Pemulasaran Dipersoalkan, Peti Jenazah Covid-19 di Cirebon Dibuka
Pembukaan peti dan pengambilan paksa jenazah pasien positif Covid-19 di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, menunjukkan penanganan pemulasaran oleh berbagai pihak belum optimal. Padahal, tindakan itu memicu kluster baru.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Pembukaan peti dan pengambilan paksa jenazah pasien positif Covid-19 di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, menunjukkan penanganan pemulasaran oleh berbagai pihak belum optimal. Tindakan tersebut berpotensi membuat kluster baru penularan Covid-19.
Aksi itu terjadi di Kecamatan Gunung Jati dan sempat viral di media sosial pada Minggu (4/10/2020). Dalam video yang beredar, sejumlah warga membuka peti jenazah dengan palu di pemakaman. Ketika plastik dan kain kafan dibuka, jenazah tampak mengenakan baju hitam dan popok dewasa.
Melihat hal itu, sejumlah warga berteriak geram kepada petugas puskesmas setempat dan sopir ambulans yang membawa jenazah. Beberapa warga pun mengangkut peti dan membawanya pulang sebelum memakamkan jenazah tanpa protokol Covid-19.
Dalam temu pers, Senin (5/10/2020), di Kota Cirebon, Direktur Rumah Sakit Daerah Gunung Jati, Cirebon Ismail Jamalludin mengatakan, pemulasaran jenazah sudah sesuai prosedur Kementerian Kesehatan. ”Kami juga sudah memberi tahu keluarga pasien dan mereka menerima,” katanya.
Pihaknya menerima pasien pada Selasa (29/9/2020) dengan gejala sesak napas dan tekanan darah rendah. Hasil tes uji cepat laki-laki berusia 37 tahun itu menunjukkan reaktif. Setelah dilakukan tes usap tenggorokan, pasien terkonfirmasi positif Covid-19. Pada Sabtu (3/10/2020) pukul 14.50, pasien meninggal.
Pemulasaran jenazah sesuai protokol pun dilakukan, seperti memandikan, menyiramkan disinfektan, membungkus plastik, kafan, dan plastik lagi. ”Saat pemulasaran, cairan terus keluar dari tubuh jenazah. Jadi, diputuskan pakai popok. Ini untuk safety (keamanan). Meskipun masih menggunakan baju, jenazah sudah dimandikan,” katanya.
Sebenarnya, jenazah akan dimakamkan malam itu atau empat jam setelah meninggal. Namun, keluarga meminta pemakaman pada Minggu pukul 09.00. Pihaknya pun berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon untuk pemakaman. Jenazah dibawa menggunakan ambulans oleh seorang sopir tanpa pengawalan.
Menurut dia, pihaknya hanya bertugas mengantar sehingga jenazah hanya ditemani seorang sopir. Adapun pemakaman, lanjutnya, dilakukan petugas pemakaman. Pihaknya pun telah menyiapkan empat alat pelindung diri, termasuk baju hazmat, untuk petugas pemakaman.
”Sampai di sana, tidak ada yang mau memakamkan karena takut. Petugas puskesmas dan aparat ada tapi sekitar 50 meter dari kuburan,” lanjutnya. Warga lalu mendesak sopir dan petugas puskesmas memakamkan jenazah. Sopir ambulans tidak mengalami kekerasan, tetapi sempat dilarang pulang.
Ada provokator sehingga peti jenazah dibuka. Petugas kami pun dapat ancaman.
Kepala Dinkes Kabupaten Cirebon Eni Suhaeni mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan petugas puskesmas dan pihak desa untuk menyiapkan pemakaman jenazah. ”Tetapi, ada provokator sehingga peti jenazah dibuka. Petugas kami pun dapat ancaman,” ujarnya.
Menurut Eni, upaya pengambilan paksa jenazah Covid-19 juga terjadi di Mundu. Namun, warga tidak sampai membuka peti jenazah. Hal serupa diketahui pernah terjadi di Plumbon.
Eni menyesalkan pengambilan jenazah tersebut karena dapat menimbulkan kluster penularan baru. Pihaknya telah berkoordinasi dengan pihak Kecamatan Gunung Jati agar meniadakan tahlilan dan melarang warga melayat. Warga yang sempat kontak dengan jenazah juga diminta menjalani isolasi mandiri.
Untuk pelacakan dan tes usap massal, pihaknya masih berkoordinasi dengan polisi. ”Petugas puskesmas masih trauma karena ancaman masyarakat,” katanya.
Kuwu atau Kepala Desa Astana Gunung Jati Nuril Anwar mengatakan, pihaknya dan keluarga jenazah mengira kedatangan petugas sudah satu tim, termasuk petugas pemakaman. ”Kalaupun tidak ada, mestinya koordinasi. Kalau diminta menyiapkan relawan atau keluarga untuk menguburkan, nanti kami siapkan,” ujarnya.
Bupati Cirebon Imron Rosyadi menilai kasus tersebut menunjukkan ada masalah komunikasi di antara berbagai pihak, seperti pemerintah setempat, TNI/Polri, dan masyarakat. Dalam rapat Satuan Tugas Covid-19, Senin sore, pihaknya meminta koordinasi penanganan Covid-19 dioptimalkan.
Wakil Kepala Polres Cirebon Kota Komisaris Ali Rais meminta Satgas Covid-19 meningkatkan koordinasi terkait pemulasaran jenazah. ”Kami tidak akan tinggal diam. Kami akan lakukan penyelidikan terkait kasus ini agar ada efek jera di masyarakat,” katanya.