Data Penerima Bantuan Sosial Tak Akurat, KPK Ingatkan Pemda
Guna menangkal penyimpangan bantuan selama pandemi Covid-19, KPK menggelar rapat maraton dengan jajaran pemda. Salah satu yang diingatkan KPK, pentingnya akurasi data penerima bantuan sosial agar bantuan tepat sasaran.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK mengingatkan pemerintah daerah untuk membenahi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial agar bantuan sosial tepat sasaran. KPK juga mengingatkan agar bantuan sosial yang diberikan guna mengatasi dampak pandemi Covid-19 tidak digunakan untuk kepentingan pemenangan dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020.
Pentingnya pemutakhiran dan akurasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) itu salah satunya ditekankan KPK dalam rapat koordinasi Satuan Tugas Koordinasi Pencegahan Wilayah IX KPK dengan jajaran Pemerintah Provinsi Papua yang digelar secara telekonferensi, Selasa (5/5/2020).
KPK meminta agar penyaluran bantuan sosial (bansos) memperhatikan aturan yang ada. Mekanisme penyaluran bansos juga hendaknya dapat mengantisipasi duplikasi bantuan atau penyaluran bantuan fiktif.
”Pada rangkaian kegiatan monitoring dan evaluasi pencegahan yang dilakukan KPK pada November 2019, KPK menemukan 89 persen atau sekitar 1,5 juta data penduduk Papua penerima bansos dari total sekitar 1,69 juta penduduk tidak padan dengan data NIK (nomor induk kependudukan) pada Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri,” tutur Pelaksana Tugas Juru Bicara Pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding.
Oleh karena itu, pemutakhiran DTKS penting untuk dilakukan. Begitu pula akurasinya. Tak hanya Papua, tetapi pemda lainnya. Khusus untuk Papua, KPK sekaligus mengingatkan komitmen seluruh pemda di Papua untuk segera menyelesaikan pembangunan sistem informasi dan data orang asli Papua (OAP). Dengan data terpadu ini, diharapkan peningkatan kesejahteraan OAP dari tahun ke tahun dapat diukur.
Tidak untuk pilkada
Sebelumnya, dalam rapat koordinasi pencegahan korupsi terintegrasi wilayah IX Provinsi Sumatera Barat antara KPK dan pemda di seluruh Sumatera Barat, akhir April lalu, KPK mengingatkan, bansos yang diberikan pemda untuk penanganan Covid-19 agar tidak dimanfaatkan untuk kepentingan praktis dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.
Setidaknya ada 14 pemerintah daerah yang akan mengikuti pilkada di wilayah Sumatera Barat. Adapun anggara pemda se-Sumatera Barat untuk penanganan Covid-19 yang berasal dari realokasi sejumlah anggaran mencapai Rp 1,2 triliun.
Dari anggaran itu, paling besar dialokasikan untuk jaring pengaman sosial, termasuk di dalamnya bansos sebesar Rp 572 miliar. Sisanya Rp 521 miliar untuk belanja kesehatan dan Rp 168,9 miliar untuk belanja penanganan dampak ekonomi.
”Mengingat besarnya alokasi anggaran untuk penanganan Covid-19 tersebut, KPK akan terus memonitor dan melakukan pengawasan,” kata Ipi dalam rilis yang diterima Kompas, Senin (4/5/2020) malam.
Ipi mengungkapkan, KPK telah mengeluarkan tiga surat/surat edaran tentang penggunaan DTKS dan data non-DTKS dalam pemberian bansos kepada masyarakat, pengelolaan terkait penerimaan sumbangan pihak ketiga yang dikategorikan bukan gratifikasi, serta penggunaan anggaran pengadaan barang dan jasa dalam penanganan Covid-19. Ketiga surat edaran KPK tersebut diharapkan dapat menjadi panduan dan rambu-rambu dalam penanganan Covid-19.
Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada Oce Madril mengatakan, penyimpangan bansos sering terjadi dan yang paling rentan berada pada bagian hulu, seperti pendataan fiktif.
Pendataan yang tidak tepat sering terjadi dengan cara penambahan jumlah kebutuhan bansos yang tidak sesuai dengan realitas di lapangan. Alhasil, bisa terjadi kecurangan dan tidak tepat sasaran dalam penyampaian bansos.
”Kasus terburuk yang terjadi ialah jumlah bansos dipotong dan tidak diberikan kepada orang yang terdata. Bahkan, kami pernah menemukan kasus bansos dikumpulkan pada suatu tempat dan dijual kembali,” ujar Oce.
Untuk mencegah penyimpangan, perlu ada kolaborasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, termasuk dalam pendataan. Hal tersebut penting agar ada pengawasan di setiap titik penyimpangan.