Kebakaran Ijen 2019 Munculkan Daerah Baru Rawan Banjir
Dampak kebakaran hutan di sekitar pegunungan Ijen pada tahun 2019 mulai terasa. Di Banyuwangi dan Bondowoso mulai muncul daerah baru rawan banjir akibat hilangnya daerah resapan di bagian hulu.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·4 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Dampak kebakaran hutan di sekitar pegunungan Ijen pada tahun 2019 mulai terasa. Di Banyuwangi dan Bondowoso mulai muncul daerah baru rawan banjir akibat hilangnya daerah resapan di bagian hulu.
Kebakaran besar di Pegunungan Ijen pada Oktober 2019 terjadi di Gunung Rante, Gunung Ijen, Gunung Widodaren, dan Cagar Alam Merapi Ungup-Ungup. Akibatnya, area resapan air seluas 971,731 hektar terbakar dan tidak bisa menahan air dengan optimal.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Banyuwangi Eka Muharram mengatakan, banjir di Desa Sidodadi, Kecamatan Wongsorejo, menjadi alarm peringatan dampak kebakaran hutan tahun 2019. Pasalnya, daerah yang hulu sungainya di Pegunungan Ijen tersebut sebelumnya tidak pernah kebanjiran.
”Wilayah Kecamatan Wongsorejo itu masuknya wilayah rawan kekeringan. Kami (BPBD Banyuwangi) sering mengirim bantuan air bersih ke sana. Namun, sekarang justru ada laporan kebanjiran. Dulu hanya Desa Bimorejo dan Bajul Mati yang dimasukkan sebagai daerah rawan banjir karena lokasinya dekat dengan Sungai Bajul Mati,” ungkap Eka.
Pasca-banjir yang terjadi di Desa Sidodadi, Minggu (31/1/2021), BPBD Banyuwangi kini kembali memetakan ulang wilayah rawan bencana banjir. Pasalnya, daerah rawan banjir justru semakin melebar.
Saat ini tutupan lahan yang menjadi daerah resapan semakin minim karena adanya kebakaran hutan yang terjadi pada 2019.(Eka Muharram)
Eka mencatat, Desa Bengkak, Bangsring, Alasbuluh, dan Sidodadi yang sebelumnya tidak masuk wilayah rawan banjir kini berpotensi masuk sebagai wilayah rawan banjir. Bahkan, kemungkinan desa-desa lain di sekitar juga masuk ke dalam daerah rawan banjir.
Daerah resapan
”Perluasan daerah rawan banjir terjadi karena sungai-sungai yang melintasi beberapa desa di Kecamatan Wongsorejo tersebut hulunya berada di Pegunungan Ijen. Saat ini tutupan lahan yang menjadi daerah resapan semakin minim karena adanya kebakaran hutan yang terjadi pada 2019,” tutur Eka.
Hasil identifikasi BPBD Banyuwangi, lanjut Eka, reboisasi untuk menutup lahan yang terbakar belum optimal. Tanaman yang ditanam masih terlalu kecil sehingga belum bisa menjadi penyangga untuk menyerap air.
Eka menduga dibutuhkan waktu lebih dari 10 tahun hingga akhirnya tutupan lahan yang terbakar tersebut kembali rapat. Dalam jangka waktu selama itu pulalah potensi banjir mengancam daerah-daerah yang dilintasi sungai yang memiliki hulu di Pegunungan Ijen.
”Saat tutupan lahan di hulu semakin terbuka, kondisi ini diperparah dengan alih fungsi lahan di bagian tengah. Sebagian hutan yang tidak terbakar justru beralih menjadi perkebunan. Tanaman perkebunan ini tidak bisa menahan air seperti halnya pepohonan keras di hutan,” tutur Eka.
Hal senada disampaikan Kepala BPBD Bondowoso Kukuh Triatmoko. Banjir di aliran Sungai Kalipait yang diikuti longsoran hingga memutus akses jalur Bondowoso ke Gunung Ijen merupakan dampak dari kebakaran kawasan Pegunungan Ijen pada 2019.
”Aliran Sungai Kalipait tidak pernah sederas kali ini. Aliran Sungai Kalipait meluap karena sungainya memang dangkal. Namun, material lumpur dan ranting kayu ini membuat air meluap dan aliran sungai seperti jeram,” ungkap Kukuh.
Material kayu juga tampak di aliran Sungai Kalipait yang mengalir hingga ke Desa Belawan. Ranting-ranting kayu tersebut bercampur dengan lumpur menerjang pemandian air panas dan kandang ternak milik warga yang berada di bantaran sungai.
Melihat banyaknya material ranting kayu, Kukuh yakin, kayu-kayu tersebut berasal dari sisa-sisa kebakaran hutan yang terjadi di Pegunungan Ijen. Hulu Sungai Kalipait yang berasal dari dam atau bendungan di kawah Ijen tersebut mengalir melalui daerah yang sebelumnya terbakar.
Reboisasi
”Sebagian lahan yang terbakar memang sudah sempat direboisasi, tetapi belum bisa optimal menahan air saat terjadi hujan lebat di hulu. Tidak adanya kemampuan untuk menahan air inilah yang menyebabkan tanah longsor dan debit air di Sungai Kalipait meningkat,” tuturnya.
Banjir dan longsor Kalipait, lanjut Kukuh, tidak terkait dengan banjir besar di Desa Sempolan, Kecamatan Ijen, Bondowoso, tahun 2020. Banjir kala itu merupakan akibat alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan di Gunung Suket, Bondowoso, sedangkan banjir kali ini berasal dari hulu Pegunungan Ijen.
Pegunungan Ijen yang terdiri dari Gunung Rante, Gunung Ijen, Gunung Widodaren, dan Cagar Alam Merapi Ungup-Ungup berada di perbatasan Kabupaten Bondowoso dan Banyuwangi. Hulu Ijen yang mengarah ke timur menuju ke Banyuwangi hingga bermuara di Selat Bali. Sementara yang ke arah barat menuju ke Bondowoso hingga ke Situbondo dan bermuara di Laut Jawa di sisi utara.
Pada 2019, kebakaran melanda daerah tersebut hingga menghanguskan lahan seluas 971,731 hektar. Kebakaran tersebut meliputi wilayah Kabupaten Bondowoso 115,135 hektar dan wilayah Kabupaten Banyuwangi 856,596 hektar.
Jika dilihat dari status hutan, dari total 971,731 hektar lahan yang terbakar, 32 hektar terjadi di kawasan taman wisata alam Gunung Ijen dan 939,731 hektar sisanya merupakan kawasan cagar alam.