Telusuri Dugaan Peretasan Akun Whatsapp Ravio Patra, Polisi Gali Informasi dari Facebook
Penyidik Polda Metro Jaya menggali informasi dari Facebook dalam penyelidikan kasus dugaan peretasan akun Whatsapp milik Ravio Patra. Pengungkapan kasus Ravio penting untuk membuktikan komitmen negara pada demokrasi.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyidik Kepolisian Daerah Metro Jaya masih menyelidiki kasus dugaan peretasan akun Whatsapp milik Ravio Patra Asri, peneliti kebijakan publik dan pegiat advokasi legislasi. Untuk hal ini, penyidik mencoba mendapatkan informasi dari Facebook Corporation sebagai pemilik server Whatsapp. Pengungkapan kasus Ravio penting untuk membuktikan komitmen negara pada demokrasi dan hak asasi manusia.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Suyudi Ario Seto mengatakan, Ravio Patra Asri atau RPA sampai saat ini masih berstatus saksi karena tim penyidik masih memerlukan keterangan lain. Keterangan tersebut menyangkut pemeriksaan server atau peladen dan sistem informasi yang tidak berada di Indonesia.
”Hanya penegak hukum yang bisa mendapatkan otoritas untuk mendapatkan informasi mengenai data yang dibutuhkan sesuai dengan protokol dari Facebook Corporation sebagai pemilik server Whatsapp,” kata Suyudi dalam rilis yang diterima Kompas, Senin (27/4/2020).
Menurut Suyudi, langkah yang dilakukan penyidik bukan untuk mencari-cari masalah. Sebaliknya, penyidik bertanggung jawab untuk membuat kasus ini menjadi jelas berdasarkan kejadian dan saksi.
Untuk itu, penyidik memerlukan beberapa keterangan lain, berupa keterangan saksi ahli, analisis, dan lainnya. Kemungkinan keterangan lain tersebut memerlukan waktu lebih panjang karena terkait dengan peladen Whatsapp.
Dalam 24 jam pertama dari proses penyelidikan, tim penyidik telah menggali keterangan dari lima saksi, dua ahli, dan pemeriksaan digital forensik. Sementara Ravio telah diperiksa selama sembilan jam.
Sementara itu, pengajar Komunikasi Politik di Universitas Paramadina, Hendri Satrio, mengingatkan pentingnya kasus Ravio diungkap tuntas.
”Dalam konteks komunikasi politik, kasus ini harus dibuka dan dijelaskan ke publik secara transparan apa yang sebenarnya terjadi. Pak (Presiden) Jokowi berkali-kali bilang, jangan ragukan komitmen saya terhadap demokrasi. Harusnya aparat di bawahnya mengikuti itu. Saya percaya polisi bertindak profesional,” kata Hendri.
Jika kemudian hasil penyelidikan menemukan bukti kuat bahwa akun Whatsapp Ravio dibajak, polisi pun harus mencari pelakunya dan menindak tegas pelaku tersebut. Ia mengingatkan, jika peretasan dibiarkan oleh aparat keamanan, keamanan warga negara akan hilang. Itu berarti negara tidak mampu melindungi data warga negara dan sebaliknya warga negara tidak mendapatkan perlindungan yang maksimal dari negara.
”Ini, kan, bahaya bahwa fungsi negara untuk menjaga hak hidup warganya tidak ada. Maka, yang mesti dilakukan sekarang adalah membongkar penyebabnya,” ujar Hendri.
Di sisi lain, pemerintah mesti bersikap terbuka terhadap kritik atau masukan dari masyarakat. Jika kritik diterima dengan baik, mestinya kasus seperti yang menimpa Ravio tersebut tidak akan terjadi.
Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar mengatakan, pemerintah tidak bisa tinggal diam atas kasus yang menimpa Ravio Patra.
Pemerintah turut berkepentingan mendorong pengungkapan kasus itu oleh kepolisian karena, jika tidak, komitmen pemerintah pada demokrasi dan hak asasi manusia bisa dipertanyakan. Sebab, bisa saja pemerintah yang dituding meretas akun Whatsapp Ravio untuk menjebak Ravio karena ia selama ini bersikap kritis kepada pemerintah.
Sebelum Whatsapp Ravio diretas, ia kerap mengkritisi kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19. Selain itu, ia juga sempat mengkritik Staf Khusus Presiden, Billy Mambrasar, yang diduga kuat terlibat konflik kepentingan dalam proyek-proyek pemerintah di Papua. Saat akun Whatsapp Ravio diretas, dari akunnya tersebar pesan bernada provokasi. Ini yang kemudian membuat polisi sempat mengamankan Ravio, beberapa hari lalu.
Pemerintah juga dinilai Wahyudi memiliki peran besar dari kasus-kasus peretasan karena kasus peretasan banyak terjadi setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan registrasi telepon genggam dengan nomor induk kependudukan (NIK).
Di sisi lain, platform penyedia layanan, seperti Whatsapp, dituntut untuk memperbaiki diri. Sekalipun telah menerapkan mekanisme ketat untuk memastikan data atau percakapan hanya dapat dibaca oleh pihak yang berkomunikasi saja, bukan berarti tidak ada celah karena pengguna perlu memahami adanya kemungkinan terjadinya serangan (malware).