Ferrari tinggal selangkah lagi meninggalkan tradisi memiliki pebalap yang belum pernah juara dunia Formula 1. Namun, kultur itu masih bisa dijaga jika Charles Leclerc dan rekan barunya, Carlos Sainz, juara musim ini.
Oleh
AGUNG SETYAHADI
·4 menit baca
MARANELLO, KAMIS — Ferrari adalah sebuah mimpi, begitu sabda sang pioner Enzo Ferrari tentang karya besarnya. Dia tidak membangun mobil, tetapi mesin yang mampu melesat cepat, hingga semua orang berkhayal bisa mengendarainya. Bahkan, para pebalap Formula 1 pun selalu tergoda memacu mobil merah tim asal Italia itu. Mimpi itu baru saja diraih Carlos Sainz yang menggantikan Sebastian Vettel mulai 2021.
Pebalap Spanyol berusia 25 tahun itu dikontrak Ferrari selama dua tahun hingga 2022, Kamis (14/5/2020). Sainz mewakili perubahan paradigma Ferrari dalam perburuan gelar juara F1. Untuk pertama kali sejak 2007, Ferrari berpeluang tidak akan diperkuat pebalap yang pernah menjadi juara dunia. Tradisi itu hanya bisa dijaga jika Charles Leclerc (22) maupun Sainz juara pada musim ini.
Namun, tradisi itu sepertinya tidak penting lagi bagi Ferrari karena mereka mengincar masa depan. Formula 1 dengan perubahan regulasi yang akan membuat semua tim lebih kompetitif mulai 2022, menjadi medan pertempuran yang disasar Ferrari. Tim ”Kuda Jingkrak” pun membangun tim muda sekaligus menanamkan filosofi warisan Enzo Ferrari.
”Balapan adalah kegilaan besar tempat seseorang mengorbankan segalanya, tanpa sikap diam, tanpa keraguan,” demikian Ferrari.
Kepala Tim Ferrari Mattia Binotto menegaskan visi jangka panjang mereka. ”Kami mengawali siklus baru dengan tujuan kembali ke puncak Formula 1. Ini akan menjadi perjalanan panjang, bukan tanpa kesulitan yang menyertai, khususnya kondisi finansial saat ini serta kondisi regulasi, dengan perubahan drastis sedang berlangsung dan akan menuntut tantangan ini untuk diatasi dengan cara berbeda dibandingkan sebelumnya,” tegasnya.
Leclerc dan Sainz menjadi pasangan termuda di Ferrari dalam hampir setengah abad. Ini menjadi perubahan besar yang dipicu oleh paceklik gelar juara pebalap sejak 2007 dan gelar konstruktor sejak 2008. Mereka berada dalam bayang-bayang Mercedes sejak era mesin hibrida V6 turbo dan kini mulai diusik Red Bull.
Mereka pun menyadari, pebalap muda tidak bisa dianggap sebelah mata setelah Leclerc mampu tampil lebih bagus daripada Vettel, peraih empat kali juara dunia pada 2010-2013 saat bersama Red Bull.
Performa Leclerc membuka skenario baru bagi Ferrari, yang menemukan alasan untuk mengatakan cukup pada Vettel. Leclerc adalah pebalap utama mereka dan Vettel akan menjadi pendukung. Hal itu bisa dibaca dari tawaran kontrak setahun pada pebalap Jerman itu. Padahal, dia selalu menyegel kontrak dengan durasi tiga tahun dan gaji besar. Negosiasi tidak menemui titik temu dan berakhir dengan perpisahan pada Selasa (12/5/2020). Musim ini akan menjadi musim terakhir Vettel di Ferrari.
Membangun sejarah baru
Pengganti Vettel, menurut analis F1 Lawrence Baretto, sudah dirancang sejak lama. Ferrari telah lama membangun komunikasi dengan Sainz. Putra mantan pereli kawakan Carlos Sainz itu sudah menarik perhatian Ferrari sejak dia bergabung dengan Renault lalu berkembang pesat di McLaren pada 2019.
Sainz musim lalu mempersembahkan podium untuk pertama kali dalam enam tahun bagi tim Inggris itu dengan finis ketiga di Brasil. Dia juga membantu McLaren finis keempat di klasemen konstruktor. Performanya terlihat dalam pencapaiannya finis keenam, tertinggi di antara pebalap tim-tim papan tengah.
Namun, Ferrari bukan sekadar mencari pebalap cepat. Mereka membutuhkan sosok yang gigih, berkomitmen total, dan mampu bekerja sama dalam tim. Sainz telah menunjukkan itu saat mendapat kontrak tahun jamak bersama McLaren dengan pindah ke Inggris. Dia ingin sedekat mungkin dengan tim, terlibat dalam pengembangan mesin, sekaligus membangun ikatan dengan para teknisinya.
”Dia terus mendorong dirinya secara fisik, sedangkan secara analitis menggali sedalam mungkin kemampuan membalapnya dan mencari area-area untuk diperbaiki, dikelompokkan sesuai prioritas,” tulis Baretto di laman Formula 1.
Memiliki dua pebalap muda yang cepat, gigih, beretos kerja tinggi, dan cerdik, membuat Ferrari memiliki andalan untuk kembali berjaya. Mereka sama-sama berpeluang menjadi juara.
Sainz bukanlah pebalap nomor dua di bawah Leclerc, karena Ferrari akan menciptakan persaingan internal yang terbuka, sepadan, dan sehat. Seandainya Leclerc dilampaui oleh Sainz, hal itu tidak akan menjadi alasannya untuk keluar seperti Vettel. Darah muda akan membuat Leclerc berjuang lebih keras untuk menjadi yang terbaik.
Balapan adalah kegilaan besar tempat seseorang mengorbankan segalanya, tanpa sikap diam, tanpa keraguan.
Sekilas ini mirip dengan Mercedes saat memiliki Lewis Hamilton dan Nico Rosberg. Bedanya kedua pebalap itu telah bersama-sama sejak di gokar. Mereka telah membangun spirit pertemanan serta persaingan yang sehat sejak masih belia. Lihatlah apa yang dilakukan Rosberg untuk mengalahkan Hamilton, bekerja ekstra keras, bahkan hingga menyewa psikolog untuk merawat pikiran positif.
”Saya sangat senang akan membalap untuk Scuderia Ferrari pada 2021 dan saya bersemangat menyambut masa depan saya bersama tim,” ujar Sainz yang merunut jejak idolanya, Fernando Alonso. Namun, Alonso yang dua kali juara dunia bersama Renault (2005-2006) juga gagal menjadi juara dunia bersama Ferrari (2010-2014).
Sainz membangun mimpi yang sama, menjadi juara dunia bersama Ferrari. Namun, dia akan berjuang menghindari nasib yang sama dengan idolanya, Alonso, juga nestapa Vettel yang gagal mengikuti jejak idolanya, Michael Schumacher. Sainz sedang membangun sejarahnya sendiri, yang diharapkan gemilang. Dia tidak ingin menjadi nomor dua, seperti pesan Enzo Ferrari, ”kedua adalah pertama bagi para pecundang.”