Jaksa Pinangki Sirna Malasari membuat ”action plan” untuk mengembalikan Joko Tjandra ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana 2 tahun penjara yang dijatuhkan MA melalui pengajuan fatwa ke MA. Namun, rencana itu gagal.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pinangki Sirna Malasari disebutkan sempat meminta Joko Soegiarto Tjandra untuk menjalani pidananya sembari Pinangki mengurus upaya peninjauan kembali atau PK Joko Tjandra. Namun, action plan yang disusun Pinangki untuk membawa Joko Tjandra kembali ke Indonesia tanpa menjalani pidana tidak terlaksana.
Hal itu terungkap dalam sidang perdana terhadap terdakwa Pinangki Sirna Malasari di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (23/9/2020). Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan tersebut dipimpin oleh ketua majelis hakim IG Eko Purwanto.
Dalam dakwaan yang ditandatangani jaksa penuntut umum KMSA Roni disebutkan, sekitar September 2019, Pinangki meminta Rahmat untuk dikenalkan dengan Joko S Tjandra yang berstatus dalam daftar pencarian orang (DPO). Pada Oktober 2019, Pinangki menyampaikan kepada Anita Kolopaking, yang kemudian menjadi kuasa hukum Joko Tjandra, bahwa nanti ada surat permintaan fatwa ke MA untuk menanyakan putusan pidana Joko Tjandra bisa dieksekusi atau tidak. Adapun menurut putusan MA tertanggal 11 Juni 2009, Joko Tjandra dijatuhi pidana 2 tahun penjara.
Pinangki memperkenalkan diri sebagai jaksa dan mampu mengurus upaya hukum Joko Tjandra, termasuk mengurus peninjauan kembali (PK).
Pada 12 November 2019, Pinangki bersama Rahmat bertemu Joko Tjandra di The Exchange 106 di Kuala Lumpur, Malaysia. Pinangki memperkenalkan diri sebagai jaksa dan mampu mengurus upaya hukum Joko Tjandra, termasuk mengurus peninjauan kembali (PK).
”Terdakwa kemudian mengatakan akan mengurus upaya hukum Joko Tjandra, tetapi meminta Joko Tjandra agar menjalani pidananya terlebih dahulu, kemudian terdakwa akan mengurus upaya hukum tersebut,” kata jaksa.
Namun, Joko Tjandra tidak langsung percaya bahwa dirinya bisa masuk ke Indonesia. Maka, Pinangki mengatakan akan mengenalkan Joko dengan temannya yang adalah pengacara.
Selain membahas rencana mendapatkan fatwa dari MA melalui Kejaksaan Agung untuk mengembalikan Joko ke Indonesia, Joko Tjandra disebutkan juga menyetujui usulan beserta biayanya. Fatwa tersebut diperlukan agar pidana penjara yang dijatuhkan MA kepada Joko Tjandra tidak bisa dieksekusi. Dengan demikian, Joko Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana.
Pada 19 November 2019, Pinangki bersama Anita dan Rahmat bertemu Joko Tjandra di Kuala Lumpur. Pada pertemuan itu, Pinangki menyarankan kembali kepada Joko Tjandra agar kembali dulu ke Indonesia dan ditahan oleh Kejaksaan. Sementara Pinangki akan mengurus masalah hukumnya. Pada kesempatan itu, Joko Tjandra meminta agar Pinangki menyusun action plan terlebih dahulu dan membuat surat ke Kejaksaan Agung guna menanyakan status hukum Joko Tjandra.
”Pada saat itu, terdakwa secara lisan menyampaikan akan mengajukan proposal action plan yang berisi rencana tindakan dan biaya pengurusan fatwa MA melalui Kejaksaan Agung sebesar Rp 100 juta dollar AS. Namun, Joko Tjandra hanya menyetujui 10 juta dollar AS,” kata jaksa.
Action plan tersebut berisi 10 aksi atau tindakan, penanggung jawab, serta waktu pelaksanaannya, yakni mulai 13 Februari sampai Juni 2020. Aksi itu antara lain pengiriman surat permohonan fatwa MA dari pengacara kepada BR atau Burhanuddin yang adalah pejabat Kejaksaan Agung untuk kemudian diteruskan ke MA. Tindakan itu direncanakan dilakukan pada 24-25 Februari 2020.
Kemudian, disebutkan BR akan mengirim surat kepada HA atau Hatta Ali yang adalah pejabat MA sebagai tindak lanjut surat dari pengacara tentang permohonan fatwa MA. Direncanakan, HA atau Hatta Ali menjawab surat BR yang kemudian ditindaklanjuti dengan penerbitan instruksi oleh BR kepada bawahannya untuk melaksanakan fatwa MA yang direncanakan dilakukan pada 16 Maret sampai 26 Maret 2020. Di dalam action plan tersebut terungkap nama berinisial DK dan IF yang hingga saat ini belum diketahui.
Tidak ada satu pun di dalam action plan itu yang terlaksana. Padahal, Joko Tjandra sudah memberikan uang 500.000 dollar AS atau sekitar Rp 7 miliar sebagai uang muka kepada Pinangki melalui Andi Irfan Jaya.
Akan tetapi, menurut jaksa, tidak ada satu pun di dalam action plan itu yang terlaksana. Padahal, Joko Tjandra sudah memberikan uang 500.000 dollar AS atau sekitar Rp 7 miliar sebagai uang muka kepada Pinangki melalui Andi Irfan Jaya.
”Sehingga Joko Tjandra pada Desember 2019 membatalkan action plan dengan cara memberikan catatan dengan tulisan tangan ’NO’,” jelas jaksa yang membacakan surat dakwaan secara bergantian.
Dari uang 500.000 dollar AS, Pinangki memberikan 50.000 dollar AS kepada Anita. Kemudian, 450.000 dollar AS digunakan Pinangki untuk berbagai keperluan, seperti membeli mobil, membayar dokter kecantikan di Amerika Serikat, membayar sewa dua unit apartemen, serta membayar kartu kredit.
Pinangki didakwa pasal berlapis, yakni Pasal 5 Ayat 2 jo Pasal 5 Ayat 1 Huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 11 UU yang sama. Kedua, Pinangki didakwa Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Ketiga, Pinangki juga didakwa Pasal 15 jo Pasal 5 Ayat 1 Huruf a UU No 31/1999 dan Pasal 15 jo Pasal 13 UU yang sama.
Atas dakwaan tersebut, Pinangki menyatakan dirinya mengerti dan akan mengajukan eksepsi melalui penasihat hukumnya. ”Terdakwa akan mengajukan eksepsi dan mohon waktu satu minggu untuk mengajukan keberatan,” kata tim penasihat hukum Pinangki.
Majelis hakim kemudian memutuskan menunda sidang selama satu minggu atau akan melanjutkannya pada 30 September 2020. Agenda sidang mendatang adalah mendengarkan keberatan terdakwa dan penasihat hukumnya.