Panggilan Berbagi Beban di Bantaran Bengawan
Warga di sejumlah kelurahan di Kota Solo, Jawa Tengah, dilatih menjadi sukarelawan siaga bencana. Mereka mempunyai peran besar dalam penanganan bencana, termasuk saat pandemi Covid-19 melanda kini.
Warga di sejumlah kelurahan di Kota Solo, Jawa Tengah, dilatih menjadi sukarelawan siaga bencana. Mereka mempunyai peran besar dalam penanganan bencana, termasuk saat pandemi Covid-19 melanda. Tanpa bayaran, mereka memaknai tugas sukarelawan sebagai panggilan.
Tiga perempuan tampak sibuk menyiapkan bahan makanan untuk dimasak di teras sebuah rumah, Senin (14/12/2020) pagi. Ada yang mengiris-iris kacang panjang, membuka bungkus tempe yang hendak digoreng, hingga menata kerupuk di panci ukuran besar.
Mereka bukan sedang menyiapkan makanan untuk keluarga masing-masing, melainkan untuk warga terdampak banjir di Kelurahan Sewu, Kecamatan Jebres, Solo. Pada Minggu (13/12/2020) malam hingga keesokan harinya, sebagian area Kelurahan Sewu memang dilanda banjir akibat luapan Sungai Bengawan Solo.
Banjir itu menyebabkan sejumlah rumah tergenang air dengan ketinggian hingga sekitar 1 meter dan berdampak terhadap 219 warga. Untuk meringankan beban warga terdampak banjir, sukarelawan Siaga Bencana Berbasis Masyarakat (Sibat) Kelurahan Sewu pun mendirikan dapur umum.
Baca juga : Banjir di Solo dan Sukoharjo, Ratusan Rumah Sempat Tergenang
Sibat merupakan kelompok sukarelawan di tingkat kelurahan di Solo yang dibentuk oleh Palang Merah Indonesia (PMI) untuk membantu penanggulangan bencana. Kelompok sukarelawan itu beranggotakan warga setempat yang telah diberi pelatihan oleh PMI. Selain di Kelurahan Sewu, Sibat juga terbentuk di banyak kelurahan lain di Solo.
Ketua Sibat Kelurahan Sewu, Sri Mahanani Budi Utomo (45), mengatakan, di kelurahan itu, Sibat terbentuk sejak 2015 dan kini memiliki sekitar 30 anggota. Sejak terbentuk, Sibat Kelurahan Sewu aktif terlibat dalam penanganan bencana banjir di daerah itu. Sebagian area Kelurahan Sewu memang rawan banjir karena lokasinya berada di bantaran Sungai Bengawan Solo.
Baca juga : Sri Mahanani Budi Utomo Merawat Bantaran Bengawan Solo
Saat banjir terjadi seperti pada pertengahan Desember lalu, para sukarelawan Sibat Kelurahan Sewu membantu mengevakuasi warga yang terdampak beserta barang-barangnya. Para sukarelawan itu juga mendirikan tenda untuk tempat pengungsian. Selain itu, sukarelawan Sibat juga mendata warga terdampak banjir.
Dalam program mitigasi, mereka juga terus memantau ketinggian air Sungai Bengawan Solo untuk mengantisipasi potensi banjir. ”Kalau ada kenaikan tinggi muka air, kami langsung berkabar kepada warga melalui media sosial. Zaman sekarang, kan, yang paling efektif itu media sosial. Kalau pakai kentongan, nanti malah heboh,” ujarnya.
Bahkan, Sibat Kelurahan Sewu juga aktif menanam tumbuhan akar wangi di pinggir Sungai Bengawan Solo untuk mencegah erosi dan longsor. Selama beberapa tahun terakhir, sukarelawan Sibat juga membuat sejumlah sumur resapan dan lubang biopori untuk mengurangi potensi munculnya genangan air akibat hujan. ”Kami juga membuat jalur evakuasi untuk memudahkan proses evakuasi saat terjadinya banjir,” ujarnya.
Sibat merupakan kelompok sukarelawan di tingkat kelurahan di Solo yang dibentuk oleh Palang Merah Indonesia untuk membantu penanggulangan bencana. Kelompok sukarelawan itu beranggotakan warga setempat yang telah diberi pelatihan oleh PMI.
