Rem Blong Lagi-lagi Picu Kecelakaan Truk di Tol Purbaleunyi Km 90.500
Dua sopir truk tewas, Jumat (14/8/2020) pagi. Fenomena rem blong pada truk atau bus sebagian besar terjadi di jalan menurun karena kesalahan prosedur pengemudi.
Oleh
MELATI MEWANGI
·4 menit baca
PURWAKARTA, KOMPAS — Dua sopir truk tewas dalam kecelakaan di Jalan Tol Purwakarta-Bandung-Cileunyi atau Purbaleunyi Kilometer 90.500 dari arah Bandung menuju Jakarta, Jumat (14/8/2020) pagi. Rem truk yang tidak berfungsi diduga menjadi penyebab insiden fatal di sekitar lokasi kecelakaan beruntun 20 mobil pada awal September 2019 itu.
Kecelakaan berawal dari truk kontainer pengangkut bahan tekstil yang dikemudikan Dikdik Sepriyatna (30) yang melaju dari Bandung menuju Jakarta sekitar pukul 00.15. Sampai di lokasi jalan yang lurus dan menurun di Kilometer 90.500, Dikdik diduga kehilangan kendali. Truknya menabrak truk tangki di depannya sehingga truk yang dikemudikan Darlin (45) itu terdorong menuju parit.
Truk yang dikemudikan Dikdik terus melaju dan menabrak truk tronton yang sedang berhenti karena sedang mengganti ban di bahu jalan. Tabrakan ini menyebabkan Dikdik dan Darlin tewas di lokasi kejadian. Ketiga kendaraan mengalami rusak pada bagian depan dan belakang.
Prosedur pengemudi ini tidak disampaikan saat pelatihan pengemudi. Padahal, pengetahuan ini sangat penting dipahami agar kecelakaan serupa tidak terulang lagi.
Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Purwakarta Ajun Komisaris Zanuar Cahyo Wibowo mengatakan, pengemudi diduga hilang kendali saat melintasi jalan yang menurun dengan kecepatan kendaraan berkisar 40-50 kilometer per jam. ”Pengemudi baru mengalami rem blong setelah melewati jalur penyelamat pada bagian kiri. Berdasarkan keterangan saksi, pengemudi berusaha menahan kendaraannya agar tidak menabrak truk lain di depannya,” kata Wibowo.
Ada dua jalur penyelamat (escape ramp) yang ada di Tol Purbaleunyi, yakni Kilometer 91.400 dan Kilometer 92.600. Keduanya baru dibangun pada tahun 2019.
Awal September 2019, kecelakaan akibat rem blong pernah terjadi di Kilometer 91 Tol Purbaleunyi, tak jauh dari lokasi kejadian saat ini. Insiden ini melibatkan 20 kendaraan dan menewaskan delapan orang. Kejadian bermula dari dua truk pengangkut tanah yang hilang kendali karena rem blong dan menabrak belasan kendaraan di depannya. Kedua sopir truk ditahan karena mengabaikan aspek keselamatan berkendara.
Berdasarkan data Lantas Polres Purwakarta, sepanjang 2018 terjadi 81 kejadian kecelakaan di Jalan Tol Purbaleunyi yang menewaskan 24 orang, 13 orang luka berat, dan 161 orang luka ringan. Sementara pada 2019 jumlah kecelakaan 43 kejadian dengan korban 28 orang meninggal, 11 orang luka berat, dan 110 orang luka ringan.
Periode Januari-Juli 2020 tercatat ada 16 kejadian kecelakaan dengan korban 6 orang tewas, 3 orang luka berat, dan 25 luka ringan. Penyebab kecelakaan didominasi oleh kejadian tabrak belakang atau faktor manusia.
Dihubungi secara terpisah, senior investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Achmad Wildan, mengatakan, fenomena rem blong truk atau bus sebagian besar terjadi di jalan menurun karena kesalahan prosedur pengemudi akibat kurangnya pengetahuan dan keterampilan (skill). Kelalaian ini memicu kegagalan pengereman (brake fading).
Oleh karaena itu, setiap pengemudi wajib memahami dan mengikuti prosedur mengemudi pada jalan menurun. ”Prosedur pengemudi ini tidak disampaikan saat pelatihan pengemudi. Padahal, pengetahuan ini sangat penting dipahami agar kecelakaan serupa tidak terulang lagi,” kata Wildan.
Di Tol Purbaleunyi, Wildan menemukan sejumlah kesalahaan pemasangan papan peringatan. Ia merekomendasikan papan peringatan dipasang pada bentang datar menjelang jalan menurun atau tikungan, bukan pada jalan yang menurun.
Pesan yang ditulis juga singkat dan efektif. Pesan tidak berfokus pada batas kecepatan karena kendali kecepatan adalah pada posisi gigi. ”Pengemudi yang melaju kencang jika diminta mengurangi kecepatan masih bisa. Kasus rem blong itu bukan karena ngebut, melainkan pengemudi kehilangan kendali,” ujar Wildan.
Saat ini belum ada regulasi yang mengatur panjang maksimal turunan. Idealnya, kata Wildan, jalan turunan sepanjang 1,5 km harus disediakan jalur penyelamat (escape ramp) karena potensi brake fading yang tinggi.
Wildan menilai, sejauh ini belum ada jalur penyelamat ideal di Indonesia. Satu-satunya jalur penyelamat yang direkomendasikan KNKT berada di flyover (FO) Kretek-Bumiayu. Dari hasil temuannya, masih banyak jalur penyelamat yang dibangun dengan sudut masuknya menyulitkan pengemudi untuk memasukinya. Padahal, setir kemudi pada kendaraan rem blong sulit untuk dikendalikan karena berat.
Rata-rata jalur penyelamat lebarnya hanya muat satu lajur, membuat pengemudi semakin panik. ”Kebanyakan jalur penyelamat berisi pasir keras, bukan pasir laut. Ini membuat kendaraan yang remnyha blong kalau masuk ke dalamnya dibanting-banting, semakin fatal,” ucapnya.
Jalur penyelamat dikatakan ideal bila mudah terlihat, ada reflektor, didahului papan peringatan tentang keberadaan jalur penyelamat, posisinya sejajar dengan arah lalu lintas, dan lebar memadai. Adapun material pengisi yang digunakan adalah pasir laut yang dibuat bergelombang. Bahan ini mampu menyerap energi kinetik kendaraan yang mengalami rem blong sehingga roda kendaraan akan terjebak tanpa merusaknya.