Perempuan memiliki arti dan peran yang sama pentingnya dengan laki-laki dalam memajukan Indonesia. Hanya saja, perempuan terkadang masih merasa jadi "konco wingking".
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·4 menit baca
JAKARTA,KOMPAS – Bertepatan dengan peringatan Hari Ibu, 22 Desember 2019, perempuan diingatkan akan peran pentingnya dalam memajukan Indonesia. Perempuan juga diingatkan akan perannya dalam membumikan nilai-nilai Pancasila. Tak sebatas di lingkup domestik tetapi di ranah yang lebih luas.
“Presiden Joko Widodo mengatakan Indonesia harus segera melompat maju. Namun bagaimana bisa melompat maju kalau perempuannya hanya merasa bagian dari konco wingking (perempuan selalu di belakang laki-laki)?” kata Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri saat menjadi pembicara kunci dalam acara bertajuk “Perempuan Hebat Untuk Indonesia Maju”.
Acara digelar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) untuk memperingati Hari Ibu, di Jakarta, Minggu (22/12/2019).
Selain Megawati, hadir sebagai pembicara dalam seminar di acara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Staf Khusus Presiden Angkie Yudistia, dan aktivis perempuan yang juga putri dari Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid, Yenny Wahid. Kemudian, Deputi Bidang Pendidikan dan Pelatihan BPIP Baby Siti Salamah dan pengusaha perempuan, Dumasi MM Samosir.
Megawati lantas mengutip pernyataan dari Mahatma Gandhi, pemimpin kemerdekaan India, yang mengibaratkan perempuan dan laki-laki seperti kepak sayap burung.
“Seekor burung tidak akan mungkin bisa terbang tinggi kalau sayapnya tidak bisa dikepakkan bersama-sama. Maksudnya, kiri dan kanan sayap itu diibaratkan sebagai laki-laki dan perempuan, sehingga kemana pun burung terbang, harus kedua kepak sayap itu berjalan selaras,” kata Ketua Dewan Pengarah BPIP tersebut.
Di masa perjuangan kemerdekaan, perempuan sudah menunjukkan perannya yang tak ada bedanya dengan laki-laki. Banyak tokoh perempuan yang turut berjuang, bahkan mengorbankan diri demi kemerdekaan. Kemudian di konstitusi, para pendiri bangsa tak membeda-bedakan perempuan dan laki-laki.
Jejak sejarah ditambah semangat konstitusi itu hendaknya bisa ditangkap perempuan masa kini untuk percaya diri, menunjukkan diri, bahwa mereka tidak kalah dari laki-laki.
Masih lemahnya kepercayaan diri perempuan masa kini, menurut Megawati, terlihat dari masih minimnya jumlah perempuan yang memilih berkecimpung di dunia politik.
“Saya merasa kesepian, banyak yang tidak mau masuk politik karena politik itu dipandang tabu, politik dipandang tempatnya laki-laki,” kata Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.
Padahal negara telah memberikan keleluasaan bagi perempuan masuk di dunia politik. Salah satunya, kuota 30 persen calon anggota legislatif (caleg) perempuan yang harus dipenuhi oleh partai politik peserta pemilu.
Sri Mulyani mengatakan, perempuan perlu berjuang untuk masuk dan berpengaruh di ranah politik. "Menteri itu jabatan politik. Dalam hal ini, (saya) menjalankan aspirasi politik dalam pengelolaan keuangan negara," ujarnya.
Dalam menjalankan jabatan politik tersebut, keteladanan seorang ibu menjadi salah satu penyokong. Menurut Sri, ibunya merupakan figur yang memiliki kepemimpinan yang kuat.
Membumikan Pancasila
Sementara dalam seminar yang digelar seusai pidato kunci Megawati, perempuan diingatkan akan peran pentingnya dalam membumikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Peran yang selama ini menurut Yenny Wahid, sudah banyak dijalankan oleh seorang ibu kepada anak-anaknya.
Dia mencontohkan, saat ibu mengajarkan anak-anaknya untuk berbelas kasih, berteman dengan siapapun tanpa melihat latar belakangnya, dan mengutamakan pengambilan keputusan dengan bermusyawarah saat perbedaan pendapat mengemuka.
Bahkan nilai-nilai Pancasila di lingkup domestik atau rumah tangga itu, kemudian diimplementasikan di ranah yang lebih luas. Yenny berpendapat, perempuan dapat menjadi sumber inspirasi dan pemberi pengaruh positif dalam pengamalan Pancasila di ranah yang lebih luas di luar lingkup domestik.
Hanya saja menurut dia, perempuan masih kerap mengalami ketidakadilan dalam menjalankan perannya. Kesetaraan gender masih menjadi tantangan bagi perempuan. "Dalam hal ini, negara perlu berinvestasi pada perempuan. Pemberdayaan perempuan juga dapat berdampak positif pada pendapatan negara," ujarnya.
Pemberdayaan perempuan untuk menekan ketimpangan gender juga berkorelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hal itu disebutkan dalam dokumen Lembaga Moneter Dunia (International Monetary Fund atau IMF) yang berjudul "Pursuing Women\'s Economic Empowerment" dan dipublikasikan pada 2018.
Penyokong pemberdayaan perempuan terdiri dari pendidikan, kesehatan, akses infrastruktur, akses keuangan, serta kampanye hak kesetaraan bagi perempuan. Dalam dokumen yang sama, IMF mengusulkan agar setiap negara menyiapkan anggaran yang berorientasi pada kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
Dihadapkan pada persoalan ketidakadilan itu, Staf Khusus Presiden Angkie Yudistia menilai, perempuan tidak menyerah. Perempuan justru terlihat berjuang mewujudkan sila kelima Pancasila untuk meretas ketidakadilan tersebut. Hal ini tampak dari perempuan yang berjuang membagi perannya secara adil, baik sebagai istri, ibu, tetangga, dan teman.
Dengan ragam peran ini, menurut Angkie, perempuan dapat mengartikulasikan nilai-nilai ideologi Pancasila sebagai pedoman hidup. Empati menjadi kekuatan perempuan dalam menjalankan peran ini.
"Misalnya, dalam mengomunikasikan sila ketiga Pancasila. Meski setiap orang memiliki pemikiran yang berbeda-beda, kita tetap harus mencari cara untuk menjaga persatuan sebagai bangsa Indonesia," tuturnya.