Ravio Laporkan Peretasan Whatsapp, Pengungkapan Pelaku Jadi Pertaruhan Demokrasi
Kepolisian dituntut cepat menindaklanjuti laporan peretasan Whatsapp milik aktivis Ravio Patra, sekaligus mengungkap pelaku dan motifnya. Tanpa pengungkapan itu, penangkapan Ravio akan dinilai sebagai pembungkaman kritik
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar/J Galuh Bimantara
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Daerah Metro Jaya akan menindaklanjuti laporan peretasan akun Whatsapp milik aktivis Ravio Patra. Laporan tersebut diharapkan akan mempercepat proses pengungkapan pelaku peretasan.
Sebelumnya Ravio Patra mengaku diretas Whatsapp-nya, dan dari akun tersebut muncul pesan ajakan untuk berbuat rusuh dan melakukan penjarahan. Ini yang membuat Ravio sempat diamankan oleh kepolisian.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Iwan Kurniawan, ketika dikonfirmasi, Selasa (28/4/2020), mengatakan, Polda Metro Jaya telah menerima laporan kasus peretasan akun Whatsapp Ravio Patra. Laporan tersebut diterima pada Senin (27/4).
”Baru saya terima. Kan, yang bersangkutan baru lapor semalam,” kata Iwan.
Menurut Iwan, laporan tersebut akan ditangani Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Untuk itu, dirinya akan segera menunjuk tim yang bertugas menindaklanjuti laporan tersebut.
Kuasa hukum Ravio, Ade Wahyudin, membenarkan Ravio Patra melaporkan peretasan akun Whatsapp miliknya ke Polda Metro Jaya. Sebagaimana dinyatakan dalam keterangan tertulis, peretasan akun Whatsapp milik Ravio Patra terjadi 22 April. Laporan selesai dibuat pukul 22.00 sebagaimana Tanda Bukti Lapor TBL/2528/IV/YAN 2.5/2020 SPKT PMJ tanggal 27 April 2020.
Dalam laporan tersebut, Ravio melaporkan dugaan tindak pidana peretasan atau menerobos sistem elektronik sebagaimana diatur dalam Pasal 30 Ayat (3) juncto Pasal 46 Ayat (3) UU No 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ravio berharap agar kepolisian segera memproses kasus ini untuk mengungkapkan pelaku peretasan beserta motifnya. Selain itu, Ravio juga akan membuat laporan resmi kepada penyedia jasa telekomunikasi.
Secara terpisah, Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati mengatakan, kasus yang menimpa Ravio menunjukkan upaya untuk membungkan kekritisan masyarakat. Jika kasus penangkapan Ravio tidak diketahui publik, bisa jadi Ravio akan ditahan dan diadili karena dugaan memprovokasi.
”Kasus Ravio itu bisa membuat orang menjadi takut menyuarakan pendapatnya. Sementara kasus terkait teknologi itu seperti tidak bisa kita jangkau. Sebelumnya ada akademisi ataupun aktivis yang diretas dan tidak ada proses hukum sampai sekarang,” kata Asfinawati.
Menurut Asfinawati, kasus semacam ini mengancam demokrasi, terutama pada masa krisis seperti saat ini. Menurut dia, hal yang paling berbahaya adalah kehendak untuk berkuasa dengan mengatasnamakan stabilitas.
Dia mengingatkan beberapa hal yang menjadi ciri kepemimpinan otoriter adalah ketertutupan, terutama ketertutupan data atau informasi. Sebab, jika data tidak terbuka, kebijakan penguasa dilakukan tidak berdasarkan data, tetapi keinginan atau kehendak berkuasa.
”Kasus Ravio ini salah satu pertaruhan meskipun ini hanya satu dari korban-korban lain yang tidak terungkap,” ujar Asfinawati.