JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu melaporkan dua pengurus Partai Solidaritas Indonesia ke Badan Reserse Kriminal Polri, Kamis (17/5/2018), atas dugaan kampanye Pemilu 2019 di luar jadwal. Penyidik Polri punya waktu 14 hari untuk melimpahkan berkas perkara ke penuntut umum sejak laporan tersebut diterima.
Dua pengurus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang dilaporkan Bawaslu ke Polri itu ialah Sekretaris Jenderal PSI Raja Juli Antoni serta Wakil Sekretaris Jenderal PSI Chandra Wiguna. Laporan tersebut diterima Bareskrim Polri dengan Surat Tanda Terima Laporan Nomor 02/TM/PL/RI/00.00/IV/2018.
Dua pengurus itu diduga berkampanye melalui media cetak Jawa Pos edisi 23 April 2018. Survei tersebut berisi ajakan untuk terlibat dalam mengisi survei alternatif calon wakil presiden dan kabinet kerja Presiden Joko Widodo 2019-2024. Di iklan itu juga tercantum foto Joko Widodo, lambang PSI, nomor 11, calon wakil presiden dengan 12 foto dan nama, serta 129 foto dan nama calon untuk jabatan menteri ataupun pejabat tinggi negara.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pada Pasal 1 angka 35 menyebut kampanye ialah kegiatan peserta pemilu atau pihak yang ditunjuk peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program, dan/atau citra diri peserta pemilu. Materi kampanye itu dinilai sudah memenuhi unsur citra diri.
Ketua Bawaslu Abhan di Gedung Bawaslu, Jakarta, Kamis siang, menuturkan, Bawaslu sudah mengundang ketua umum, sekretaris jenderal, dan pihak terkait PSI, tetapi Ketua Umum PSI belum hadir. Bawaslu baru bisa mengklarifikasi dua orang, yakni Sekjen dan Wakil Sekjen PSI. Karena menghadapi keterbatasan waktu, Bawaslu melaporkan kedua orang tersebut.
”Kami serahkan ke Polri dengan harapan bahwa dalam proses penyidikan bisa pengembangan. Siapa saja yang bertanggung jawab, apakah ada pihak lain. Polisi punya kewenangan lebih untuk bisa memanggil paksa orang yang diduga melanggar pidana. Bawaslu tidak ada kewenangan itu,” kata Abhan.
Menurut dia, terlapor diduga melanggar Pasal 429 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal itu berbunyi lebih kurang, setiap orang dengan sengaja berkampanye di luar jadwal ditetapkan KPU, untuk setiap peserta pemilu, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta.
Sesuai dengan UU No 7/2017, kampanye dilarang dilakukan di luar jadwal yang ditetapkan oleh KPU. Pada Pemilu 2019, jadwal kampanye ditetapkan KPU berlangsung 23 September 2018 hingga 13 April 2019.
Abhan juga menuturkan, sebelum melaporkan dua pengurus PSI, temuan dugaan pelanggaran ini juga sudah dibahas di Sentra Penegakan Hukum Terpadu yang terdiri dari petugas Bawaslu, polisi, dan jaksa. Hasilnya, temuan itu direkomendasikan untuk diteruskan ke tahap penyidikan.
”Kasus ini sudah dibahas tiga lembaga, juga sudah hadirkan keterangan ahli, baik dari ahli bahasa maupun dari Komisi Pemilihan Umum. Nanti akan diuji dalam proses pengadilan,” kata Abhan.
Pengurus PSI menggelar jumpa pers di Kantor DPP PSI di Jakarta untuk menyikapi pelaporan tersebut. Dalam siaran pers yang dibagikan kepada wartawan di Kantor DPP PSI, Sekretaris Jenderal PSI Raja Juli Antoni menyatakan menghormati keputusan Bawaslu. Namun, PSI akan menggunakan haknya untuk melawan secara hukum karena merasa ada perbedaan tafsir hukum.
PSI akan menggunakan haknya untuk melawan secara hukum karena merasa ada perbedaan tafsir hukum.
”Materi kami tidak memuat visi, misi, serta program partai. Padahal, itu definisi kampanye menurut Pasal 274 UU Pemilu,” kata Raja Juli.
Adapun Pasal 274 UU Pemilu hanya menyebutkan materi kampanye berisi visi, misi, dan program parpol, perseorangan calon anggota DPD, serta calon presiden dan wakil presiden.
Dia juga menyampaikan, sebagai partai baru, dia merasa dizalimi. Menurut dia, kasus ini berawal dari temuan anggota Bawaslu, M Afifuddin. Proses penanganan kasus ini, katanya, sangat cepat. Sementara itu, beberapa hari lalu juga ada pelaporan ke Bawaslu terhadap partai yang berkampanye di berbagai media massa.
Kami berharap ada perlakuan yang setara di depan hukum. Hukum jangan diskriminatif. Kalau PSI diproses, bagaimana dengan partai-partai lain?
”Kami berharap ada perlakuan yang setara di depan hukum. Hukum jangan diskriminatif. Kalau PSI diproses, bagaimana dengan partai-partai lain?” kata Raja Juli.