Ramai-ramai Gugat Pasal Imunitas di Perppu Nomor 1 Tahun 2020
Pihak terbaru yang mengajukan uji materi Perppu No 1/2020 adalah tokoh Muhammadiyah Din Syamsuddin, Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia Sri Edi Swasono, dan politisi senior Partai Amanat Nasional Amien Rais.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Semakin banyak pihak yang mengajukan uji materi terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Salah satu yang dipersoalkan adalah Pasal 27 yang dinilai memberikan kekebalan hukum kepada sejumlah pejabat tertentu.
Pihak terbaru yang mengajukan uji materi adalah tokoh Muhammadiyah Din Syamsuddin, Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia Sri Edi Swasono, dan politisi senior Partai Amanat Nasional Amien Rais. Permohonan disampaikan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 14 April 2020.
Sebelumnya, Masyarakat Anti Korupsi (Maki), Yayasan Mega Bintang Indonesia Solo 1997, Lembaga Kerukunan Masyarakat Abdi Keadilan Indonesia (Kemaki), Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI), dan Perkumpulan Bantuan Hukum Peduli Keadilan (Peka) juga memasukkan permohonan uji materi ke MK pada 9 April lalu.
Syaiful Bahri, Ketua Tim Hukum Uji Materi Perppu No 1/2020 dari pihak Din Syamsuddin dkk saat dikonfirmasi, Kamis (16/4/2020), mengatakan, alasan utama uji materi itu diajukan karena perppu dinilai melanggar sejumlah aturan perundangan yang ada. Perppu pun dinilai tidak memenuhi syarat kegentingan memaksa seperti diatur dalam UUD 1945.
”Penerbitan perppu itu tidak memenuhi syarat kegentingan yang memaksa sebagaimana disebut dalam Pasal 22 UUD 1945 dan putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2019,” katanya.
Selain itu, menurut Saiful, dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 diatur hakikat keuangan negara adalah kedaulatan rakyat. Artinya, rakyat adalah pemilik dari setiap rupiah anggaran negara sehingga rakyatlah yang harus menyetujui dari mana sumber pendapatan, belanja, dan pajak. Semua itu harus mendapatkan persetujuan dari masyarakat. Di Indonesia, persetujuan rakyat itu dilakukan melalui mekanisme di DPR.
Muatan Perppu No 1/2020 itu juga dianggap tidak memiliki urgensi dan alasan hukum yang kuat. Aturan tentang keuangan negara, menurut dia, sudah diatur dalam UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara, dan norma di dalamnya mengatur dalam keadaan normal ataupun darurat.
Dengan demikian, penerbitan perppu dianggap tidak dikenal dalam rezim penyusunan anggaran negara/keuangan publik. Dalam keadaan darurat, pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya diusulkan dalam RAPBN dan disampaikan dalam laporan realisasi anggaran.
”Skema pelaksanaan APBN dalam UU Keuangan Negara itu sejatinya dapat menjadi pilihan pemerintah dalam menghadapi kemungkinan permasalahan perekonomian akibat wabah virus Covid-19. Berbagai kebijakan keuangan negara yang diatur dalam perppu sebenarnya telah diakomodasi oleh UU Keuangan Negara,” papar Saiful.
Hal lain yang digugat, terkait Pasal 27 Perppu No 1/2020. Keberadaan pasal itu, menurut Saiful, memungkinkan terjadinya tindak pidana korupsi. Sebab, dalam pasal itu disebutkan bahwa biaya yang dikeluarkan pemerintah selama penanganan Covid-19 bukan merupakan kerugian negara. Pasal ini juga dianggap memberikan kekebalan hukum kepada pejabat tertentu.
Pasal 27 Ayat (1) berbunyi, biaya yang telah dikeluarkan pemerintah dan/atau
lembaga anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.
Adapun Pasal 27 Ayat (2) menyatakan, anggota, sekretaris, dan anggota Sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan perppu, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Di Ayat (3) berbunyi, segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan perppu ini bukan merupakan obyek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara.
Perppu, menurut Saiful, memberikan kewenangan yang terlalu besar kepada eksekutif dan lembaga keuangan. Kewenangan yang besar itu akhirnya melucuti kewenangan dari lembaga negara lainnya, seperti DPR dan BPK. Fungsi DPR sebagai pengawas dikesampingkan, sedangkan BPK juga tidak dapat memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Boyamin Saiman dari Maki mengatakan, keberadaan Pasal 27 di Perppu No 1/2020 menjadi alasan pihaknya mengajukan uji materi. Dia menilai pasal itu sebagai pasal imunitas kepada aparat pemerintahan untuk tidak bisa dituntut atau dikoreksi melalui lembaga pengadilan. Pasal 27 dinilai bertentangan dengan UUD 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum.
”Presiden bukanlah sosok yang kebal hukum dan tetap dapat dituntut apabila melanggar hukum dalam keadaan normal ataupun bencana,” katanya.
Selain itu, frasa ”bukan merupakan kerugian negara” dalam Pasal 27 dianggap berkedudukan di atas konstitusi sehingga sudah seharusnya dibatalkan. Sebab, hal itu tidak cocok dalam negara hukum dan demokrasi yang selalu membutuhkan kontrol. ”Kami tidak ingin skandal BLBI dan Century kembali terulang dengan dalil kebijakan yang tidak bisa dituntut sekalipun telah merugikan keuangan negara,” ujarnya menambahkan.