JAKARTA, KOMPAS Dugaan penerimaa imbalan oleh Wakil Ketua DPR dari Partai Amanat Nasional Taufik Kurniawan kembali menunjukkan masih mudahnya wakil rakyat memanipulasi anggaran demi kepentingannya. Agar tidak terulang, kasus Taufik harus dijadikan momentum untuk mendorong perubahan sistem penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN.
“Sudah saatnya ke depan, DPR mempertimbangkan e-budgeting atau sistem lain yang membuat pembahasan APBN lebih transparan, sehingga publik bisa ikut mengawasi,” ujar Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang juga Anggota DPR dari Fraksi PPP Arsul Sani, di Jakarta, Rabu (31/10/2018).
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Taufik sebagai tersangka penerimaan imbalan atas pengurusan dana alokasi khusus (DAK) fisik di APBN Perubahan 2016 untuk APBD Perubahan Kebumen 2016.
Taufik bukan yang pertama. Sebelumnya, sejumlah anggota DPR juga terlibat kasus yang sama, misalnya Waode Nurhayati yang juga politisi PAN (terkait pembahasan dana perimbangan daerah), Adriansyah dari Fraksi PDI-Perjuangan turut mengatur proyek di daerah pemilihannya, Kalimantan Selatan.
Belum lama ini, ada Amin Santono dari Fraksi Demokrat untuk dapil Jawa Barat X yang menerima fee dari upayanya mengurus Dana Perimbangan Daerah untuk Kabupaten Sumedang. Ada juga pula Dewi Yasin Limpo, I Putu Sudiartana, Damayanti Wisnu Putranti, Budi Supriyanto, Musa Zainuddin, Yudi Widiana Adia, dan Andi Taufan Tiro. Upaya yang mereka lakukan saat itu untuk melancarkan penganggaran dana aspirasi yang bukan di dapilnya atas dasar titipan dari sesama rekan di parlemen.
Lebih transparan
Dengan penerapan sistem yang lebih transparan, publik bisa ikut mengawasi besaran dana transfer ke daerah, termasuk DAK fisik, ke setiap kabupaten/kota. Sebab selama ini menurut Arsul, setiap kali pembahasan transfer dana ke daerah saat penyusunan RAPBN, seringkali terdengar, adanya daerah-daerah tertentu yang menerima besaran dana transfer melebihi ketentuan seharusnya.
“Ya ini imbas dari kepala/wakil kepala daerah yang pintar melobi, bekerja sama dengan oknum di DPR, untuk merekayasa besaran dana transfer itu. Maka jadilah itu (korupsi yang melibatkan pimpinan daerah dan oknum DPR),” tambah Arsul.
Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo mengatakan, fungsi menampung dan memperjuangkan aspirasi daerah pemilihan memang salah satu tugas anggota DPR. Namun, berkaca dari banyaknya kasus korupsi anggota DPR yang berkaitan dengan dapilnya masing-masing, perlu ada evaluasi terkait sistem penganggaran.
Menurut dia, sistem e-budgeting dapat menjadi solusi. Dengan sistem penganggaran yang transparan, semua orang bisa mengakses data-data anggaran yang disusun pemerintah dan DPR, sehingga bisa mencegah penggelapan atau penyelewenangan anggaran negara.
“Kami tidak ada masalah dengan sistem e-budgeting itu. Kami sudah terus mendorong e-budgeting berkali-kali, tetapi itu, domain pemerintah. Tinggal pemerintah dalam penerapannya mau melaksanakan atau tidak,” kata Bambang.
Sementara itu, Ketua DPP PAN Yandri Susanto memastikan PAN akan mengganti posisi Taufik sebagai Wakil Ketua DPR. Penggantian merupakan bagian dari prosedur yang selama ini berlaku di PAN jika kader PAN yang menduduki jabatan publik tersangkut kasus korupsi.
Namun saat ditanyakan kapan proses penggantian akan dilakukan, Yandri belum bisa menjawabnya.