Masih Ada yang Tak Taati Aturan di PSBB Malang Raya Jilid II
Untuk kedua kalinya, Malang Raya menjalani pembatasan aktivitas masyarakat pada 11-25 Januari 2021. Tujuannya satu, mencegah Covid-19 terus berkembang dan merenggut nyawa orang-orang tersayang.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·4 menit baca
MALANG, KOMPAS — Mulai 11 Januari 2021 hingga 25 Januari 2021, Malang Raya menerapkan pembatasan sosial berskala besar atau pelaksanaan pembatasan kegiatan masyarakat guna menekan laju Covid-19. Pada hari pertama PSBB jilid II, Senin (11/1/2021), sebagian warga sudah patuh, tetapi ada juga yang belum.
Berdasarkan pantauan, sebagian warung dan toko mulai menutup aktivitas berjualannya pada pukul 20.00. Sesuai aturan PSBB jilid II, maka warung, toko, dan mal harus sudah tutup pukul 20.00. Balai Kota Malang pun mengurangi aktivitas kerja ASN-nya di kantor (75 persen bekerja dari rumah), termasuk kantor BUMN dan swasta.
"Kami taat aturan pemerintah. Warung closed order pukul 20.00, seperti anjuran pemerintah. Apalagi sekarang warung sepi karena mahasiswa masih banyak yang tinggal di rumah karena kuliah daring," kata Fahmi, salah satu pengelola kafe di kampus kota malang ,Selasa (12/1/2021)
Meski demikian, masih banyak warga tidak patuh. Ketidakpatuhan dimulai dari hal dasar, seperti tidak mengenakan masker saat beraktivitas di luar rumah. Padahal, penyebab utama Kota Malang masuk dalam prioritas pembatasan sosial berskala besar (PSBB) atau PPKM (pelaksanaan pembatasan kegiatan masyarakat) 11-25 Januari 2021 adalah tingginya tingkat kematian akibat Covid-19.
Kami taat aturan pemerintah. Warung closed order pukul 20.00, seperti anjuran pemerintah. Apalagi sekarang warung sepi karena mahasiswa masih banyak tinggal di rumahnya karena kuliah masih daring. (Fahmi)
Beberapa pengusaha juga masih membuka usahanya di atas pukul 20.00. Senin (11/1/2021) malam, tim gabungan Satgas Covid-19 Kota Malang melakukan razia ke berbagai pusat keramaian di Kota Malang selepas pukul 20.00. Tim langsung meminta KTP para pemilik kafe yang tidak taat aturan dan masih buka pada saat itu.
Kepala Kepolisian Resor Kota Malang Kota Komisaris Besar Leonardus Simarmata berharap semua pihak mendukung upaya penanganan Covid-19 agar pandemi segera teratasi. ”Polresta Malang Kota mendukung kebijakan pemerintah dalam penanganan Covid-19. Kami harap masyarakat juga turut mematuhi aturan dan tetap menerapkan protokol kesehatan agar pandemi ini bisa tertangani dengan baik,” katanya.
Tingkat kematian tinggi
Data per 11 Januari 2021, Satgas Penanganan Covid-19 Kota Malang mencatat penambahan kasus baru 60 kasus sehingga total kasus Covid-19 di Kota Malang hingga saat itu 4.286 kasus. Adapun jumlah kematian pada hari tersebut 6 orang sehingga totalnya ada 409 kematian dari total 4.286 kasus.
Dari jumlah tersebut, artinya tingkat kematian akibat Covid-19 di Kota Malang mencapai 9,5 persen. Tingkat kematian tersebut terbilang tinggi karena jauh melampaui tingkat kematian Jawa Timur, yaitu 6,9 persen, dan tingkat kematian nasional 2,9 persen.
Tingginya tingkat kematian itu menempatkan Kota Malang dalam jajaran kabupaten/kota di Jawa Timur dengan tingkat kematian tertinggi, seperti Kota Pasuruan (11 persen), Kabupaten Jombang (10 persen), Kabupaten Tuban (10 persen), Kabupaten Nganjuk (10,9 persen), dan Kabupaten Banyuwangi (9,7 persen).
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Kota Malang Sri Winarni mengatakan, ada dua hal utama yang menyebabkan tingginya tingkat kematian, yaitu pertama, pasien datang dalam kondisi sudah parah. Dengan demikian, saat di RS, penanganannya sudah terlambat. Kedua, akhir-akhir ini saat kasus baru terus muncul, kapasitas rumah sakit bisa mencapai 80 persen, bahkan 100 persen. ”Sehingga saat ada pasien masuk, maka belum bisa terlayani atau bahkan harus dirujuk ulang ke rumah sakit lain yang kosong,” kata Sri Winarni, Selasa (12/1/2021).
Menurut Sri Winarni, sejak adanya tambahan rumah sakit lapangan, maka kapasitas rumah sakit untuk menampung pasien Covid-19 mulai bisa teratasi. ”Itu sebabnya, kami sangat mengimbau kepada masyarakat untuk menaati protokol kesehatan. Jangan terus ada tambahan kasus agar beban di rumah sakit tidak berat,” katanya.
Menurut dia, pada PSBB jilid 2 ini, jika masyarakat patuh dan tidak muncul banyak kasus baru, maka penanganan pasien di RS bisa lebih fokus. ”Apalagi jika pasien datang tidak terlambat, harapannya bisa menekan angka kematian. Pemkot sudah mengimbau melalui puskesmas-puskesmas agar masyarakat tidak takut untuk memeriksakan diri jika bergejala Covid-19. Jangan takut-takut untuk mendapat layanan kesehatan karena jika terlambat maka bisa jadi penanganannya juga terlambat,” kata Sri Winarni.
Wali Kota Malang Sutiaji berharap tokoh masyarakat dan agama turut menyosialisasikan pentingnya segera memeriksakan diri jika mendapat gejala sakit. ”Kalau memang sakit, segera saja periksa. Jangan takut nanti di-covid-kan. Yakinlah bahwa tenaga kesehatan kita sudah melakukan penanganan dengan prosedur dan protokol kesehatan ketat,” katanya.
Ketakutan tidak segera memeriksakan diri itulah yang menurut Sutiaji menjadi salah satu penyebab lambatnya kasus Covid-19 tertangani. ”Pasien Covid-19 yang meninggal rata-rata datang dengan penyakit penyerta yang sudah terlambat ditangani, seperti diabetes atau jantung. Jika saja mereka lebih cepat dirawat, mungkin saja tingkat kematian di Kota Malang tidak setinggi saat ini,” kata Sutiaji.
Pasien meninggal tersebut tidak hanya berasal dari usia rawan, seperti 50-an tahun ke atas, tetapi sudah sangat beragam dari berbagai lapis usia.