Sensus penduduk daring 2020 yang kini tengah berlangsung disambut warga Jakarta. Sebagian warga berpendapat, sensus daring membuat data yang dimasukkan oleh setiap warga menjadi lebih akurat.
Oleh
FAJAR RAMADHAN/INSAN ALFAJRI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam Sensus Penduduk 2020, warga berharap metode pengisian secara daring atau online dapat meringankan beban kerja petugas sensus agar data yang dihasilkan lebih akurat. Pemerintah juga diminta bertanggung jawab atas kerahasiaan data kependudukan yang diunggah.
Ahmad Yasin, karyawan dari salah satu perusahaan penerbangan di Jakarta, mendukung langkah pemerintah melakukan sensus penduduk secara daring. Ia berharap, melalui metode tersebut, beban kerja petugas sensus akan menjadi lebih ringan sehingga dapat meminimalisasi kesalahan dalam pengumpulan data.
”Kalau selama ini barangkali data yang diinput oleh satu petugas jumlahnya bisa ribuan, data bisa jadi tidak akurat karena faktor stamina,” katanya saat ditemui di Jakarta, Minggu (16/2/2020).
Ungkapan Yasin bukan tanpa alasan. Dalam berbagai kesempatan, ia berkali-kali menjadi korban salah ketik oleh petugas pencatat. Dalam sensus penduduk sebelumnya, Yasin pernah tercatat sebagai warga DKI Jakarta, padahal alamat yang ia isi adalah Kota Tangerang, Banten.
Tidak hanya itu, dalam pembuatan kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK), nama awalan Yasin pernah disingkat oleh petugas kecamatan. Menurut dia, hal tersebut terjadi lantaran antrean pembuatan KTP dan KK saat itu cukup panjang sehingga akurasi diabaikan.
Menurut Yasin, jika penginputan data dilakukan secara daring, tanggung jawab berada di tangan masyarakat. Apalagi, ada dokumen, seperti KTP dan KK, yang diunggah sebelum melakukan pengisian. Selain itu, pengumpulan data juga bisa dilakukan lebih cepat.
”Cepat (prosesnya) sehingga kita tidak perlu kelamaan menunggu petugas sensus,” katanya.
Dalam berbagai kesempatan, ia berkali-kali menjadi korban salah ketik oleh petugas pencatat. Dalam sensus penduduk sebelumnya, Yasin pernah tercatat sebagai warga DKI Jakarta, padahal alamat yang ia isi adalah Kota Tangerang, Banten.
Meski begitu, hingga saat ini Yasin belum mendapatkan informasi mengenai tanggal penyelenggaraan Sensus Penduduk 2020 beserta metodenya. Ia bahkan terkejut jika sensus secara daring sudah dimulai pada Sabtu (15/2/2020).
Yasin tetap optimistis, partisipasi masyarakat pada Sensus Penduduk 2020 secara daring akan tinggi asalkan sosialisasi dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Optimisme tersebut ia sampaikan mengingat saat ini teknologi informasi sudah cukup menjangkau berbagai kalangan.
Sementara itu, BPS menargetkan jumlah penduduk yang dapat disensus melalui metode daring sebanyak 22 persen dari total penduduk di Indonesia. Target ini mengacu pada tingkat literasi dan jangkauan internet yang tidak merata di setiap wilayah (Kompas, 17/2/2020).
Budiman (59), pelukis asal Menteng, Jakarta Pusat, telah mengetahui bahwa sensus penduduk tahun ini juga akan dilaksanakan secara daring. Ia mendapatkan informasi tersebut melalui salah satu grup Whatsapp alumni SMA. Kebetulan, salah satu rekannya ada yang bekerja di BPS.
”Kalau mengisi (form sensus) secara daring mungkin saya masih gagap ya, tapi bisa nanti minta tolong anak,” ujarnya.
Budiman belum memutuskan, apakah akan mengisi secara daring atau menunggu petugas datang secara langsung. Namun, jika mengisi secara daring, ia tidak enggan mengunggah data pendukung baik KTP atau KK demi kesahihan data.
”Akan saya berikan data yang diminta, paling kan yang terkait dengan keluarga. Buat apa ditutup-tutupi, tidak ada untung dan ruginya,” katanya.
Sementara itu, Emransyah (55), warga Kelurahan Grogol Utara, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, hingga saat ini belum mengetahui informasi mengenai sensus penduduk secara daring. Menurut dia, metode itu patut dimanfaatkan oleh masyarakat yang memiliki kesibukan tinggi.
”Kadang-kadang saat didatangi petugas, ada masyarakat yang tidak ada di rumah,” katanya.
Sangat serius
Direktur Eksekutif SAFENet Damar Juniarto menjelaskan, pemerintah terlihat sangat serius dalam mempersiapkan sensus daring ini, terutama dari kerahasiaan data pribadi dan keamanan data. Selebaran yang diedarkan BPS di internet mencantumkan ”Kerahasiaan Informasi Anda Dijamin Undang-undang”.
”Artinya, BPS sebagai pihak yang mengumpulkan, menyimpan, dan mengolah tunduk pada aturan perlindungan data pribadi. Karena itu, BPS bertanggung jawab mencegah pemakaian di luar keperluan sensus, seperti tidak boleh digunakan untuk kepentingan politik, tidak boleh digunakan untuk kepentingan bisnis, dan lain-lain,” katanya.
Kendati demikian, aturan hukum masih lemah jika ada institusi pemerintah yang menyalahgunakan data pribadi. Bahkan, dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi juga belum ada kejelasan sanksi terkait hal itu.
”Ke depan, ini akan jadi tantangan kalau pemerintah mau mengembangkan ke sistem pemilu berbasis daring,” katanya.
Menurut dia, ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan jika pemerintah ingin mengembangkan metode daring ini dalam pemilu. Pertama adalah kesenjangan internet. Sebaran internet belum merata, ditambah lagi kecepatan internet yang masih ada di bawah 4G.
Kemudian, literasi digital yang masih timpang. Kemampuan mengoperasikan dan memanfaatkan teknologi daring belum merata.
Di sisi lain, perlindungan data masih lemah. Kejahatan siber dan manipulasi data masih banyak yang belum mampu diatasi karena jumlah sumber daya manusia yang terbatas dan karena regulasinya belum kuat. Masih banyak celah hukum yang dimanfaatkan orang atau kelompok untuk melakukan kejahatan siber.
”Selanjutnya, kegagalan sistem pemilu daring di sejumlah negara, entah karena minim partisipasi, entah karena peretasan, entah karena manipulasi data harus jadi pertimbangan sebelum Indonesia ingin memakai sistem pemilu daring,” katanya.