Pelibatan RT/RW Harus Lebih Kuat agar Tepat Sasaran
Penyaluran bantuan sosial di masa wabah Covid-19 perlu melibatkan RT/RW. Pemerintah daerah melalui lurah dan kepala desa diharapkan bisa ikut mengawasi dan memastikan semuanya tepat sasaran dan melindungi warga miskin.
JAKARTA, KOMPAS — Penyaluran bantuan sosial pada masa wabah Covid-19 perlu betul-betul melibatkan rukun tetangga dan rukun warga atau RT/RW. Pemerintah daerah melalui lurah dan kepala desa diharapkan bisa ikut mengawasi dan memastikan seluruh warga miskin mendapatkan bantuan. Namun, pemerintah pusat sebagai pemegang otoritas dan pengelola APBN harus juga turun tangan dan menyiapkan mekanisme agar seluruh warga miskin benar-benar mendapatkan.
Hal ini disampaikan Guru Besar Kebijakan Publik Universitas Indonesia
Eko Prasojo dan pengajar Kebijakan Publik Universitas Airlangga Surabaya Gitadi Tegas Supramudyo saat dihubungi secara terpisah, Senin (27/4/2020), dari Jakarta. Keduanya sepakat bahwa pemerintah pusat dan daerah perlu mengandalkan ketua RT dan RW untuk mendistribusikan bansos pada masa wabah Covid-19 ini. Sebab, ketua RT dan RW adalah pihak yang paling memahami kondisi masyarakat.
Baca Juga: Mensos: Program Bantuan Sosial Selama Pandemi Covid-19 Segera Disalurkan
”Berikan diskresi kepada pengurus RT dan RW untuk menetapkan siapa dan berapa banyak bansos yang bisa diberikan, tetapi perkuat pengawasan,” kata Eko.
Berikan diskresi kepada pengurus RT dan RW untuk menetapkan siapa dan berapa banyak bansos yang bisa diberikan, tetapi perkuat pengawasan.
Gitadi menjelaskan, tidak setiap pengurus RT dan RW sama kredibilitasnya. Namun, pengendalian bisa juga memanfaatkan data lain, baik dari sensus, survei lembaga lain, seperti BKKBN, Riset Kesehatan Dasar, maupun data BPS terbaru. Namun, semua tetap harus dikonfirmasi dengan pemerintah setempat serta data kelurahan/desa dan pengurus RT/RW.
Secara keseluruhan, kata Eko, perbaikan data bisa dilakukan kemudian. Sebab, saat ini yang paling penting adalah memastikan warga miskin bisa mendapatkan makan. ”Dalam keadaan normal saja, data tidak valid, apalagi dalam keadaan krisis. Manajemen krisis harus cepat dan beda dengan manajemen dalam kondisi normal,” tambahnya.
Data masih menjadi masalah dalam penyaluran bansos pada masa Covid-19. Di RW 002 Kelurahan Gelora, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, misalnya, data RW mencatat ada 474 keluarga penerima bansos. Namun, saat tiba, hanya ada bansos untuk 231 keluarga penerima. ”Akhirnya data diusulkan lagi,” kata Bahrudin, Ketua RW 002 Gelora.
Seusai rapat tertutup yang dilakukan secara daring dan dipimpin Presiden Joko Widodo, Menteri Sosial Juliari Batubara menjelaskan bahwa penyaluran bansos sudah mulai berjalan. Bansos yang dikelola pemerintah pusat terdiri atas dua jenis, bansos reguler dan bansos tambahan yang disiapkan khusus penanggulangan Covid-19. Pada saat peluncuran bantuan sosial belum lama ini, Presiden Jokowi meminta agar bantuan sosial benar-benar bisa dimanfaatkan warga miskin dan tepat sasaran. Evaluasi akan dilakukan pemerintah untuk mengecek penyaluran bantuan tersebut.
