Penerimaan Masyarakat di Sumbar Rendah, Keamanan dan Kehalalan Vaksin Menentukan
Kejelasan terkait keamanan dan kehalalan vaksin Covid-19 sangat menentukan keberhasilan capaian target vaksinasi Covid-19 di Sumatera Barat.
Oleh
YOLA SASTRA
·5 menit baca
PADANG, KOMPAS — Kejelasan terkait keamanan dan kehalalan vaksin Covid-19 sangat menentukan keberhasilan capaian target vaksinasi Covid-19 di Sumatera Barat. Survei daring WHO, Kementerian Kesehatan, ITAGI, dan Unicef pada September 2020 menempatkan Sumbar sebagai provinsi kedua terendah di Indonesia dalam hal penerimaan vaksin oleh masyarakat.
Ahli epidemiologi Universitas Andalas, Defriman Djafri, Kamis (7/1/2021), mengatakan, rendahnya penerimaan masyarakat Sumbar di dalam survei itu diduga turut dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Covid-19. Survei Spektrum Politika Institute pada 10-15 September 2020 menyebutkan, 39,9 persen masyarakat di Sumbar percaya bahwa pandemi Covid-19 adalah konspirasi negara-negara besar di dunia.
Selain itu, kata Defriman, keraguan masyarakat terhadap keamanan dan kehalalan vaksin Covid-19 akibat terlambatnya uji klinis fase ketiga juga mempengaruhi rendahnya penerimaan masyarakat. Vaksinasi terkesan dipaksakan karena hasil uji klinis fase ketiga belum diumumkan, tetapi jadwal vaksinasi seolah sudah ditetapkan. Pemerintah merencanakan vaksinasi dimulai secara simbolis oleh Presiden Joko Widodo pada 13 Januari 2021 disusul pemerintah provinsi pada 14 Januari 2021.
Faktor lainnya, kata Defriman, sebagian masyarakat tidak paham mengapa vaksin sudah didistribusikan saat proses uji klinis fase ketiga belum selesai. Pertanyaan itu mestinya dijawab oleh pemerintah agar tidak terjadi misinformasi. Sebenarnya, setelah uji klinis fase kedua selesai, vaksin sudah bisa didistribusikan. Apalagi, proses distribusi vaksin di Indonesia tidak mudah, terutama di daerah kepulauan.
”Ada keragu-raguan. Kalau tidak keluar fase izin (izin penggunaan darurat dan kehalalan) itu, apakah vaksinasi dilanjutkan? Sementara vaksin sudah tiba (di provinsi). Orang awam melihat ini tidak konsisten, uji klinis belum selesai, tetapi vaksin sudah didistribusikan. Misinformasi seperti ini harus cepat ditangkal, harus dijelaskan ke masyarakat,” kata Defriman, yang juga Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas.
Sebelumnya, survei daring oleh WHO, Kementerian Kesehatan, ITAGI, dan Unicef pada 19-30 September 2020 menempatkan Sumbar dan Aceh sebagai provinsi terendah di Indonesia dalam hal penerimaan vaksin Covid-19 oleh masyarakat. Jumlah masyarakat Sumbar yang bersedia menerima vaksin hanya 47 persen, sedikit lebih baik dari Aceh yang sebanyak 46 persen. Survei tersebut dilakukan terhadap 115.000 responden di 34 provinsi di Indonesia.
Sementara itu, kesediaan masyarakat menerima vaksin di 32 provinsi lainnya 54 hingga 74 persen. Provinsi dengan persentase penerimaan tertinggi adalah Papua Barat sebesar 74 persen. Adapun persentase rata-rata penerimaan vaksin oleh masyarakat di Indonesia 65 persen, 27 persen ragu-ragu, dan 8 persen menolak.
Alasan masyarakat yang menolak vaksin, di antaranya, masih meragukan keamanan (30 persen), tidak yakin vaksin efektif (22 persen), tidak percaya vaksin (13 persen), takut efek samping (12 persen), alasan agama (8 persen), dan alasan lainnya (15 persen).
Defriman melanjutkan, selain penjelasan kepada masyarakat, keyakinan tenaga kesehatan dalam menerima vaksin juga menentukan. Jika tenaga kesehatan saja ragu, bagaimana masyarakat awam akan yakin terhadap vaksin. Keberhasilan vaksinasi pada tahap I untuk sumber daya manusia (SDM) bidang kesehatan menjadi kunci untuk keberhasilan vaksinasi pada tahap-tahap selanjutnya.
