JAKARTA, KOMPAS - Di tengah-tengah mempersiapkan tahapan Pilkada Serentak 2018 di 171 daerah, pemilu legislatif (Pileg), dan pemilu presiden (Pilpres) 2019, Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus mengganti anggotanya di lebih dari separuh provinsi maupun kabupaten dan kota.
Proses seleksi sudah berjalan. Ada juga cerita-cerita unik di tengah pembentukan tim seleksi terhadap anggota KPU di daerah.
Tim seleksi terhadap anggota KPU dibentuk dengan melibatkan sebagian besar akademisi serta masyarakat sipil di daerah setempat. Hal ini dilakukan agar mereka bisa mengenali calon anggota KPU secara lebih mendalam.
Faktor waktu, sempat jadi cerita lucu. Biasanya, anggota KPU RI mengelar pleno malam hari karena kesibukan mereka. Siapa-siapa saja yang menjadi anggota tim seleksi juga diputuskan dalam rapat itu.
“Ada pengalaman staf KPU menelepon untuk minta kesediaan menjadi anggota tim seleksi di provinsi malam-malam, justru dimarahi,” kata Ketua KPU Arief Budiman saat memberi sambutan dalam pelantikan tim seleksi di 35 daerah, di Jakarta, Selasa (20/3).
Ceritanya, saat itu, rapat pleno baru rampung pukul 20.00 WIB. Sementara di daerah tempat tim seleksi itu tinggal di Indonesia bagian timur, sudah masuk pukul 22.00.
Anggota KPU kemudian meminta staf Sekretariat Jenderal KPU untuk menghubungi calon anggota tim seleksi itu pada hari yang sama. Saat dihubungi, ia baru saja tertidur. Saat disampaikan bahwa telepon dari KPU, orang itu malah marah-marah.
“Dari KPU. Kamu mengaku-aku saja. Saya sudah sering terima telepon orang mengaku-aku saja. Dia lalu menutup telepon,” kata Arief Budiman sambil tertawa.
Persoalan baru selesai, setelah salah seorang anggota KPU mengirim pesan singkat berkabar lebih dahulu, sembari memberi tahu seorang staf Setjen KPU akan menelepon.
“Setelah ditelepon lagi, baru dia bilang ke staf tadi. Kenapa tidak bilang dari tadi. Ha-ha-ha,” kata Arief.
Cerita lain muncul setelah tim seleksi terbentuk. Tiap tim seleksi terdiri dari lima orang. Mereka diminta untuk memilih sendiri ketua dan sekretaris tim seleksi.
Saat semua tim daerah lain pada gelombang pelantikan tim seleksi itu, ada tim seleksi di salah satu provinsi yang molor sehingga sehari kemudian.
Ternyata, semua menunjuk ke satu anggota tim seleksi yang berdomisili di Jakarta, tetapi yang bersangkutan tidak bersedia.
Titik penting
Seleksi anggota KPU di tahun 2018 merupakan tonggak penting bagi pelaksanaan Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.
Berdasarkan data KPU, akan ada pergantian anggota KPU di 25 provinsi serta 326 kabupaten dan kota pada kurun waktu Mei hingga Desember 2018.
Masa jabatan para anggota KPU di daerah tersebut akan berakhir secara bergelombang, yakni 23 daerah (Mei), 116 daerah (Juni), 39 (Juli), 10 (Agustus), 7 (September), 114 (Oktober), 2 (November), dan 40 (Desember).
Di sebagian kecil daerah, ada anggota KPU di daerah itu masa jabatannya habis hanya hitungan hari sebelum hari pemungutan suara Pilkada 2018.
Oleh karena itu, anggota KPU Evi Novida Ginting berharap tim seleksi benar-benar bisa menghasilkan orang yang dari segi integritas, profesionalitas, dan kemampuan bisa membantu KPU menyelenggarakan Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.
Apalagi, untuk pertama kali, pada tahun 2019, pemilu legislatif dan pemilu presiden diselenggarakan di hari yang sama.
“Tentu ini menghasilkan tekanan dan tantangan yang berbeda dibandingkan pemilu sebelumnya. Pergantian di tengah tahapan pemilihan ini tentu tidak mengenakkan bagi semua. Namun, undang-undang tidak memungkinkan untuk memperpanjang masa kerja KPU provinsi maupun kabupaten dan kota,” kata Evi.
Dia juga mengingatkan agar tim seleksi juga memilih orang yang sudah siap bekerja. Selain itu, pemilihan dilakukan secara adil, tidak memberikan kemudahan bagi orang-orang yang dianggap satu kelompok atau organisasi dengan anggota tim seleksi.