Keterbatasan ruang isolasi dan mulai berkurangnya tenaga medis jadi kendala Muhammadiyah membantu pemerintah menangani Covid-19. Rumah sakit milik persyarikatan itu kesulitan membawa pasien ke RS pemerintah.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keterbatasan ruang isolasi serta mulai berkurangnya jumlah tenaga medis menjadi kendala Persyarikatan Muhammadiyah membantu pemerintah menangani Covid-19. Kondisi itu salah satunya terjadi karena rumah sakit Muhammadiyah dan Aisyiyah kesulitan merujuk pasien dalam pengawasan ke rumah sakit rujukan milik pemerintah.
”Kendala paling dominan yang dihadapi Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) bersama RS Muhammadiyah dan Aisyiyah antara lain kesulitan merujuk pasien dalam pengawasan (PDP) ke rumah sakit yang sudah ditunjuk oleh pemerintah karena kapasitasnya sudah penuh. Hal ini memaksa RS Muhammadiyah dan Aisyiyah yang menangani pasien tersebut harus menyediakan ruang isolasi,” kata Sekretaris Muhammadiyah Covid-19 Command Center Arif Nur Kholis saat dihubungi melalui pesan singkat, Jumat (3/4/2020).
Sejak ditemukannya kasus positif Covid-19 pada awal Maret lalu, Muhammadiyah menyiapkan 35 rumah sakit di sejumlah daerah untuk turut menangani wabah penyakit yang disebabkan virus korona baru itu. Organisasi kemasyarakatan Islam terbesar kedua di Indonesia itu pun membentuk MCCC untuk membantu pemerintah mempercepat penanganan Covid-19.
Kendala paling dominan yang dihadapi Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) bersama RS Muhammadiyah dan Aisyiyah antara lain kesulitan merujuk pasien dalam pengawasan (PDP) ke rumah sakit yang sudah ditunjuk oleh pemerintah karena kapasitasnya sudah penuh. Hal ini memaksa RS Muhammadiyah dan Aisyiyah yang menangani pasien tersebut harus menyediakan ruang isolasi.
Hingga Kamis (2/4/2020), RS Muhammadiyah dan Aisyiyah telah merawat 930 orang dalam pemantauan (ODP), 214 PDP, dan 12 pasien positif Covid-19. Keterbatasan ruang isolasi juga menjadi kendala RS Muhammadiyah dan Aisyiyah dalam menangani kasus Covid-19 selama ini.
Kendala lain yang juga dihadapi adalah mulai berkurangnya jumlah tenaga medis dan minimnya alat pelindung diri (APD). ”Untuk APD, kami sudah mendapat 500 APD dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, tetapi tentu masih membutuhkan banyak lagi. Kami juga melakukan pengadaan mandiri dan pembelian dari pabrik sebanyak 20.000 buah dari dana Lazismu sekitar Rp 5 miliar,” tutur Arif.
Untuk memenuhi kekurangan tenaga medis, MCCC berupaya merekrut sukarelawan dari fakultas kedokteran di 12 perguruan tinggi Muhammadiyah (PTM) dan fakultas keperawatan/kesehatan di 30 PTM. Tak hanya dosen dan mahasiswa, alumni juga diundang untuk menjadi sukarelawan.
Tunjukkan rasa kemanusiaan
Demi membantu percepatan penanganan Covid-19, Muhammadiyah pun menerima saat pemerintah meminta RS Muhammadiyah dan Aisyiyah menjadi rujukan. Saat ini, enam RS, yakni PKU Muhammadiyah Yogyakarta, PKU Gamping, PKU Bantul, RSM Lamongan, RS Siti Khodijah Sidoarjo, dan RS Ahmad Dahlah Kediri sudah menjadi rumah sakit rujukan Covid-19.
Semua pihak diminta berkorban dan menunjukkan keluhuran sikap kemanusiaan dan kebersamaan di tengah wabah Covid-19.
Tak hanya itu, MCCC juga menyiapkan 60 psikolog untuk membantu menangani kecemasan akibat pandemi yang dialami masyarakat ataupun tenaga kesehatan. Muhammadiyah bahkan menyatakan siap jika pemerintah meminta laboratorium milik persyarikatan digunakan untuk pengujian spesimen pasien Covid-19.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir melalui pesan singkatnya menyatakan, Persyarikatan Muhammadiyah meminta semua elemen masyarakat menunjukkan rasa kemanusiaan dan kebersamaan menghadapi wabah Covid-19. Empati kepada warga yang terjangkit virus SARS-Cov-2 harus ditunjukkan dengan memberikan bantuan serta dukungan moral.
”Semua pihak diminta berkorban dan menunjukkan keluhuran sikap kemanusiaan dan kebersamaan di tengah wabah Covid-19,” kata Haedar pada Kamis (2/4/2020) lalu.