Uang Palsu Diedarkan Malam Hari, Masyarakat Kecil Jadi Sasaran
Bareskrim Polri menangkap delapan orang bagian dari beberapa jaringan pemalsu uang. Kini polisi mengejar pelaku lain. Pelaku selama ini sengaja menyasar masyarakat kecil.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jaringan pemalsu uang masih merajalela terutama di Pulau Jawa. Mereka menyasar masyarakat kecil karena kebanyakan tidak paham perbedaan uang asli dengan uang palsu. Ditambah lagi, peredaran sengaja dilakukan malam hari agar uang palsu tak terlihat.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Daniel Tahi Monang Silitonga, dalam jumpa pers, Selasa (18/2/2020), di Jakarta, mengatakan, selama Januari sampai Februari, pihaknya telah menangkap jaringan pemalsu uang di Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Delapan orang tersangka ditangkap di sejumlah daerah, yakni Jakarta Selatan, Surabaya, Bekasi, Bogor, Banjarnegara, dan Wonosobo.
Mereka berinisial NI (38), FT (41), SD alias Ferry (46), RS (35), CC (67), STR (54), RW (47), dan SY alias Yoko (42). Para tersangka diancam hukuman 15 tahun penjara.
”Ini masih belum terungkap semua jaringannya dan mereka bukan satu jaringan, tapi berbeda,” kata Daniel.
Dari kedelapan tersangka tersebut, polisi menyita barang bukti berupa mata uang rupiah palsu pecahan Rp 100.000 dan Rp 50.000 sebanyak 21.700 lembar serta mata uang dollar AS palsu pecahan 100 dollar AS sebanyak 1.000 lembar. Selain itu, disita pula alat atau mesin pencetak (printer) serta telepon genggam dan uang hasil transaksi senilai Rp 20 juta.
Dari pemeriksaan, lanjut Daniel, target pengedaran uang palsu tersebut adalah masyarakat kecil yang kurang memahami perbedaan antara uang asli dan uang palsu. Sebab, secara kasatmata, kualitas uang palsu tersebut rendah, berbeda jauh dengan uang asli. Bahan kertasnya pun adalah kertas biasa, bukan kertas khusus.
”Karena kualitasnya tidak bagus, maka pengedarannya malam hari,” ujar Daniel.
Biasanya, para pelaku pemalsuan uang baru mencetak uang jika ada pesanan. Selain itu, para tersangka kerap mengiming-imingi korban seolah dapat melakukan penggandaan uang. Untuk setiap 1 lembar uang asli akan ditukar dengan 3 lembar sampai 5 lembar uang palsu. Pemasaran uang palsu itu dilakukan di media sosial.
Untuk menangkap mereka, kepolisian berpura-pura menjadi pemesan melalui media sosial. Namun, sampai saat ini, uang hasil kejahatan masih belum digunakan oleh para pelaku.
Kepala Divisi Penanggulangan Uang Palsu Bank Indonesia Eggi Gilkar menuturkan, sampai saat ini, uang palsu pecahan rupiah yang pernah ditemukan beredar di masyarakat berkualitas rendah. Uang palsu tersebut dapat dikenali atau dibedakan dengan uang asli melalui cara 3D, yakni dilihat, diraba, dan diterawang.
Terlebih, perbedaan antara uang palsu dan uang asli juga dapat dilihat dari pita khusus yang berubah warna yang tidak bisa dipalsukan. Sampai saat ini, peredaran uang palsu didominasi di Pulau Jawa karena jumlah penduduk dan transaksinya besar.
”Kalau masyarakat paham, maka bisa menghindari pemalsuan,” kata Eggi.