-anak pesantren yang baru saja kembali masuk.
Handanu menilai, meski kondisi penularan Covid-19 di Pontianak, ataupun Kalbar secara umum relatif terkendali, masyarakat yang saat ini sudah aktif bekerja mesti tetap waspada dan menerapkan prinsip pengendalian penularan.
”Ini harus menjadi perhatian masyarakat agar apa yang sudah dicapai tidak sia-sia seandainya muncul gelombang kedua. Yang dikhawatirkan, tingkat kesadaran masyarakat terhadap adaptasi kebiasaan baru masih rendah, khususnya dalam penerapan protokol kesehatan,” ungkap Handanu.
Dia menilai, dengan normal baru, sebagian besar warga terkesan seperti sudah bebas merdeka setelah sekitar dua bulan aktivitas mereka dibatasi. Padahal, Indonesia sama sekali belum bebas dari Covid-19. Masyarakat pun hanya boleh beraktivitas dengan protokol kesehatan yang telah disosialisasikan.
”Apalagi, peringatan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Covid-19 masuk pada fase yang membahayakan karena laporan dari negara Amerika Latin, Afrika, dan Asia Selatan saat ini justru meningkat tajam,” kata Handanu.
Lebih lanjut, menurut Handanu, pandemi Covid-19 ini berdampak pula pada pelayanan kesehatan, misalnya angka kematian ibu. Hingga pertengahan Juni, misalnya tercatat tujuh ibu meninggal. Dibandingkan pada 2019, jumlah kematian ibu dalam setahun ada lima kasus.
Hal itu terjadi karena fasilitas kesehatan mengalami kontraksi yang hebat karena Covid-19. Pelayanan kesehatan terbatas, misalnya operasi. Jadi, ada beberapa keterlambatan penanganan kesehatan.
Tiga bulan terakhir, kegiatan pendampingan ibu hamil juga terganggu karena tenaga kesehatan fokus pada penanganan Covid-19. Hampir semua cakupan program kesehatan berkurang.
Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono mengatakan, ia juga telah memberikan pengarahan kepada organisasi perangkat daerah untuk mengevaluasi program yang sudah dan akan dilaksanakan. Ia mengingatkan, pelayanan publik lebih optimal sambil tetap memperhatikan protokol kesehatan.
Sementara itu, hingga Senin pagi, tercatat 298 kasus Covid-19 kumulatif di Provinsi Kalbar. Sebanyak 216 kasus di antaranya sembuh dan 4 orang meninggal. ”Kesembuhan di Kalbar sudah mencapai 72 persen,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar Harisson.
Gubernur Kalbar Sutarmidji mendorong bupati/wali kota agar terus berinovasi untuk mempercepat kesembuhan pasien Covid-19 yang masih dirawat. Pemprov Kalbar juga mendeteksi secara dini dengan menggelar tes cepat. Dari target 100.000 warga, hingga 18 Juni, tes cepat sudah dilakukan kepada 72.186 warga. Dari jumlah itu, ditemukan hasil reaktif terhadap 2.470 orang.
Sementara itu, penanganan pandemi Covid-19 telah menggerus keuangan sejumlah pemerintah. Di Kota Pontianak, misalnya, defisit anggaran APBD setempat tercatat Rp 470 miliar.
Edi Rusdi Kamtono mengungkapkan, defisit terjadi karena pada masa pandemi, pemerintah memberikan banyak diskon dan insentif bagi pelaku usaha sehingga pendapatan daerah tidak seperti biasanya.
Pendapatan pajak hiburan yang biasanya Rp 2 miliar per bulan, pada Maret hanya Rp 100 juta. Pada April malah nol. ”Itu contoh lain dampak Covid-19. Maka perlu ada penghematan, misalnya belanja modal, infrastruktur, barang, dan jasa,” kata Edi.
Namun, secara bertahap sudah akan ada pendapatan, seperti pajak, meskipun tidak sepenuhnya. Sebab, sektor perdagangan dan jasa di Pontianak sudah memasuki normal baru. Hal itu diharapkan secara bertahap dapat memperkecil defisit.