JAKARTA, KOMPAS – Presiden Joko Widodo dinilai perlu mengingatkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly untuk segera mengundangkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum terkait Pencalonan Anggota Legislatif. Sebab, langkah Kementerian Hukum dan HAM yang kembali mempersoalkan substansi pelarangan pencalonan bekas napi korupsi bisa ditafsirkan sebagai intervensi terhadap kemandirian KPU, sekaligus bisa mengancam pemilu.
"Presiden sebagai pimpinan tertinggi pemerintahan perlu mengingatkan menterinya. Seperti pernah disampaikan Presiden, keputusan akhir terkait PKPU yang melarang pencalonan mantan narapidana kasus korupsi itu ada di KPU sebagai lembaga mandiri,” kata pendiri Constitutional and Electoral Reform (Correct) yang juga anggota KPU Periode 2012-2017, Hadar Nafis Gumay di Jakarta, Rabu (6/6/2018).
Hadar mengingatkan bahwa KPU berkejaran dengan waktu untuk menjalankan tahapan Pemilu 2019. Pada awal Juli mendatang, pencalonan caleg DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sudah dimulai. Sementara itu, pada pekan depan, instansi pemerintah sudah akan menjalani cuti bersama Hari Raya Idul Fitri. Keterlambatan ini pengundangan PKPU Pencalonan bisa menganggu tahapan Pemilu 2019.
Menurut dia, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) hanya punya kewenangan untuk mengundangkan dan menyebarluaskan peraturan, termasuk PKPU, sehingga tidak punya otoritas untuk mempermasalahkan, mengubah, atau bahkan menolak substansi PKPU. Ini karena PKPU sudah disusun dengan proses konsultasi yang melibatkan DPR dan Pemerintah. Sifat konsultasi itu juga tidak mengikat KPU sebagai lembaga yang mandiri. Dia menilai, penolakan Kemenkumham bisa dimaknai sebagai upaya intervensi terhadap kemandirian KPU.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyampaikan pihaknya akan menolak mengundangkan PKPU yang melarang pencalonan mantan napi korupsi. Hal ini dianggapnya tidak sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Selasa pagi, KPU juga sempat memenuhi undangan Kemenkumham untuk memberikan penjelasan mengenai pelarangan pencalonan bekas napi korupsi itu, yang juga sudah muncul dalam PKPU Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPD. PKPU itu sudah diundangkan 12 April 2018.
Ketua KPU Arief Budiman mengaku KPU masih menunggu respons dari Kemenkumham terhadap PKPU Pencalonan yang dikirimkan untuk diundangkan. Arief masih meyakini PKPU itu akan diundangkan.
Menurut dia, seperti halnya pengajuan PKPU yang sudah berlangsung selama ini, Kemenkumham hanya memeriksa prosedur administrasi serta apakah ada kesalahan penulisan. Tidak pernah sampai menyoal substansi.
Kemenkumham hanya memeriksa prosedur administrasi serta apakah ada kesalahan penulisan. Tidak pernah sampai menyoal substansi.
Arief juga mengingatkan bahwa proses penyusunan PKPU itu tidak sama dengan penyusunan peraturan kementerian dan lembaga negara lainnya. PKPU disusun melalui proses konsultasi bersama DPR dan pemerintah.
“KPU bahkan tidak hanya melakukan rapat konsultasi, tetapi juga melakukan uji publik berkali-kali dengan mengundang dan berdiskusi bersama ahli,” kata Arief.