”SDM kesehatan yang menjadi sasaran vaksinasi pada tahap I memahami dan punya akses informasi mengenai vaksin. Yang saya wanti-wanti, vaksinasi tahap II, III, dan IV akan lebih berat. Kalau tahap I sukses, tenaga kesehatan bisa menerima, tidak ada keragu-raguan, jangankan mencapai cakupan minimal, masyarakat mungkin akan berbondong-bondong ingin divaksin,” ujar Defriman.
Ketika ada hal-hal belum diketahui jelas, ini menjadi pertanyaan bagi masyarakat Sumbar, apalagi terkait kehalalan.
Secara terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Sumbar Arry Yuswandi mengatakan, jaminan keamanan, efektivitas, dan kehalalan vaksin memang mempengaruhi penerimaan masyarakat di Sumbar terhadap program vaksinasi Covid-19. Bagi masyarakat Sumbar, kejelasan terkait aspek tersebut sangat penting. ”Ketika ada hal-hal belum diketahui jelas, ini menjadi pertanyaan bagi masyarakat Sumbar, apalagi terkait kehalalan,” kata Arry.
Menurut Arry, selain aspek keamanan dan efektivitas vaksin, aspek kehalalan vaksin juga menjadi penting bagi masyarakat Sumbar. Arry berkaca pada capaian imunisasi campak dan rubella (MR) di Sumbar pada 2018 yang juga berada pada posisi kedua terendah di Indonesia, satu tingkat di atas Aceh. Hingga Desember 2018, realisasi imunisasi MR di Sumbar berada di angka 41,61 persen dan Aceh 32,31 persen, jauh di bawah rata-rata cakupan nasional sebesar 72,75 persen.
”Pengalaman imunisasi MR pada 2018-2019, capaian Sumbar mirip dengan Aceh. Sumbar posisi ke-33 dan Aceh posisi ke-34 nasional. Faktor yang sangat berpengaruh adalah isu kehalalan vaksin. Dalam rapat beberapa waktu lalu, kami sudah meminta khusus ke Wakil Menteri Kesehatan bahwa jaminan kehalalan ini penting bagi Sumbar, yang masyarakatnya agamis,” ujar Arry.
Arry melanjutkan, untuk meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap vaksin Covid-19, dinkes terus menyosialisasikan pentingnya vaksinasi untuk memutus rantai penularan Covid-19 di Sumbar. Namun, untuk kejelasan aspek keamanan, efektivitas, dan kehalalan, dinkes masih menunggu informasi dari pemerintah pusat.
Terkait kesediaan SDM kesehatan yang menjadi sasaran vaksinasi Covid-19 tahap I, Arry mengatakan, sejauh ini tidak ada yang menyatakan menolak. Namun, memang masih ada tenaga kesehatan yang menanyakan informasi tentang keamanan, efektivitas, dan kehalalan vaksin. Selain untuk diri sendiri, informasi itu juga mereka perlukan untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat.
Pada Selasa (5/1/2021), Sumbar telah menerima kiriman 36.920 dosis vaksin Covid-19 dari Bio Farma di Bandung untuk vaksinasi tahap I. Hingga Rabu (6/1/2021), jumlah SDM kesehatan yang terdata dalam sistem 27.365 orang. Adapun jumlah data sementara masyarakat Sumbar yang menjadi sasaran vaksinasi Covid-19 (usia 18-59 tahun) adalah 3.299.447 orang dari total jumlah penduduk 5.441.197 orang (BPS, 2019).
Jefri (29), guru di Agam, mengatakan, dirinya masih ragu untuk mengikuti vaksinasi jika vaksin bagi masyarakat sudah tersedia. Sejauh ini masih belum ada kejelasan tentang keamanan dan kehalalan vaksin Covid-19, dan ia pun juga belum mempelajari secara khusus. ”Tetapi, setelah digunakan oleh golongan yang didahulukan dan tampak bagaimana efeknya serta mempelajarinya lebih lanjut, mungkin saya tidak ragu lagi,” kata Jefri.
Sementara itu, Rais Fitra (30), pedagang di Solok, mengatakan, dirinya bersedia divaksin apabila vaksin Covid-19 sudah tersedia untuk masyarakat. Ia yakin pemerintah sudah mempertimbangkan dengan matang dengan bantuan banyak ahli tentang keamanan dan efektivitas vaksin Covid-19. ”Pemerintah tidak mungkin asal memberikan vaksin,” kata Rais. Ia berharap dengan program vaksinasi, masyarakat aman dari Covid-19 dan kehidupan kembali normal.