Parpol Kembali Usung Bekas Koruptor di Pilkada 2020
Pencalonan bekas koruptor di Pilkada 2020 oleh partai politik menunjukkan pendidikan politik yang buruk. Partai politik bisa dinilai permisif pada praktik korupsi.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA,KOMPAS - Pemilihan Kepala Daerah 2020 berpotensi kembali diwarnai dengan hadirnya mantan terpidana korupsi sebagai calon kepala/wakil kepala daerah.
Tak ada produk hukum yang melarang keikutsertaan para bekas koruptor tetapi jika partai politik betul-betul mengusung mereka, partai berpotensi dinilai permisif pada korupsi. Partai juga bakal dinilai abai dengan realita korupsi berulang ketika calon bekas koruptor berhasil terpilih dan menjabat.
Catatan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Jumat (21/8/2020), terdapat setidaknya empat bakal calon kepala daerah berstatus bekas terpidana korupsi yang berencana maju di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020. Keempat bakal calon tersebut, Agusrin M Najamuddin di Pilkada Bengkulu, Vonny Panambunan di Pilkada Sulawesi Utara (Sulut), Jimmy Rimba Rogi di Pilkada Manado, Sulut, dan Askiman di Pilkada Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.
Mereka pun telah meraih tiket pencalonan dari partai politik (parpol). Agusrin misalnya, meraih tiket pencalonan dari Gerindra. Vonny dari Nasdem. Jimmy dari Golkar dan Gerindra. Adapun Askiman dari Demokrat dan Hanura. Untuk diketahui, tahapan pendaftaran calon di Pilkada 2020, dibuka pada 4-6 September 2020.
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini, mengatakan, potensi bekas koruptor kembali hadir di Pilkada 2020 sangat besar karena tak ada norma hukum yang melarangnya.
Putusan Mahkamah Konstitusi, akhir 2019, hanya mensyaratkan bekas terpidana, termasuk terpidana korupsi, harus terlebih dulu melewati masa jeda lima tahun setelah menjalani masa pidana penjara, untuk bisa maju di pilkada. Selain itu, bekas terpidana harus jujur atau terbuka mengumumkan latar belakangnya sebagai mantan terpidana. Terakhir, bekas terpidana bukan pelaku kejahatan yang berulang-ulang.
Meski dimungkinkan secara hukum, Titi melihat sikap parpol yang memutuskan memberikan tiket pencalonan pada bekas koruptor sangat ironis di tengah korupsi yang masih menjadi persoalan bangsa. ”Pencalonan merupakan pendidikan politik yang buruk bagi publik,” tambahnya.
Lebih jauh, publik dapat pula menilai bahwa parpol permisif pada praktik korupsi.
Menurutnya, parpol tidak bisa menggunakan dalil, terpilih atau tidaknya bekas terpidana korupsi saat pilkada, diserahkan pada pemilih. Sebab, masyarakat berada di hilir dalam proses pilkada, hulunya di parpol. Maka, parpol bertanggung jawab menghadirkan figur-figur bersih dalam pilkada.
Korupsi berulang
Terlebih berkaca pada sejumlah peristiwa korupsi selama ini, kepala/wakil kepala daerah yang pernah korupsi, kembali korupsi saat terpilih dalam pilkada dan menjabat.
Salah satunya, Bupati Kudus Muhammad Tamzil yang ditangkap KPK karena korupsi pada Juli 2019. Pada 2014, Tamzil divonis bersalah dalam kasus korupsi. Setelah bebas pada 2015, dia maju pada Pilkada Kudus 2018 dan terpilih.
”Belajar dari Kudus, masa jeda tidak menjamin mereka akan melakukan kepemimpinan yang bersih," ujarnya.
Terkait Jimmy Rimba Rogi, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia mengatakan, partai belum memutuskan akan mengusungnya Jimmy memang dipertimbangkan diusung partai karena kuatnya dukungan publik Manado. Namun, Golkar masih mempertimbangkan status Jimmy sebagai bekas terpidana korupsi.
Adapun Sekretaris Badan Pemenangan Pemilu Demokrat, Kamhar Lakumani, mengatakan, Askiman diusung Demokrat karena memiliki elektabilitas yang tinggi. Ia juga dinilai telah menjalankan tugas sebagai Wakil Bupati Sintang sejak 2016 dengan baik, sehingga menuai simpati publik.
“Kita terlalu berlebihan menghakimi orang yang bersalah lalu tidak bisa berbuat benar, itu tidak tepat," katanya.
Askiman terjerat kasus penyalahgunaan dana pemeliharaan jalan pada 2012 saat dia masih menjabat Kepala Dinas Pekerjaan Umum Sintang. Askiman telah menjalani hukuman penjara 1 tahun dan bebas pada Juni 2015. (EDN/VIO)