BMKG Ingatkan Ancaman Bencana Hidrometeorologi di Sumsel
Musim hujan di Sumatera Selatan diperkirakan terjadi pada dasarian I-III Oktober 2020. Namun, siaga karhutla tetap diperpajang hingga 30 November.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Memasuki musim hujan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika mengingatkan perlunya mitigasi bencana untuk menanggulangi ancaman bencana hidrometeorologi di Sumatera Selatan. Saat ini Sumsel masih memperpanjang status siaga kebakaran hutan dan lahan hingga 30 November 2020 karena potensi kebakaran masih ada.
Awal musim hujan di Sumatera Selatan diperkirakan terjadi pada dasarian I-III Oktober 2020. Adapun untuk puncak musim hujan diperkirakan mengguyur pada Desember 2020 serta Januari dan Maret 2021. ”Hingga Desember 2020, fenomena El Nino diperkirakan akan netral,” kata Koordinator Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Sumatera Selatan Nuga Putrantijo dalam diskusi virtual ”Sosialisasi Informasi Prakiraan Musim Hujan dan Antisipasi Dampak Bencana Hidrometeorologi di Wilayah Sumatera Selatan”, Selasa (20/10/2020).
Adapun fenomena La Nina cenderung lemah pada Desember 2020 dan moderat pada awal 2021. Di sisi lain, ujar Nuga, sampai saat ini monsun Australia (angin timuran) masih terus aktif.
Hanya saja, pada akhir tahun angin monsun Asia (angin baratan) akan mendominasi. Dominasi angin baratan ini akan berdampak pada meningkatnya curah hujan, terutama di garis khatulistiwa bagian selatan, termasuk di Sumatera Selatan.
Masuknya musim hujan di Sumsel ditandai dengan hari tanpa hujan (HTH) yang semakin pendek, yakni 1-5 hari. Selain itu, curah hujan berintensitas rendah juga mulai bermunculan di sejumlah wilayah di Sumsel. ”Hasil tersebut merupakan pengamatan di dasarian I Oktober. Intensitas curah hujan pada dasarian berikutnya diperkirakan semakin tinggi,” ujar Nuga.
Hasil perkiraan probabilistik BMKG, pada November 2020 secara umum wilayah Sumatera Selatan akan diguyur hujan degan intensitas 200 milimeter (mm). Sementara di wilayah barat Sumatera Selatan, seperti Kabupaten Musi Rawas dan OKU Selatan, intensitas curah hujan diperkirakan bisa mencapai 300 mm. Bahkan, di Pagar Alam, Lahat, Empat Lawang, dan Muara Enim akan diguyur hujan dengan intensitas 400 mm.
Dengan kondisi ini, Nuga memperingatkan, beberapa bencana yang harus diantisipasi, seperti banjir, terutama di kawasan yang berada di sepanjang daerah aliran sungai (DAS). ”Apalagi, sejumlah wilayah di Sumsel dialiri cabang anak Sungai Musi,” ucapnya. Belum lagi tanah longsor di beberapa dataran tinggi di Sumsel, terutama di kawasan yang ada di jajaran Bukit Barisan.
Kepala Stasiun Kepala Meteorologi Kelas II Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang Desindra Deddy Kurniawan mengingatkan adanya kemungkinan cuaca ekstrem di masa peralihan musim kemarau ke musim hujan, seperti angin kencang, puting beliung, dan banjir bandang. Hal ini mungkin saja terjadi ketika curah hujan tinggi atau dalam golongan lebat atau sangat lebat dengan intensitas curah hujan 50 mm per hari atau lebih dari 100 mm per hari.
Oleh karena itu, menurut Desindra, pemerintah daerah perlu memahami topografi wilayahnya, kenali karakteristik cuaca/iklim di wilayahnya, dan mengintensifkan koordinasi antarpihak terkait. Hal ini perlu diperhatikan lantaran bencana hidrologis dalam 10 tahun terakhir terus meningkat. Sepanjang 2020 saja sudah tercatat 313 banjir, 70 longsor, dan 186 angin kencang.
Karena itu, Desindra berharap ada antisipasi dini yang dilakukan, misalnya dengan memperbaiki drainase dan memperdalam aliran sungai sehingga potensi banjir bisa ditanggulangi lebih dini. ”Karena itu, dibutuhkan sinergitas dari semua pihak,” ucapnya.
Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel Elbaroma mengatakan, sampai saat ini, pihaknya belum menetapkan status siaga untuk bencana hidrometeorologi. ”Sampai saat ini, kami masih menerapkan status siaga karhutla (kebakaran hutan dan lahan),” ucapnya.
Walau demikian, ungkap Elbaroma, sejumlah upaya sudah dilakukan untuk mengantisipasi bencana hidrometeorologi, mulai dari berkoordinasi dengan pihak terkait, menyiapkan tempat evakuasi jika bencana terjadi, serta melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat yang tinggal di daerah berisiko tinggi.
Siaga karhutla diperpanjang
Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan BPBD Sumsel Ansori menuturkan, walau sudah masuk musim hujan, status siaga darurat karhutla masih terus berlangsung, bahkan diperpanjang. Perpanjangan ini dilakukan karena potensi kebakaran lahan masih terjadi.
Ansori menerangkan, seharusnya status siaga darurat karhutla di Sumsel berakhir 31 Oktober 2020. Namun, melihat kondisi di lapangan, status siaga darurat diperpanjang hingga 30 November 2020.
Sepanjang tahun 2020, ungkap Ansori, kebakaran di Sumsel sudah menghanguskan lahan seluas 265,4 hektar dengan 1.124 kejadian. Kebakaran terjadi di Banyuasin (101,68 hektar), Ogan Ilir (96,4 hektar), Ogan Komering Ilir (38,9 hektar), Penukal Abab Lematang Ilir (7 hektar), Muara Enim (5 hektar), Palembang (5 hektar), dan Musi Rawas (4,22 hektar).
Ansori menerangkan, status siaga bencana banjir dan longsor biasanya akan ditetapkan seusai karhutla. Walaupun demikian, sebelum penetapan status siaga, harus ada koordinasi dengan instansi terkait terlebih dahulu.