Tuntutan terhadap Penyerang Novel Dinilai Terlalu Rendah
Dua pelaku penyerangan Novel Baswedan dituntut pidana 1 tahun penjara. Sejumlah pihak menilai tuntutan tersebut terlalu rendah dan menciderai rasa keadilan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tuntutan 1 tahun penjara terhadap dua pelaku penyiraman air keras kepada Novel Baswedan, penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, dinilai terlalu rendah sehingga mencederai rasa keadilan. Tak hanya itu, persidangan kasus Novel juga dinilai penuh sandiwara yang memperolok hukum.
Kurnia Ramadhana dari tim advokasi Novel Baswedan dan Direktur Amnesty International Usman Hamid mengungkapkan hal tersebut, Kamis (11/6/2020), secara terpisah.
”Tuntutan ini tidak hanya sangat rendah, tetapi juga memalukan serta tidak berpihak pada korban kejahatan. Terlebih ini adalah serangan brutal kepada penyidik KPK yang telah terlibat banyak dalam pemberantasan korupsi,” kata Kurnia.
Tuntutan ini tidak hanya sangat rendah, tetapi juga memalukan serta tidak berpihak pada korban kejahatan. Terlebih ini adalah serangan brutal kepada penyidik KPK yang telah terlibat banyak dalam pemberantasan korupsi. (Kurnia Ramadhana)
Di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, kemarin, jaksa menuntut dua terdakwa penyerangan terhadap Novel, yakni Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, dengan pidana 1 tahun penjara. Jaksa menilai keduanya terbukti merencanakan penyerangan terhadap Novel.
Namun, serangan yang mengakibatkan mata Novel cacat itu dinilai jaksa terjadi secara tidak sengaja. Sebab, para pelaku sebenarnya hendak menyerang badan Novel, tetapi justru mengenai bagian kepala.
”Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan (Negeri) Jakarta Utara yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan terdakwa Rahmat telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama melakukan perbuatan penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu yang mengakibatkan luka berat. Menjatuhkan hukuman pidana (penjara) kepada Rahmat selama 1 tahun dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan,” kata Fedrik Adhar dalam sidang yang dipimpin Hakim Djuyamto.
Tuntutan tersebut sesuai dengan dakwaan subsider (Pasal 353 Ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana). Jaksa menilai, dakwaan primer (Pasal 355) tidak terbukti.
Rahmat melakukan penganiayaan tersebut karena benci kepada Novel setelah melihat pemberitaan di media massa terkait keterlibatan Novel dalam kasus sarang burung walet di Bengkulu. Ia melihat Novel lupa dengan Polri, institusi yang telah membesarkan namanya. Ia juga melihat Novel merasa hebat dan kebal hukum. Sementara kedua terdakwa merupakan anggota Polri.
Karena kebenciannya tersebut, Rahmat meminjam sepeda motor milik Ronny untuk mengamati kondisi lingkungan tempat tinggal Novel di Kelurahan Pegangsaan Dua, Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Karena kebenciannya tersebut, ia meminjam motor milik Ronny untuk mengamati kondisi di lingkungan tempat tinggal Novel di Kelurahan Pegangsaan Dua, Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Setelah mempersiapkan cairan asam sulfat yang diperolehnya di asrama Gegana Brimob Kelapa Dua, Depok, Rahmat mengajak Ronny untuk memberi pelajaran pada Novel. Ronny mengendarai sepeda motornya dengan pelan-pelan saat Novel berjalan keluar dari Masjid Al-Ikhsan.
Ketika berada dalam posisi sejajar dengan Novel, Rahmat menyiramkan air sulfat yang telah disiapkannya ke arah badan Novel. Namun, air sulfat itu mengenai kepala Novel.
Menurut jaksa, Rahmat tidak memiliki niat untuk melakukan penganiayaan berat. Mereka menganggap Rahmat hanya memberi pelajaran kepada Novel.
Menurut jaksa, Rahmat tidak memiliki niat untuk melakukan penganiayaan berat. Mereka menganggap Rahmat hanya memberi pelajaran kepada Novel. Namun, di luar dugaan mengenai mata kiri Novel dan cacat permanen. Cedera yang dialami Novel tersebut membuatnya terhalang dalam menjalankan pekerjaannya dan berpotensi mengalami kebutaan.
Seusai jaksa membacakan surat tuntutannya, hakim Djuyamto menanyakan apakah kedua terdakwa mengerti dengan tuntutan tersebut dan langsung dijawab mengerti oleh kedua terdakwa. Hakim juga memberikan kesempatan kepada tim penasihat hukum terdakwa untuk menyusun pleidoi atau pembelaan dan disepakati sidang selanjutnya pada Senin (15/6/2020).