Di Jawa Timur, 39.500 Pelanggaran Harian Protokol Kesehatan
Operasi Yustisi Protokol Kesehatan Covid-19 Jawa Timur setengah bulan terakhir mencatat hampir 593.000 pelanggaran atau 39.500 pelanggaran harian sehingga memperlihatkan publik mengabaikan bahaya situasi wabah Covid-19.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/ IQBAL BASYARI
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Operasi Yustisi Protokol Kesehatan Covid-19 di Jawa Timur setengah bulan terakhir mencatat hampir 593.000 pelanggaran. Jumlah yang setara dengan 39.500 pelanggaran harian memperlihatkan publik mengabaikan bahaya situasi wabah Covid-19 (coronavirus disease-2019) akibat virus korona jenis baru (SARS-CoV-2).
Pelaksanaan operasi didasari Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.
Di Jatim, sejumlah regulasi juga menjadi rujukan terutama Peraturan Daerah Jatim Nomor 2 Tahun 2020 sebagai perubahan atas regulasi Nomor 1 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ketenteraman, Ketertiban Umum, dan Perlindungan Masyarakat. Aturan ini telah diturunkan menjadi Peraturan Gubernur Jatim No 53/2020 tentang Penerapan Protokol Kesehatan dalam Pencegahan Covid-2019.
Pelanggaran protokol kesehatan ini banyak sekali dan memprihatinkan.
Operasi yustisi dilaksanakan oleh tim terpadu Polri, TNI, dan satuan polisi pamong praja. Sebagai dukungan, Polda Jatim membentuk tim pemburu pelanggar protokol kesehatan. ”Pelanggaran protokol kesehatan ini banyak sekali dan memprihatinkan,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jatim Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko di Surabaya, Rabu (30/9/2020).
Trunoyudo memaparkan, jumlah pelanggaran dalam dua pekan operasi secara detail mencapai 592.634 kesalahan. Pelanggaran terbanyak terkait dengan rasa abai pelanggar memakai masker sekaligus terlihat tidak jaga jarak di tempat umum (keramaian). Sebanyak 484.044 pelanggar terkena teguran lisan dan tertulis. Ada 20.728 pelanggar dijatuhi denda administrasi dengan total nilai hampir Rp 1 miliar.
Selain itu, 87.862 pelanggar terkena hukuman sosial kerja di fasilitas umum. Ada 10.249 pelanggar yang harus menerima kartu tanda penduduk (KTP) disita. Ada satu yang terpaksa dihukum penjara tiga hari. Selama operasi yustisi sementara ini ada 36 tempat usaha yang dipaksa tutup sampai diizinkan kembali buka oleh tim penegak hukum.
Surabaya wajib ”swab”
Lebih khusus di Surabaya, ibu kota Jatim, penegakan hukum disiplin protokol kesehatan belum sampai pada tahap denda atau sanksi pidana. Pelanggar yang terjaring operasi yustisi tingkat Surabaya wajib mengikuti tes usap PCR di puskesmas terdekat dengan lokasi pelanggaran.
Jika hasil tes ternyata positif, pelanggar akan dijemput dan diperiksa oleh tim kesehatan. Jika harus dirawat, pelanggar harus menjalani isolasi dan perawatan di rumah sakit. Jika tidak, merela menjalani isolasi mandiri dengan pemantauan tim kesehatan di tempat-tempat isolasi yang telah ditentukan.
Saat melanggar protokol kesehatan, misalnya tidak mengenakan masker dan tidak menjaga jarak, potensi penularan sangat tinggi karena bisa menularkan atau tertular dari orang yang ditemui.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana dan Perlindungan Masyarakat Kota Surabaya Irvan Widyanto mengatakan, kewajiban mengikuti tes itu diambil untuk memastikan kondisi pelanggar saat melanggar protokol kesehatan. Jika hasil tes usap positif, akan dilakukan penelusuran kontak terhadap orang-orang yang diyakini kontak dekat dengan pelanggar.
”Saat melanggar protokol kesehatan, misalnya tidak mengenakan masker dan tidak menjaga jarak, potensi penularan sangat tinggi karena bisa menularkan atau tertular dari orang yang ditemui,” kata Irvan.
Selain itu, tes diberlakukan bagi pelanggar protokol kesehatan yang tidak bisa menjaga jarak fisik karena situasi keterpaksaan. Tes massal ditempuh di kawasan yang dinilai sulit menerapkan protokol kesehatan antara lain kafe dan rumah makan yang menjadi lokasi favorit anak muda.
Epidemiolog Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, menyatakan, amat prihatin dengan jumlah pelanggaran yang amat besar dalam dua pekan operasi yustisi. Angka pelanggaran diyakini masih di bawah kenyataan riil.
Menyepelekan wabah
”Berbahaya karena mengabaikan protokol dan berpandangan menyepelekan wabah,” kata Windhu.
Pagebluk di Jatim menyerang dan diumumkan secara resmi menjangkiti 8 warga (6 dari Surabaya dan 2 dari Malang) pada Selasa (17/3/2020). Sampai saat ini, menurut laman resmi http://infocovid19.jatimprov.go.id/, yang dikelola oleh Pemprov Jatim, wabah yang secara global telah menjadi pandemi, di Jatim telah menjangkiti 43.744 jiwa atau melebihi 15 persen dari 287.008 kasus nasional.
Covid-19 telah mengakibatkan kematian 3.192 jiwa, 3.494 orang masih dirawat, dan 37.058 orang berhasil sembuh. Tingkat kematian masih tinggi, yakni 7,3 persen atau di atas rerata nasional 4 persen apalagi standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang 2 persen. Namun, tingkat kesembuhan di Jatim juga tinggi, yakni 84,7 persen.
Windhu menduga, situasi yang agak ambigu, yakni karakter virus korona yang mematikan tetapi tingkat kesembuhan yang tinggi, tidak diterima secara utuh oleh kalangan masyarakat. Yang berbahaya, kemudian timbul pikiran menyepelekan virus korona sehingga tidak mengikuti anjuran untuk menerapkan protokol kesehatan, antara lain bermasker, jaga jarak, kerap cuci tangan, serta menghindari kontak erat dengan orang lain dan kerumunan.
Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Covid-19 Jatim Joni Wahyuhadi mengimbau masyarakat untuk tidak mengabaikan protokol kesehatan guna melindungi diri dari ancaman terkena virus korona. ”Situasinya, wabah belum mereda sehingga perlu dukungan luas dari masyarakat untuk bersama-sama menanganinya,” kata Joni, yang menjabat Direktur Utama RSUD Dr Soetomo, Surabaya, satu dari tiga rujukan utama penanganan pasien Covid-19 di Jatim.