KPK Tangani 608 Pelaku Korupsi Empat Tahun Terakhir
Di tengah persoalan yang dihadapi selama empat tahun ini, Komisi Pemberantasan Korupsi menorehkan prestasi yang patut diapresiasi. KPK periode 2015-2019 sudah menindak 608 pelaku korupsi.
Oleh
Riana A Ibrahim
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah persoalan yang dihadapi selama empat tahun ini, Komisi Pemberantasan Korupsi menorehkan prestasi yang patut diapresiasi. KPK periode 2015-2019 atau jilid IV menindak 608 pelaku korupsi. Jumlah ini menjadi yang terbanyak di antara kepemimpinan tiga KPK periode sebelumnya, dengan 455 pelaku korupsi.
Hal itu dipaparkan dalam Konferensi Pers Kinerja KPK 2016-2019 di Gedung KPK Jakarta, Selasa (17/2/2019). Lima unsur pimpinan periode 2015-2019, yakni Agus Rahardjo, Laode M Syarif, Saut Situmorang, Alexander Marwata, dan Basaria Panjaitan hadir, dalam kegiatan ini.
”Di ujung tahun kepemimpinan kami, ini tahun terberat ketika KPK secara keseluruhan terasa seperti dikepung kepentingan anti-pemberantasan korupsi. Namun, kami paham tidak boleh menyerah kalah pada perlawanan balik koruptor itu,” ujar Laode.
Di bidang pencegahan, KPK membantu pembenahan sistem di setiap pemerintah daerah dengan membangun e-planning, e-budgeting, mengenalkan e-catalog, dan memperbaiki aparat pengawasan intern pemerintah (APIP).
Pengembalian keuangan negara melalui pencegahan naik signifikan sepanjang 2016-2019, yakni Rp 63,97 triliun dari gratifikasi, koordinasi supervisi, dan penelitian pengembangan.
Padahal, dalam rentang waktu tersebut, energi KPK tersita untuk menghadapi tekanan dari lembaga legislatif yang berniat merevisi UU KPK melalui Panitia Khusus Angket pada 2017. Hingga akhirnya revisi UU KPK berhasil lolos pada 2019 yang mengubah secara mendasar kondisi KPK saat ini.
”Sekali lagi, semua ini belum usai. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan di semua fungsi lembaga ini. Yang paling penting adalah menjaga marwah lembaga pemberantas korupsi ini dengan menguatkan integritas di dalam. Pemberantasan korupsi perlu napas panjang,” tutur Laode.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko menyampaikan, penerapan UU KPK yang baru diprediksi akan berdampak pada kinerja KPK. Sejumlah kasus berpotensi dikaji ulang dan bisa dihentikan penyidikannya karena ada wewenang penghentian perkara.
Bivitri Susanti dari Sekolah Tinggi Hukum Jentera mengingatkan, pencegahan tanpa penindakan tak akan membawa dampak yang efektif bagi pemberantasan korupsi. Sebab, kedua hal tersebut saling berhubungan dalam konteks penegakan hukum. Terlebih lagi, upaya pencegahan korupsi yang ada saat ini tak seutuhnya terimplementasi secara serius oleh setiap lembaga negara ataupun perusahaan.