Kebakaran Kejagung akibat Puntung Rokok, 8 Orang Jadi Tersangka
Penyidik Bareskrim Polri menetapkan 8 tersangka dalam kasus kebakaran gedung utama Kejaksaan Agung. Penyidik menyimpulkan, kebakaran disebabkan kelalaian. Kebakaran diduga berasal dari bara api puntung rokok.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bara api dari puntung rokok yang dibuang sembarangan dan adanya cairan pembersih lantai yang mengandung bahan mudah terbakar disimpulkan menjadi penyebab gedung utama Kejaksaan Agung terbakar. Penyidik pada Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri menetapkan delapan tersangka dengan sangkaan kebakaran akibat kelalaian.
”Kami menetapkan delapan tersangka dalam kasus kebakaran ini karena kealpaannya menyebabkan kebakaran ini. Maka dikenakan Pasal 188 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dengan ancaman penjara 5 tahun,” kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono, dalam konferensi pers, Jumat (23/10/2020), di Bareskrim Polri, Jakarta.
Kedelapan orang yang ditetapkan sebagai tersangka ialah T, H, S, dan K yang berprofesi tukang. Kemudian IS yang merupakan tukang wallpaper (kertas dinding) dan UAM, mandor para tukang tersebut.
Dua tersangka lainnya adalah R, Direktur PT ARN, sebagai penyedia bahan pembersih lantai, serta NH dari bagian sarana dan prasarana Kejaksaan Agung yang berperan sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk penyediaan bahan pembersih lantai.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Pol) Ferdy Sambo mengatakan, di awal penyidikan, pihaknya menyiapkan sangkaan Pasal 187 dan 188 KUHP karena terdapat dua kemungkinan, yakni kebakaran akibat kesengajaan atau dibakar dan akibat dari kelalaian. Dari penyelidikan dan penyidikan yang telah berjalan 63 hari, ditemukan fakta bahwa yang terjadi adalah kebakaran akibat kelalaian.
Dari keterangan ahli, kebakaran bisa disebabkan dari bara api atau dari penyulutan api. Dengan bantuan ahli melalui pemanfaatan citra satelit, penyidik menyimpulkan bahwa titik awal api berasal dari aula biro kepegawaian di lantai 6, bukan dari berbagai titik sebagaimana spekulasi yang beredar selama ini.
Dari 131 orang yang diminta keterangan, terdapat 64 orang yang dijadikan saksi. Dari ke-64 orang itu, terdapat lima tukang yang pada saat itu melakukan sebuah pekerjaan di lantai 6 biro kepegawaian.
”Ternyata mereka juga melakukan tindakan atau kegiatan yang seharusnya tidak boleh dilakukan, yaitu merokok di ruangan tempat mereka bekerja. Padahal, pekerjaan-pekerjaan tersebut memiliki bahan-bahan yang mudah terbakar, seperti tinerdan lem aibon, serta bahan-bahan mudah terbakar lainnya,” kata Sambo.
Sambo mengatakan, bara api dari puntung rokok bisa menyebabkan kebakaran. Hal itu dijelaskan dari saksi ahli yang telah dua kali melakukan percobaan di laboratorium. Terlebih, di lantai 6 terdapat bahan-bahan yang menyebabkan api mudah tersulut.
Terkait dengan api yang menjalar ke seluruh gedung, hal itu disebabkan adanya minyak lobi atau cairan pembersih lantai yang biasa digunakan di setiap lantai di gedung itu untuk melakukan pembersihan. Pusat Laboratorium Forensik Polri menemukan fraksi solar yang berasal dari cairan pembersih lantai.
Kepala Puslabfor Polri Brigjen (Pol) Ahmad Haydar mengatakan, terdapat tujuh titik abu arang yang mengandung senyawa hidrokarbon fraksi solar. Dari uji laboratorium terhadap botol berisi cairan pembersih lantai yang masih tersimpan utuh di gudang ditemukan bahwa kandungan cairan itu adalah pewangi, bensin, dan solar.
Jika digunakan untuk membersihkan lantai, senyawa pewangi dan bensin akan menguap, sementara senyawa hidrokarbon dari fraksi solar tetap ada. Kemudian bekas penjalaran api juga tampak jelas berawal dari lantai 6.
Terkait dengan keberadaan para tukang, dalam pengerjaannya mereka menaruh kertas dinding, karpet, kertas, lem, dan tiner di satu tempat. Sementara seluruh pekerja ini adalah perokok.
”Kami menyimpulkan bahwa di lokasi lantai 6 biro kepegawaian merupakan sumber api pertama terbakar dan ini terbakar dari bara api. Memang dari CCTV sangat minim karena rata-rata sudah terbakar. Di sini ada faktor kelalaian dan belum kami temukan faktor kesengajaan,” kata Ahmad.
Menurut Sambo, seorang mandor ditetapkan sebagai tersangka karena tidak hadir mengawasi kelima tukang yang juga ditetapkan sebagai tersangka. Sementara mereka melakukan pekerjaan di lantai 6 itu bukan merupakan pekerjaan resmi dari institusi Kejagung, melainkan dipekerjakan seorang staf dari salah satu biro Kejagung.
Kelima tukang beserta mandor ditetapkan sebagai tersangka karena kelalaian mereka meski pada saat kejadian si mandor tidak berada di sana. Direktur perusahaan penyedia beserta PPK dari Kejagung juga ditetapkan sebagai tersangka karena mereka yang menandatangani perjanjian kerja sama untuk menggunakan cairan pembersih lantai yang mengandung fraksi solar.
Ahli dari Kementerian Kesehatan yang diminta keterangan oleh penyidik mengatakan, bahan mudah terbakar seharusnya tidak boleh digunakan untuk pembersih. Adapun pengadaan cairan pembersih yang digunakan di Kejagung itu sudah berjalan dua tahun.
Sambo mengatakan, saat ini penyidik belum menahan para tersangka. Namun, penyidik akan segera memanggil mereka dan menyiapkan berkas perkara agar segera dilimpahkan kepada jaksa penuntut umum.
Terkait dengan isu adanya seorang petugas kebersihan (cleaning service) yang memiliki rekening dengan uang yang cukup besar, kata Sambo, penyidik telah mendalami dan membuka rekening tersebut. Namun, dari penyidikan tidak ditemukan hal mencurigakan karena uang itu berasal dari proses yang panjang.
Direktur Tindak Pidana Terhadap Keamanan Negara dan Tindak Pidana Umum Lainnya Kejaksaan Agung Yudi Handono mengatakan, penetapan tersangka adalah kewenangan penyidik. Pihaknya akan mempelajari berkas perkara yang nanti akan dilimpahkan penyidik kepada jaksa penuntut umum.
”Pimpinan ingin meminimalisasi agar berkas tidak bolak-balik. Kami berharap setelah berkas tahap pertama, jika ada kekurangan, bisa segera kita selesaikan,” kata Yudi.