Unjuk Rasa Penolakan RUU Cipta Kerja di Bandung Berlanjut
Gelombang unjuk rasa menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang telah disetujui DPR untuk disahkan menjadi UU di Kota Bandung, Jabar, berlanjut. Demonstrasi dilakukan hampir setiap hari sejak Selasa (6/10/2020).
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Gelombang unjuk rasa menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang telah disetujui DPR untuk disahkan menjadi UU di Kota Bandung, Jawa Barat, berlanjut. Demonstrasi dilakukan hampir setiap hari sejak Selasa (6/10/2020).
Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Poros Revolusi Mahasiswa Bandung (PRMB) berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Jabar, Kamis (5/10). Selain berorasi, mereka juga membakar pembatas jalan portabel di Jalan Diponegoro.
Pengunjuk rasa sempat mendorong pagar Gedung DPRD Jabar. Beberapa di antara mereka juga mencoret tembok pagar tersebut. Akibatnya, jalan tersebut ditutup. Jalan itu baru dapat dilalui sekitar pukul 17.00 setelah massa aksi meninggalkan lokasi.
Sejumlah personel polisi berjaga di halaman Gedung DPRD. Hingga demonstrasi berakhir tidak terjadi bentrokan antara petugas dan massa aksi.
Koordinator lapangan PRMB Sukma Setiawan mengatakan, pihaknya akan terus menggaungkan penolakan RUU Cipta Kerja karena RUU itu dinilai tidak berpihak kepada kalangan pekerja. Selain itu, juga berpotensi membuat eksploitasi alam semakin merajalela.
”RUU ini karpet merah untuk korporasi dan investor. Namun, justru sangat merugikan buruh dan berpotensi membuat alam semakin rusak,” ujarnya.
Meskipun sejumlah pihak berencana mengajukan uji formil RUU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi, pihaknya akan terus menggelar unjuk rasa.
Sukma mengatakan, jika RUU Cipta Kerja disahkan, persetujuan pada analisis mengenai dampak lingkungan atau amdal akan didominasi kewenangan pemerintah pusat. Hal ini dikhawatirkan menyebabkan eksploitasi berlebih dan membuat kerusakan alam semakin parah.
”Sebelum ada omnibuslaw saja penggundulan hutan sudah banyak terjadi. Apalagi, jika RUU ini disahkan, kerusakan akan lebih masif. Lahan masyarakat juga terancam digusur atas nama pembangunan,” ujarnya.
Sukma menuturkan, meskipun sejumlah pihak berencana mengajukan uji formil RUU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi, pihaknya akan terus menggelar unjuk rasa.
”Tuntutan kami, pengesahan RUU Cipta Kerja harus dibatalkan, apakah itu dengan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang) ataupun dengan cara lain,” ujarnya.
Sukma menambahkan, dalam beberapa hari ke depan, pihaknya akan menggelar unjuk rasa dengan massa lebih besar. Mereka sedang berkoordinasi dengan elemen lain, baik dari kalangan buruh, mahasiswa, maupun kelompok masyarakat.
Unjuk rasa penolakan RUU Cipta Kerja di Bandung beberapa kali berakhir ricuh. Pada Selasa (6/10/2020), massa aksi merusak mobil Polrestabes Bandung di Jalan Trunojoyo yang berjarak sekitar 200 meter dari Gedung DPRD Jabar.
Sehari berselang, demonstrasi kembali ricuh. Lemparan batu dari pengunjuk rasa dibalas polisi dengan menyemprotkan meriam air dan menembakkan gas air mata. Hal ini terjadi setelah para demonstran menjebol gerbang Gedung DPRD.
Kepala Polrestabes Bandung Komisaris Besar Ulung Sampurna Jaya mengatakan, dalam beberapa unjuk rasa yang berakhir ricuh, sejumlah orang ditangkap. Mereka dianggap menjadi provokator dan merusak fasilitas umum.
”Mereka bukan dari kelompok mahasiswa dan sering memancing emosi petugas di lapangan,” ujarnya.
Sementara itu, dalam unjuk rasa, Kamis (8/10/2020), Gubernur Jabar Ridwan Kamil menemui massa buruh di depan Gedung Sate. Ia telah mengirimkan surat kepada DPR dan Presiden yang berisi aspirasi buruh dalam memprotes RUU Cipta Kerja.