Covid-19 masuk dalam kategori penyakit akibat kerja sehingga tenaga kesehatan yang meninggal karena Covid-19 diasumsikan sebagai JKK. BP Jamsostek melindungi 1.625 tenaga medis dan sukarelawan yang terdaftar BNPB.
Oleh
Hotbonar Sinaga
·5 menit baca
Saat dimulainya penanganan pandemi korona pada Maret 2020, kekurangan alat pelindung diri yang dibutuhkan tenaga kesehatan kerap dipermasalahkan.
Pengadaan alat pelindung diri sudah dilakukan pemerintah pusat dan daerah, BUMN (Bank Mandiri, Waskita, Jasindo, Pelindo), serta perusahaan asuransi patungan (Prudential, AXA Mandiri, dan lain-lain).
Dalam rapat terbatas pada 19 Maret 2020, Presiden Joko Widodo menyatakan, perlu kepastian ketersediaan alat pelindung diri (APD) bagi tenaga kesehatan yang rawan tertular. Untunglah, kelangkaan segera tertangani berkat partisipasi para pihak dan semangat kedermawanan masyarakat.
Seorang anak di Bandung bahkan memecah tabungannya untuk membantu pengadaan APD. Penduduk Sleman, Steven Indra Wibowo, mendonasikan Rp 12 miliar hasil penjualan 2 rumah, 7 mobil, dan 3 sepeda motor. Luar biasa!
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan mengatur bahwa salah satu hak mereka adalah memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja atau occupational safety and health, termasuk di antaranya APD. Namun, itu baru perlindungan fisik. Bagaimana dengan perlindungan lain, khususnya yang terkait aspek finansial?
Insentif dan santunan
Pada 27 April 2020, pemerintah melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 278 Tahun 2020 menerbitkan ketentuan pedoman insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan yang khusus menangani Covid-19. Sasaran insentif adalah tenaga kesehatan ASN, non-ASN, dan sukarelawan yang ditetapkan pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan.
Tenaga kesehatan dimaksud bekerja di fasilitas pelayanan atau institusi kesehatan yang menangani Covid-19, yaitu RSPI Sulianti Saroso, RS Persahabatan, RS Wisma Atlet, RS khusus infeksi Covid-19 Pulau Galang, serta RS milik pemerintah pusat, seperti RS milik TNI/Polri atau pemda serta RS milik swasta yang ditetapkan pemerintah pusat atau daerah.
Selain di rumah sakit, juga tenaga kesehatan yang bekerja di kantor kesehatan pelabuhan, balai teknik kesehatan lingkungan dan pengendalian penyakit, dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota, puskesmas, dan laboratorium yang ditetapkan Kemenkes.
Kualifikasi tenaga kesehatan yang mendapatkan insentif dan santunan kematian adalah dokter spesialis, dokter, dokter gigi, bidan, perawat, dan tenaga medis lain yang bekerja di rumah sakit di atas dengan rincian setinggi-tingginya per bulan (berlaku Maret-Mei 2020 dengan opsi diperpanjang). Dokter spesialis Rp 15 juta, dokter umum dan gigi Rp 10 juta, bidan dan perawat Rp 7,5 juta, dan tenaga medis lain Rp 5 juta.
Insentif untuk tenaga kesehatan nonrumah sakit dan fasilitas kesehatan tingkat provinsi dan kabupaten kota, puskesmas, dan laboratorium yang ditetapkan Kemenkes ditetapkan maksimal Rp 5 juta. Termasuk kategori ini adalah petugas kebersihan, pengemudi ambulans, juru masak, pesuruh, dan sebagainya.
Langkah pemerintah memberikan insentif dan santunan kematian bagi garda terdepan penanganan Covid-19 wajib diapresiasi. Dari aspek manajemen risiko, para tenaga kesehatan tersebut berisiko fatalitas relatif paling tinggi dibandingkan dengan pasien positif korona ataupun ODP dan PDP.
Permenkes tersebut menyatakan, sumber pendanaan berasal dari APBN atau pemerintah daerah. Untuk insentif, di luar pendapatan bulanan yang secara rutin mereka peroleh, jumlahnya diharapkan memadai. Namun, bagaimana dengan santunan? Jika dipikul dari anggaran ini, berarti ditanggung sendiri.
Mengelola pendanaan
Beberapa kepala daerah bingung mengatasi masalah pendanaan ini. Akan lebih baik jika digunakan mekanisme asuransi atau jaminan sosial. Dengan demikian, santunan dapat dibayarkan dan diterima ahli waris dengan prosedur pembayaran yang cepat dan tepat.
Bekerja sama dengan BNPB, BP Jamsostek berinisiatif akan mengikutsertakan 8.000 tenaga medis dan sukarelawan yang menangani Covid-19 dalam program jaminan sosial, yakni Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) selama tiga bulan (April-Juni 2020) dengan kemungkinan dapat diperpanjang.
Iuran JKM Rp 6.800 dan JKK Rp 59.500 per kepala per bulan. Pendanaan iuran bersumber dari 50 persen gaji, mulai dari dewan pengawas, direksi, hingga 6.100 karyawan.
Covid-19 masuk dalam kategori penyakit akibat kerja sehingga tenaga kesehatan yang meninggal karena Covid-19 diasumsikan sebagai JKK. Saat ini, BP Jamsostek melindungi 1.625 tenaga medis dan sukarelawan yang terdaftar pada BNPB. Bank Danamon juga melakukan hal serupa dengan melindungi 10.000 sukarelawan terdaftar di BNPB yang diikutkan dalam program jaminan sosial melalui program GN Lingkaran dari BP Jamsostek.
Program Gerakan Nasional dibangun sebagai sarana bagi masyarakat atau perusahaan yang ingin berdonasi berupa pembayaran iuran jaminan sosial tenaga kerja mandiri yang rentan, termasuk sektor informal bukan penerima upah.
Covid-19 masuk dalam kategori penyakit akibat kerja sehingga tenaga kesehatan yang meninggal karena Covid-19 diasumsikan sebagai JKK.
Apabila diasumsikan besarnya upah Rp 6 juta, santunan kematian karena penyakit akibat kerja bagi tenaga medis besarnya 48 x Rp 6 juta ditambah biaya kubur dan santunan berkala, maka total santunan melampaui angka Rp 300 juta.
Selain APBN/APBD bagi tenaga kesehatan, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah, perusahaan dapat memanfaatkan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Jika sudah tidak tersedia, perlu pengorbanan dari jajaran pengurus dan pegawai perusahaan seperti BP Jamsostek.
Bagi BUMN, inisiasi dapat dilakukan oleh kementerian sebagai pemegang saham berkoordinasi dengan Forum Human Capital Indonesia. Mekanisme GN Lingkaran seperti yang dikemukakan di atas dapat menjadi pilihan pendanaan untuk membayar iuran para sukarelawan kesehatan yang tidak rutin menerima upah.
Salah satu kreasi yang patut dicontoh adalah yang dilakukan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara. Gubernur Olly Dondokambey pada 20 April 2020 menerbitkan pergub tentang pemberian dana hibah untuk perlindungan jaminan sosial tenaga kerja bagi tenaga kesehatan bekerja sama dengan BP Jamsostek yang berlaku selama masa tanggap darurat.
Hotbonar Sinaga
Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi), Dosen Manajemen Risiko & Asuransi FEB UI 1976-2016