Penangkapan sejumlah terduga teroris di Jawa Tengah menunjukkan jaringan teroris masih mengancam. Mereka menyebarkan paham radikal ke orang terdekat. Yang juga patut diwaspadai adalah adanya perubahan strategi.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penangkapan sejumlah terduga teroris di Jawa Tengah beberapa hari lalu menunjukkan jaringan teroris di Tanah Air masih hidup dan mengancam. Mereka menyebarkan paham radikal ke orang terdekat. Yang juga patut diwaspadai adalah adanya perubahan strategi agar tak dicurigai masyarakat. Mereka tak lagi bersikap tertutup, melainkan membaur dalam masyarakat.
Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret, Aris Arif Mundayat, ketika dihubungi, Kamis (28/5/2020), mengatakan, terduga teroris yang ditangkap di wilayah Jawa Tengah, yakni di Solo dan Batang, sama-sama berasal dari kelompok Jama’ah Anshorut Daulah (JAD). Penangkapan tersebut sekaligus memperlihatkan masih banyak jaringan teroris di wilayah Solo.
Dari sisi waktu, penangkapan terduga teroris tersebut merupakan bagian dari pengamanan Lebaran. Meski demikian, penangkapan tersebut merupakan rangkaian dari penangkapan terduga teroris kelompok JAD sejak 2019, seperti penangkapan terduga teroris di Solo yang terkait dengan jaringan Subchan yang telah lebih dahulu ditangkap di Kendal, Jawa Tengah.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian Negara Republik Indonesia Komisaris Besar Ahmad Ramadhan mengatakan, penangkapan terduga teroris berinisial BE dan REP oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri di wilayah Solo merupakan hasil pengembangan penangkapan terduga teroris di Jawa Tengah.
”Penangkapan di wilayah Solo tersebut terkait dengan jaringan JAD dari kelompok Subchan di Kendal,” kata Ahmad.
Densus 88 Antiteror menangkap terduga teroris berinisial REP dan BE di tempat yang berbeda. REP ditangkap di Solo, sementara BE ditangkap di Sukoharjo, Jawa Tengah. Sebelumnya, Densus 88 Antiteror menangkap tiga terduga teroris di Subah, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Selain itu, ada satu terduga teroris lain yang ditangkap di Jawa Tengah.
Menurut Aris, pada dasarnya jaringan JAD sudah diketahui oleh Densus 88 Antiteror. Sebab, sebagian besar jaringan tersebut berbasis kerabat atau keluarga. Hal itu dapat dilihat dari terduga teroris yang ditangkap di Subah.
”Model teroris berbasis keluarga ini semakin menjadi pilihan karena mereka mengalami pengalaman sosiologis yang sama tentang hidup precariat dan deprivasi sosial keagamaan dalam konteks makro, semisal pelarangan ibadah Jumat dan ibadah berjemaah jika dilakukan tanpa protokol pencegahan Covid 19 yang dianggap meminggirkan Islam,” kata Aris.
Yang juga patut menjadi perhatian, ia melihat adanya perubahan strategi dari sejumlah terduga teroris yang ditangkap. Mereka tidak lagi bersikap tertutup, melainkan membaur dalam masyarakat. Demikian pula pekerjaan yang mereka pilih, mensyaratkan interaksi dengan masyarakat.
Menurut Aris, selama ini yang diketahui masyarakat, pelaku teroris cenderung menutup diri dari masyarakat. Padahal, kelompok JAD sudah cukup lama mengubah strategi dengan cara membaur dalam masyarakat untuk menghilangkan kesan sebagai bagian dari sel aktif teroris.
Strategi itu, kata Aris, dilakukan oleh kelompok yang berafiliasi ke Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) sekitar tiga tahun terakhir. ”Bahkan, mereka tidak menunjukkan simbol-simbol agama dari pakaian atau penampilan lainnya,” tambahnya.
Perubahan strategi itu sebenarnya telah diketahui Densus 88 Antiteror. Namun, belum banyak masyarakat yang mengetahuinya. Akibatnya, teroris leluasa bergerak di tengah masyarakat tanpa dicurigai.