Penambahan Wakil Ketua DPD Direalisasikan Akhir Mei
Oleh
A Ponco Anggoro
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Penambahan satu pimpinan Dewan Perwakilan Daerah atau DPD seperti diamanahkan oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, disepakati akan direalisasikan saat Sidang Paripurna DPD, 31 Mei mendatang.
Penambahan pimpinan DPD dilakukan sekalipun hal itu diyakini tak akan mampu meningkatkan kinerja DPD, tetapi justru akan memunculkan rasa antipati publik terhadap DPD.
Penambahan pimpinan DPD dilakukan sekalipun penambahan pimpinan diyakini tak akan mampu meningkatkan kinerja DPD, tetapi justru akan memunculkan rasa antipati publik terhadap DPD.
Penambahan pimpinan DPD disepakati direalisasikan akhir Mei ini setelah Sidang Paripurna DPD, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (22/5), mensahkan tata tertib DPD. Salah satu isi tata tertib yang akan disahkan itu mengatur tata cara penambahan satu wakil ketua DPD.
Dalam tata tertib itu, setiap anggota DPD, kecuali anggota dari tiga provinsi yang sudah terwakili di unsur pimpinan DPD saat ini, berhak mendaftarkan diri sebagai calon wakil ketua DPD. Ini berarti anggota DPD dari Maluku, Kalimantan Barat, dan Sumatera Utara tidak bisa mencalonkan diri karena tiga unsur pimpinan DPD saat ini berasal dari tiga provinsi itu.
Namun untuk bisa dipilih oleh anggota DPD lainnya, calon harus terlebih dulu mengantongi dukungan dari paling sedikit sepuluh anggota DPD yang berasal dari provinsi yang berbeda.
Selanjutnya, jika syarat tersebut sudah terpenuhi, calon yang terbanyak dipilih oleh anggota DPD, akan menjabat wakil ketua DPD. Sementara jika saat pemilihan ada lebih dari satu calon dengan jumlah suara terbanyak yang sama, pemilihan dilakukan kembali khusus bagi calon-calon tersebut, untuk mencari calon dengan perolehan suara terbanyak.
Anggota DPD dari Sulawesi Selatan Ajiep Padindang menjadi salah satu yang berkeinginan maju dalam pemilihan. "Saya ingin bersama pimpinan DPD lain meningkatkan kinerja DPD sekaligus mengawal tugas baru DPD yang diamanahkan UU 2/2018, yaitu mengevaluasi rancangan perda dan perda,” katanya.
Ajiep menduga tak akan banyak anggota DPD yang berkeinginan maju menjadi wakil ketua DPD. Pasalnya, masa jabatan wakil ketua DPD tersebut hanya satu tahun hingga jabatan DPD berakhir di 2019. Dalam masa tersisa ini, anggota DPD lebih fokus berada di daerah, menjaring suara calon pemilih, agar terpilih kembali di Pemilu 2019.
“Sementara kalau menjabat wakil ketua DPD, urusannya lebih banyak berada di Jakarta,” tambahnya.
Adapun Anggota DPD dari Sulawesi Utara Benny Rhamdani berpandangan, untuk pengisian wakil ketua DPD, lebih baik diserahkan kepada tiga pimpinan DPD yang sudah ada.
“Sebab, dengan masa kerja DPD yang tersisa tinggal satu tahun, ditambah beban kerja yang kian berat dengan penambahan tugas baru DPD, pimpinan harus kompak dan bekerja sama. Untuk itu, serahkan saja kepada pimpinan yang ada sekarang, siapa figur yang tepat untuk mengisi kursi tambahan itu,” jelasnya.
Kinerja
Namun sekalipun penambahan pimpinan DPD sepakat direalisasikan akhir Mei, anggota DPD dari Maluku Anna Latuconsina mengkritisi kebijakan penambahan itu.
Penambahan pimpinan, menurut dia, tidak akan membuat kinerja DPD lebih baik. Kinerja DPD diyakininya sulit menjadi lebih baik selama kewenangan DPD, khususnya dalam pengesahan undang-undang, masih terbatas. “Jadi sehebat apapun orangnya yang nanti akan terpilih, selama kewenangan DPD masih terbatas, ya sama saja DPD akan tetap seperti selama ini,” katanya.
Penambahan pimpinan justru akan menimbulkan rasa antipati publik. Publik akan melihat elit-elit negara ini hanya memikirkan dirinya sendiri ketika masyarakat dihadapkan pada situasi perekonomian yang memburuk.
“Sebab, penambahan ini akan membuat keuangan negara semakin terbebani. Gaji, tunjangan dan fasilitas baru untuk pimpinan DPD yang baru sedangkan kondisi ekonomi masyarakat sedang memburuk,” ujarnya.
Sekalipun keberatan dengan kebijakan penambahan tersebut, Anna mengaku DPD tak bisa berbuat banyak. Pasalnya penambahan itu merupakan amanah dari UU 2/2018 yang dilahirkan oleh Pemerintah bersama DPR.
“Kalau sudah amanah dari undang-undang, apalagi DPR dan MPR sudah ditambah pimpinannya dengan dasar undang-undang itu, tidak mungkin DPD melanggar amanah dari undang-undang,” jelasnya.