Novel Baswedan Ungkap Sejumlah Kejanggalan dalam Dakwaan Penyerangnya
Tepat tiga tahun penyerangan dengan air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, keseriusan untuk mengungkap tuntas kasus tersebut disangsikan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tepat tiga tahun penyerangan dengan air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, keseriusan untuk mengungkap tuntas kasus tersebut disangsikan. Meskipun dua orang sudah ditangkap dan kini menjalani proses peradilan, keduanya diragukan sebagai pelaku penyerangan. Banyak kejanggalan di dalamnya.
Novel Baswedan terutama masih menyangsikan bahwa kedua terdakwa, yaitu Rahmat Kadir Mahulette (RM) dan Ronny Bugis (RB), benar-benar pelaku penyiraman air keras terhadap dirinya.
Ia mengaku tidak mengenali kedua orang tersebut, apalagi memiliki masalah pribadi dengan keduanya. ”Kata saksi-saksi yang berada di dekat rumah, mereka tidak pernah mengenali dua orang tersebut. Saya juga tidak kenal dua orang tersebut, tetapi kenapa bisa ada dendam, ya?” kata Novel dalam diskusi memperingati tiga tahun penyerahan dirinya, yang digelar melalui telekonferensi, di Jakarta, Sabtu (11/4/2020).
Novel juga menyangsikan dengan informasi dalam surat dakwaan tentang penggunaan aki mobil yang dicampur dengan air untuk menyiram mukanya. Menurut Novel, penggunaan air aki tersebut tidak masuk akal karena di lokasi kejadian terdapat beton yang melepuh. Selain itu, sisa air di sekitar lokasi kejadian juga tercium sangat menyengat, berbeda dengan bau air aki.
Novel juga tidak yakin bahwa motif dari penyiraman air keras ini terjadi karena hanya dendam pribadi. Sebab, kasus penyerangan terhadapnya sudah direncanakan. Satu bulan sebelum penyerangan, ia ditemui oleh seorang pejabat Polri yang menyatakan bahwa ia akan diserang. Karena itu, tempat tinggalnya akan diberikan penjagaan.
Dua minggu sebelum kejadian, tetangganya memberi tahu bahwa ada orang yang mengamatinya secara terus-menerus dengan menggunakan dua mobil dan beberapa orang menggunakan sepeda motor. ”Dalam dua hingga tiga hari, mereka mengamati dari pagi sampai sore. Saya sudah menceritakan fakta tersebut ke pejabat polri dan KPK,” ujar Novel.
Kasus impor daging
Ia mengungkapkan, saat itu kasus impor daging yang melibatkan pengusaha Basuki Hariman kepada bekas Hakim Konstitusi Patrialis Akbar sedang memanas. Novel menduga penyerangan terhadapnya terkait dengan kasus tersebut. Pasalnya, selain penyerangan terhadap dirinya, penyidik KPK lainnya yang menangani kasus itu dirampok tasnya. Selain itu, ada pula penyidik senior KPK lainnya yang mengalami intimidasi.
Novel mengatakan, kasus impor daging tersebut tidak kecil karena ada mafia dan kartel yang terlibat dalam kasus tersebut. Korupsi ini juga termasuk kasus yang besar karena terkait dengan kepentingan dasar hidup masyarakat.
Ia berharap pemerintah dan DPR serius menangani kasus penyerangan terhadap penegak hukum dan para aktivis yang ingin memberantas korupsi. Novel pun berharap pada persidangan selanjutnya yang berlangsung pada 30 April di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dapat dilakukan secara obyektif dan transparan.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal M Iqbal menegaskan, Indonesia adalah negara hukum sehingga ia ingin proses hukum di pengadilan diikuti. ”Ikuti saja proses hukumnya. Pengadilan kita sangat transparan,” kata Iqbal.
Untuk para penegak hukum dan aktivis antikorupsi, Iqbal memastikan bahwa mereka akan dilindungi agar tidak terjadi penyerangan seperti Novel. Ia menegaskan bahwa setiap warga negara Indonesia harus dilindungi oleh polri.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid juga masih menyangsikan dengan keterlibatan dua terdakwa tersebut. Bahkan, dirinya menduga kedua terdakwa tersebut hanya menjadi kambing hitam. Ia berharap kasus yang menimpa Novel dapat ditangani oleh tim gabungan independen yang memiliki integritas dan dapat dipercaya.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah, menambahkan, kasus intimidasi terhadap pegiat antikorupsi dan penegak hukum yang berusaha memberantas korupsi tak hanya terjadi pada Novel. Sejak 1996-2019, ICW mencatat ada 91 kasus intimidasi dengan korbannya berjumlah 115 orang.
Sebanyak 15 di antaranya merupakan orang KPK. Selain Novel, mantan pimpinan KPK Agus Rahardjo dan Laode M Syarif juga pernah diteror dengan menggunakan bom. Ironisnya, polisi tidak mengungkap tuntas kasus-kasus tersebut.
Wana menuturkan, ada empat klasifikasi bentuk intimidasi terhadap orang yang berusaha mengungkap kasus korupsi, yaitu aparatur sipil negara dimutasi, aktivis dikriminalisasi, kekerasan secara fisik, dan tekanan psikis. Bentuk tekanan psikis terbaru adalah gawai pegiat antikorupsi diretas.
Ia pun berharap negara dan aparat keamanan serius mengungkap kasus-kasus itu dan mencegah peristiwa serupa terulang.
Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mendorong pimpinan KPK untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus intimidasi yang terjadi pada petugas KPK. Hal tersebut bertujuan untuk menjamin keamanan bagi petugas KPK dalam menjalankan tugasnya.
Menurut Asfinawati, penyerangan yang dialami oleh Novel merupakan buntut dari pembiaran kasus sebelumnya. ”KPK seharusnya bisa menggunakan obstruction of justice (tindak pidana menghalangi proses hukum) untuk melindungi penyidikan,” tuturnya.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, peristiwa yang terjadi pada Novel menjadi peringatan tentang pentingnya perlindungan terhadap setiap pejuang antikorupsi di negeri ini.
KPK bersama masyarakat akan terus mengawal proses persidangan kasus ini. ”KPK percaya dan meyakini majelis hakim akan independen serta profesional dalam menggali dan mengungkap fakta-fakta terkait penyerangan terhadap Novel yang merupakan penyidik KPK sebagai salah satu unsur pejuang antikorupsi,” kata Ali.