Pandemi
Para anggota Sibat tak hanya berfokus pada penanganan bencana alam. Saat pandemi Covid-19 melanda, para sukarelawan Sibat di sejumlah kelurahan di Solo langsung terjun untuk membantu penanganan pandemi. Kondisi itu di antaranya terjadi di Kelurahan Sudiroprajan, Kecamatan Jebres.
Ketua Sibat Kelurahan Sudiroprajan, Yanuar Sri Hartono (35), mengatakan, setelah pandemi terjadi, anggota Sibat di kelurahan itu aktif melakukan penyemprotan disinfektan ke berbagai lokasi untuk meminimalkan risiko penyebaran Covid-19. Penyemprotan itu antara lain dilakukan di fasilitas umum, tempat ibadah, dan permukiman warga.
Sukarelawan Sibat Sudiroprajan juga melakukan penyemprotan disinfektan di Pasar Gede yang merupakan salah satu pasar tradisional besar di Solo. Sebab, secara administratif, Pasar Gede memang masuk wilayah Sudiroprajan. ”Kami melakukan penyemprotan itu dengan uang hasil donasi dari warga,” ujar Yanuar.
Baca juga : Transformasi Kali Pepe, Pesona Baru Kota Solo
Yanuar menuturkan, anggota Sibat Sudiroprajan juga beberapa kali melakukan edukasi mengenai protokol kesehatan kepada masyarakat. Para sukarelawan tersebut juga mendata warga yang sakit, tetapi takut datang ke fasilitas kesehatan karena adanya pandemi Covid-19. Hasil pendataan itu kemudian dilaporkan ke puskesmas agar warga yang takut itu bisa mendapat pelayanan kesehatan.
Di Kelurahan Joyosuran, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, sukarelawan Sibat tak hanya terlibat dalam penyemprotan disinfektan. Ketua Sibat Joyosuran, Kusyani (33), mengatakan, sukarelawan Sibat di kelurahan itu menginisiasi program Jemuran Berbagi untuk membantu warga setempat yang mengalami kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Dalam program itu, sukarelawan Sibat Joyosuran mengajak warga yang mampu untuk meletakkan bahan makanan, misalnya sayuran dan sembako, di tali atau tiang jemuran yang ada di depan rumah warga. Bahan makanan itu lalu bebas diambil oleh warga yang membutuhkan. ”Saat awal pandemi itu, banyak warga kami yang menjadi pengangguran dan kehilangan pendapatan,” ungkapnya.
Selain itu, sukarelawan Sibat Joyosuran juga membuat cairan disinfektan secara mandiri, lalu membagikannya secara gratis kepada sukarelawan dari wilayah lain dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. ”Sejak Maret 2020, sudah ada sekitar 10.000 liter cairan disinfektan yang kami bagikan ke berbagai pihak di Solo dan sekitarnya. Bahkan, dari Magelang juga ada yang ambil di tempat kami,” tutur Kusyani.
Panggilan hati
Kusyani menuturkan, menjadi sukarelawan Sibat merupakan sebuah panggilan hati. Oleh karena itu, Kusyani dan para sukarelawan Sibat lain dengan senang hati menjalankan kerja-kerja kemanusiaan meskipun tidak mendapat bayaran.
”Kami meyakini, ketika kami menolong seseorang, kami akan dimudahkan dalam kehidupan. Contohnya, teman saya itu ada yang dulu pengangguran, lalu ikut Sibat dan mencurahkan pikiran dan tenaganya untuk Sibat. Alhamdulillah, sekarang dia mendapat pekerjaan yang baik,” tutur Kusyani.
Chief Executive Officer PMI Solo Sumartono Hadinoto menuturkan, Sibat awalnya dibentuk di tiga kelurahan pada tahun 2015. Setelah itu, PMI Solo berupaya membentuk Sibat di kelurahan lain karena keberadaan para sukarelawan itu sangat membantu penanggulangan bencana di Solo. Dari 54 kelurahan di Solo, saat ini Sibat sudah terbentuk di 50 kelurahan. ”Targetnya, kami ingin membentuk Sibat di seluruh kelurahan di Solo,” ujarnya.
Sumartono menyebut, para sukarelawan Sibat itu telah diberi pelatihan khusus oleh PMI, misalnya terkait pertolongan pertama kegawatdaruratan serta penyiapan dapur umum. Namun, sukarelawan Sibat bebas menjalankan program sesuai dengan kondisi kelurahan masing-masing. Di tengah peradaban kota yang cenderung individualistis, keberadaan Sibat membuktikan masih banyak warga yang mempunya keinginan tinggi untuk membantu sesama.