Dua Staf Khusus Milenial Mundur, Pengamat Tekankan Penguatan ”Code of Conduct”
Dua dari tujuh Staf Khusus Presiden Jokowi dari kalangan milenial mengundurkan diri setelah melalui polemik akibat isu konflik kepentingan terkait program penanggulangan Covid-19. Diperlukan penguatan "code of conduct".
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sudah dua anggota Staf Khusus Presiden dari generasi milenial, yakni Andi Taufan Garuda Putra dan Adamas Belva Devara, mengundurkan diri setelah mendapat kritik dari publik terkait isu konflik kepentingan. Ke depan, pembenahan peran dan tugas Staf Khusus Presiden perlu dilakukan untuk mengoptimalkan manfaatnya dalam membantu pemerintahan yang dipimpin Presiden Joko Widodo.
Menyusul pengunduran diri Adamas Belva Devara Rabu (21/4/2020), Andi Taufan Garuda Putra juga menyampaikan hal serupa, Jumat (24/4). Dalam surat terbukanya, Andi Taufan mengaku sudah mengajukan surat pengunduran diri pada 17 April 2020. Hal ini juga disetujui Presiden Joko Widodo.
Dalam suratnya, Andi Taufan mengatakan banyak pelajaran yang dia petik, tetapi tak luput dari kekurangan. Karena itu, dia memohon maaf dan akan berusaha semaksimal mungkin menjadi lebih baik.
Sebelumnya, Andi Taufan menyurati para camat supaya mendukung edukasi dan pendataan kebutuhan alat pelindung diri demi melawan Covid-19 yang dilakukan perusahaan pribadinya, PT Amartha Mikro Fintek. Surat tersebut berkop Sekretariat Kabinet. Setelah hal itu memicu kritik keras dari publik, dia memohon maaf dan menarik kembali surat tersebut.
Adapun Belva Devara mengundurkan diri setelah ada tudingan kedekatannya dengan kekuasaan yang membuat Ruangguru menjadi salah satu pelaksana program kartu prakerja dalam proyek penanggulangan dampak Covid-19.
Belva, pendiri dan juga CEO Ruangguru pernah menegaskan dirinya tidak ikut dalam pengambilan keputusan apa pun dalam program prakerja termasuk penganggaran dan mekanisme penentuan mitra kerja. Seleksi mitra kerja resmi pemerintah dalam kartu prakerja juga dilakukan sejak akhir 2019.
Penting juga bahwa para pihak yang berinteraksi dengan stafsus terkait tugas dan fungsinya dengan sepengetahuan koordinator stafsus. Selain itu, diperlukan penguatan code of conduct stafsus
Sekretaris Kabinet Pramono Anung membenarkan pengunduran diri Andi Taufan. Menurut Pramono, Presiden Jokowi juga sudah menerima dan menyetujui pengunduran diri Andi Taufan.
”Presiden menghargai komitmen Taufan yang ingin mengabdikan diri secara penuh kepada penguatan ekonomi masyarakat bawah, terutama usaha mikro. Karena penguatan ekonomi lapisan bawah terutama UMKM juga menjadi perhatian Bapak Presiden selama ini,” tuturnya.
Kepekaan
Pengunduran diri dua Staf Khusus Presiden ini, menurut Pengajar Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya, Haryadi, menunjukkan tak cukup hanya berbekal kecerdasan untuk menjadi staf khusus. Namun, diperlukan kepekaan ekonomi-politik dan kematangan emosional.
Menurut dia, kedua pengunduran diri dua Staf Khusus Presiden akibat polemik terkait konflik kepentingan dalam program penanggulangan Covid-19, semestinya bisa menjadi momentum untuk pembenahan peran dan fungsi staf khusus Presiden. Peran koordinator staf khusus semestinya lebih optimal.
”Penting juga bahwa para pihak yang berinteraksi dengan stafsus terkait tugas dan fungsinya dengan sepengetahuan koordinator stafsus. Selain itu, diperlukan penguatan code of conduct stafsus,” tutur Haryadi.
Keberadaan staf khusus dari kalangan milenial disiapkan sebagai jembatan komunikasi Presiden Joko Widodo dan generasi milenial. Namun, Haryadi menilai, tujuh anggota staf khusus milenial terlalu banyak, apalagi hanya untuk merangkul milenial secara simbolik.
”Untuk merangkul milenial tak harus melibatkan mereka dalam posisi jabatan kekuasaan. Yang utama bagi anak milenial adalah ketersediaan ruang kreativitas atau kerja bersama (co-working space), baik yang berbasis komunitas maupun profesi dan okupasi ataupun hobi. Jadi, kata kunci bagi anak milenial itu adalah fasilitasi. Bukan direction,” tambah Haryadi.