Di tengah pandemi Covid-19, masyarakat, khususnya umat Islam, diminta mengedepankan prinsip menghindari bahaya dengan mematuhi keputusan pemerintah untuk tetap di rumah saja dan tidak mudik ke kampung halaman.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seluruh masyarakat, khususnya umat Islam, diminta mengedepankan prinsip menghindari bahaya dengan mematuhi keputusan pemerintah untuk tetap di rumah saja dan tidak mudik ke kampung halaman. Pada saat pandemi seperti sekarang ini akan lebih baik jika silaturahmi dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi tanpa harus kehilangan kehangatan dan kasih sayang keluarga.
Permintaan itu disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir, Rabu (22/4/2020), menanggapi keputusan pemerintah melarang mudik hari raya Idul Fitri 2020. ”Dalam suasana seperti ini, kedepankan prinsip dalam agama ’La Dharara wa Laa Dhirara. Jangan melakukan sesuatu yang menimbulkan kemudaratan atau kerugian diri sendiri, keluarga, dan juga orang banyak. Karena itu, saatnya kita sekarang ini mencoba untuk mengerem semua kegiatan, termasuk mudik,” ujar Haedar.
Persyarikatan Muhammadiyah menilai keputusan pemerintah melarang mudik bagi warga yang tinggal di zona merah Covid-19, khususnya wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, sudah tepat. Pelarangan mudik itu sejalan dengan sikap sejumlah organisasi kemasyarakatan, seperti Muhammadiyah, yang mengajak masyarakat untuk tidak mudik.
”Dalam suasana seperti ini, kedepankan prinsip dalam agama ‘La Dharara wa Laa Dhirara. Jangan melakukan sesuatu yang menimbulkan kemudaratan atau kerugian diri sendiri, keluarga, dan juga orang banyak. Maka saatnya kita sekarang ini mencoba untuk mengerem semua kegiatan, termasuk mudik.”
Sejak awal April lalu, Muhammadiyah, bahkan, telah meminta pemerintah menetapkan aturan yang tegas terkait mudik, bukan sekadar imbauan untuk tidak pulang ke kampung halaman. Sebab, ketidaktegasan pemerintah itu justru akan membuat masyarakat gamang.
Kekhawatiran Muhammadiyah pun terbukti. Hasil survei yang dilakukan Kementerian Perhubungan menunjukkan, masih ada keinginan masyarakat untuk mudik Lebaran di masa pandemi. Setidaknya 24 persen masyarakat masih berkukuh mudik untuk bersilaturahmi dengan keluarga.
Haedar mengungkapkan, mudik dalam kondisi normal merupakan tradisi bangsa yang positif. Mudik merupakan sarana untuk menjalin silaturahmi, merekatkan keluarga dan kekerabatan, serta merawat hubungan sosial.
Akan tetapi, saat ini bangsa Indonesia tengah berada dalam suasana musibah besar, yakni wabah Covid-19. Karena itu, mudik perlu menjadi pertimbangan untuk tidak dilakukan. ”Kegiatan-kegiatan keagamaan saja dibatasi sedemikan rupa sesuai dengan hukum syariat, maka mudik tentu saja sebagai kegiatan sosial dapat dihentikan atau tidak dilaksanakan,” tutur Haedar menjelaskan.
Untuk mendukung pemerintah memutus mata rantai Covid-19, Rabu kemarin, Muhammadiyah meluncurkan program #RamadhandiRumah. Melalui program itu, Muhammadiyah tak hanya mengajak masyarakat untuk tetap di rumah, tetapi juga memberikan panduan beribadah di rumah.
”Tuntutan berisi ibadah sehari-hari seperti puasa dan shalat untuk pribadi dan keluarga. Tarawih dilakukan di rumah bersama keluarga,” kata Ketua Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) Agus Samsudin dalam jumpa wartawan secara virtual, kemarin.
Panduan juga diberikan untuk takmir masjid dan pimpinan persyarikatan di seluruh tingkatan. Para pimpinan Muhammadiyah di berbagai tingkatan akan menyiapkan panduan serta konten-konten keislaman yang dapat dijadikan rujukan umat Islam dalam menjalankan ibadah Ramadhan. Tak hanya itu seluruh tingkatan kepengurusan juga diminta untuk menfasilitasi pengajian Ramadhan secara daring.
Bantuan konkret
Sementara untuk mendukung larangan mudik, Haedar mengharapkan pemerintah membuat program-program jaring pengaman sosial yang dipadukan dengan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Program santunan diutamakan diberikan kepada warga yang sangat terdampak Covid-19.
”Program ini harus benar-benar tersistem dan konkret. Harus terpadu dari pusat, pemerintah daerah, hingga tingkat kelurahan,” tuturnya.
Dalam jumpa wartawan, kemarin, Agus juga sempat mengingatkan pentingnya umat menjaga kesalehan sosial. Masyarakat saling membantu dan berbagi pada masa-masa sulit karena pandemi.
”Pentingnya umat menjaga kesalehan sosial. Masyarakat saling membantu dan berbagi pada masa-masa sulit karena pandemi.”
Untuk mendukung masyarakat tetap berada di rumah saat Ramadhan, Muhammadiyah pun menyiapkan bantuan berupa paket bahan pangan. Setidaknya 30.000 paket bahan pangan dibagikan kepada warga di berbagai wilayah di Indonesia.
Tak hanya Muhammadiyah, organisi otonom para perempuan Muhammadiyah, Aisyiyah, juga melaksanakan Gerakan Ta’awun Nasional. Melalui gerakan ini, para pengurus Aisyiyah di seluruh tingkatan berbagi paket bahan pangan untuk warga.
Selain jaring pengaman sosial, Haedar juga mengharapkan pemerintah menyelaraskan kebijakan transportasi dengan larangan mudik. Jangan sampai kebijakan transportasi justru bertentangan dengan larangan mudik agar upaya pemutusan mata rantai Covid-19 bisa efektif.