Lagi, Terduga Teroris Terpapar Paham Radikal di Penjara
AH, terduga teroris yang ditangkap di Surabaya, Jawa Timur, diduga terpapar paham radikal saat ia mendekam di penjara bersama napi kasus terorisme. Sebelumnya, penyebaran paham radikal di penjara juga sudah terjadi.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penjara masih menjadi salah satu tempat penyebaran paham radikal di Indonesia. Hal itu terjadi pada AH, seorang terduga teroris yang ditangkap di Surabaya, Jawa Timur, yang menjadi bagian dari organisasi teror Jamaah Ansharut Daulah atau JAD.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Hubungan Masyarakat Polri Komisaris Besar Asep Adi Saputra, Jumat (24/4/2020), di Jakarta, mengatakan, terduga teroris berinisial AH yang diamankan Detasemen Khusus 88 Polri pada 23 April adalah warga Kabupaten Malang, Jawa Timur. Dia diamankan ketika sedang berada di sebuah kantor jasa pengiriman barang di Surabaya.
Menurut Asep, dari hasil pendalaman yang dilakukan Densus 88 Polri, AH pernah terlibat pada sebuah tindak pidana umum yang mengakibatkan dirinya dipenjara. Selama menjalani pidana di sebuah lembaga pemasyarakatan di Madura, AH berkenalan dengan seorang tokoh JAD Jawa Timur yang juga tengah menjalani pidana penjara.
”Di saat itulah yang bersangkutan mengenal tokoh JAD tersebut. Dari pergaulan sehari-hari yangg intens, terjadi sebuah penularan atau pembelajaran paham-paham radikal yang diterima AH,” kata Asep.
Setelah keluar dari penjara, AH bergabung dengan kelompok JAD di Jawa Timur. Baru kemudian AH diamankan Densus 88 Polri. Dari penangkapan itu, petugas juga menyita 2 pucuk senjata api jenis FN, sebuah senjata laras panjang, dan ratusan amunisi untuk senjata-senjata api tersebut.
AH bukan kasus dugaan penyebaran paham radikal di penjara yang pertama. Sebelumnya, tim Densus 88 Antiteror Polri juga menemukan indikasi DA, istri RMN, pelaku bom bunuh diri di Markas Kepolisian Resor Kota Besar Medan, juga berkomunikasi dengan napi terorisme.
DA kerap berkomunikasi dengan I, napi terorisme di Lapas Kelas II Wanita Medan. Mereka sempat merencanakan untuk melakukan teror di Bali (Kompas, 15/11/2019). Tidak hanya melalui pertemuan fisik, tetapi komunikasi juga dilakukan melalui media sosial.
Pemimpin JAD, Aman Abdurrahman, kendati berada di penjara, juga masih bisa memberikan pengaruh kepada jaringan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) dengan menggunakan tulisan di media sosial (Kompas, 27/12/2017).
Jaringan terus bergerak
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigadir Jenderal (Pol) Hamli mengatakan, penangkapan terduga teroris yang dilakukan Densus 88 Polri akhir-akhir ini memperlihatkan bahwa jaringan teroris terus bergerak. Meski demikian, Densus 88 Polri melakukan pencegahan di sisi hilir sebelum mereka melakukan aksi teror.
Menurut Hamli, kelompok teroris biasanya beraksi di saat tertentu, seperti ketika hendak menjelang hari keagamaan. Demikian pula pandemi Covid-19, penyakit akibat virus korona baru, juga menjadi perhatian mereka.
”Indikasi orang ditangkap ini berarti bahwa mereka tetap terus bergerak tanpa ada Covid-19 atau tidak sehingga aparat tetap waspada. Kami di BNPT melakukan kontranarasi untuk mengantisipasi perekrutan-perekrutan dan memberikan edukasi kepada masyarakat,” kata Hamli.
Menurut Hamli, perkembangan teknologi informasi memang membuat paham radikal semakin tersebar. Internet digunakan untuk merekrut anggota baru. Meski demikian, pada dasarnya jaringan teror akan kembali pada basis-basis kelompok teror yang lama.
Untuk mencegah perekrutan anggota baru, kata Hamli, BNPT melakukan kontranarasi terhadap propaganda. Misalnya, narasi bahwa dalam pandemi Covid-19 pemerintah melarang shalat. Maka itu, kontranarasi yang dilakukan adalah memberikan pemahaman bahwa yang diminta untuk tidak dilakukan adalah kegiatan berkumpulnya, bukan shalatnya.