Bansos reguler, seperti program keluarga harapan (PKH) dan bantuan pangan nontunai (BPNT) atau kartu sembako. PKH kini diberikan kepada 10 juta keluarga dari sebelumnya 9,2 juta keluarga dengan besaran manfaat bergantung pada kondisi keluarganya. BPNT sejak April selama sembilan bulan diberikan sebesar Rp 200.000 perbulan untuk 20 juta keluarga penerima.
Adapun bansos tambahan diberikan kepada warga yang belum tercakup dalam PKH dan BPNT. Di Jabodetabek saja, bansos tambahan ini diberikan kepada lebih dari 3,7 juta keluarga. Besaran bansos tambahan ini Rp 600.000 per bulan selama tiga bulan berturut-turut. Bansos tambahan ini sudah mulai didistribusikan sepekan ini, baik untuk di Jabodetabek maupun luar Jabodetabek, melalui rekening di bank-bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dan melalui kantor pos. Juliari mengatakan, pembagian bansos tunai ini dilakukan secara hati-hati karena khawatir salah sasaran. Penyaluran juga dilakukan dua kali sebulan.
Terkait adanya kritik mengenai mekanisme dan prosedur yang sulit, Juliari mengatakan, sebelum program bansos ini diluncurkan, koordinasi melalui video konferens dengan semua pemerintah provinsi dan kabupaten/kota sudah dilakukan. Hal ini ditindaklanjuti dengan surat-surat untuk mekanisme penyalurannya. Pemerintah daerah juga diberikan keleluasaan untuk menentukan data penerima bansos, tidak harus mengambil data dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dimiliki Kementerian Sosial.
”Jadi pemda silakan memberi nama-nama penerima bansos yang tidak ada di DTKS. Jadi tidak kami kunci sama sekali,” tutur Juliari menambahkan.
Terkait bansos tunai di luar Jabodetabek akan dikoordinasikan Kementerian Sosial dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi sebab dilakukan dari dana desa. ”Ini harus kami atur baik-baik supaya tidak terjadi penumpukan dan tidak terjadi kekacauan di bawah,” kata Juliari.
Pemda pun bisa membuat kebijakan dan program bansos dari APBD. Pemda diminta tak ragu atau khawatir untuk menyalurkan bansos dari APBD kendati keluarga tersebut sudah mendapat bansos dari pemerintah pusat. ”Tidak perlu ragu, takut atau khawatir. Bahwa apabila ada satu keluarga yang sudah mendapatkan bansos dari pusat, mereka takut kalau memberi lagi dari pemda, tidak ada halangan sama sekali dari pemerintah pusat,” kata Juliari sembari meyakinkan bahwa pemerintah sekuat tenaga melindungi warganya.
Berbagi
Presiden Joko Widodo pun beberapa kali tampak membagikan paket-paket sembako di luar program bansos yang disalurkan dari APBN. Minggu (26/4/2020), Presiden membagikan sekitar 1.000 paket sembako kepada tukang becak, pemulung, dan warga di Kabupaten Bogor. Sebelum ini, paket sembako pernah dibagikan di Kota Bogor dan di Jakarta Pusat kepada ojek daring di pinggir jalan.
Bapak Presiden selama ini memang dikenal dekat dengan wong cilik, jadi sangat mengerti kesulitan hidup yang sedang melanda. Itulah cara Bapak Presiden untuk turut berbagi, sedikit banyak beliau ingin mengurangi beban. Inilah wujud dari solidaritas sosial.
Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin menjelaskan itu adalah cara Presiden Joko Widodo secara pribadi menyatakan keprihatinan dan empati kepada saudara-saudara yang sedang kesulitan.
Baca juga: Agar Efektif, Bantuan Sosial Harus Dibarengi Program Pemberdayaan
”Bapak Presiden selama ini memang dikenal dekat dengan wong cilik, jadi sangat mengerti kesulitan hidup yang sedang melanda. Itulah cara Bapak Presiden untuk turut berbagi, sedikit banyak beliau ingin mengurangi beban. Inilah wujud dari solidaritas sosial,” tuturnya.
Diharapkan, beban kesulitan bisa ditanggung bersama-sama. Dengan gotong royong, semua pasti terasa lebih ringan.