Penerapan Protokol Kesehatan Saat Pilkada 2020 Tak Bisa Ditawar
Penegakan kepatuhan pada protokol kesehatan selama Pemilihan Kepala Daerah 2020 tak bisa ditawar lagi karena pemerintah tidak berencana menunda pemilihan. Penegakan kepatuhan tak cukup sebatas imbauan.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penerapan protokol kesehatan ketat dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020 tidak bisa ditawar lagi. Protokol kesehatan menjadi satu-satunya cara untuk mencegah kluster penularan Covid-19 selama pemilihan bertambah banyak, karena pemerintah tak akan menunda pemilihan.
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, dalam jumpa wartawan virtual pada Kamis (10/9/2020), memaparkan, dari 309 daerah yang mengikuti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020, sebanyak 45 kabupaten/kota atau 14,56 persen masuk dalam daftar daerah dengan risiko tinggi penularan Covid-19.
Kabupaten/kota zona merah yang menggelar pilkada itu tersebar di 14 provinsi, yakni Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur.
Sebanyak 152 kabupaten/kota atau 49,19 persen lainnya masuk dalam wilayah dengan risiko penularan sedang (zona oranye). Sementara 72 kabupaten/kota atau 23,3 persen tergolong daerah dengan risiko rendah (zona kuning). Hanya 26 kabupaten/kota atau 8,41 persen yang tak ada kasus baru dan 14 daerah (4,53 persen) tak terdampak Covid-19.
Wiku menjelaskan, zona risiko harus menjadi perhatian bersama dalam menyelenggarkan pilkada. Pemerintah daerah (pemda) diminta untuk benar-benar menjaga pilkada agar tidak menjadi kluster penularan Covid-19.
Karena itu, semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pilkada harus mematuhi protokol kesehatan. ”Daerah agar benar-benar menjaga pelaksanaan pilkada, tetap mematuhi protokol kesehatan demi mencegah penularan Covid-19 dan menghindari terbentuknya kluster pilkada,” kata Wiku dari Kantor Presiden, Jakarta.
Salah satu protokol kesehatan yang harus ditaati adalah kewajiban seluruh bakal pasangan calon untuk mengikuti tes Covid-19 dengan metode PCR (polymerase chain reaction). Tak hanya itu, para bakal pasangan calon juga tidak diperbolehkan melakukan kontak fisik selama proses seleksi.
”Kami mohon bakal calon pasangan melakukan tes PCR dan dilarang melakukan kontak fisik selama proses seleksi,” ujar Wiku.
Metode kampanye pun diatur sedemikian rupa agar tetap aman dari Covid-19. Kampanye yang diperbolehkan salah satunya adalah pertemuan terbatas dengan dihadiri maksimal oleh 50 orang dengan menjaga jarak sekitar 1 meter. Debat publik atau debat terbuka antarpasangan calon boleh dilakukan di studio lembaga penyiaran, tetapi hanya boleh dihadiri paling banyak 50 orang dengan tetap menjaga jarak sejauh 1 meter.
Satgas penanganan Covid-19 lebih menyarankan kampanye dilakukan secara daring dengan memanfaatkan teknologi informasi. Selain itu, para kontestan pilkada juga disarankan memilih logistik kampanye dalam bentuk alat pelindung diri, seperti masker, sarung tangan, pelindung wajah, atau penyanitasi tangan. Bahan kampanye semacam itu penting supaya promosi budaya menjalankan protokol kesehatan berhasil dilakukan.
”Kegiatan lain yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku diperbolehkan dengan menerapkan protokol ketat,” ujar Wiku.
Penegakan protokol kesehatan dalam pilkada diharapkan menjadi tanggung jawab semua pihak.
Satgas Penanganan Covid-19 meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyiapkan implementasi tahapan pilkada dengan memperhatikan penegakan disiplin protokol kesehatan. Sementara Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) diminta menyusun standar tata laksana pengawasan terhadap penyelenggaran pilkada secara inklusif dengan memasukkan peraturan penegakan protokol kesehatan.
”Kami mohon aparat penyelenggara, KPU, KPUD, Bawaslu, seluruhnya, dan pemda melalui satpol PP bisa menegakkan disiplin protokol kesehatan,” kata Wiku.
Pencegahan penularan Covid-19 juga mesti didukung oleh seluruh masyarakat. Kerja sama semua pihak dalam menegakkan disiplin protokol kesehatan mutlak diperlukan karena, menurut Wiku, pemerintah tidak ada rencana untuk menunda penyelenggaraan pilkada serentak.
Sebelumnya diberitakan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan 243 pelanggaran protokol kesehatan saat tahapan pendaftaran calon peserta pilkada. Selain itu, berdasarkan data KPU per Rabu (9/9/2020), jumlah bakal calon yang terinfeksi Covid-19 sebanyak 59 orang dari sebelumnya dilaporkan pada Selasa (8/9/2020) sebanyak 37 orang. Banyak di antaranya hadir mendaftar ke kantor KPU, seperti bakal calon di Keerom dan Supiori. Sementara di Boyolali, Jawa Tengah, 96 petugas pengawas pemilu positif Covid-19.
Secara terpisah, peneliti senior Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Nurlia Dian Paramita mengatakan, imbauan saja tidak cukup untuk menertibkan kontestan pilkada agar patuh protokol kesehatan. Penegakan disiplin harus benar-benar dilakukan.
Begitu pula imbauan untuk tidak memilih pasangan calon kepala daerah yang mengabaikan protokol kesehatan juga tidak akan efektif. ”Imbauan agar paslon yang abai protokol kesehatan tidak dipilih juga sulit kalau diimplementasikan,” kata Mita.
JPPR menyesalkan partai politik yang melakukan berbagai cara untuk mendapat dukungan masyarakat, termasuk mengumpulkan massa. Padahal di masa pandemi seperti sekarang ini, seharusnya parpol turut memberikan edukasi tentang pentingnya penerapan protokol kesehatan untuk memutus mata rantai Covid-19 yang kini menjadi persoalan bangsa.