Menanti Kejutan Presiden di Rabu Pon
Dalam dua pekan berturut-turut, dua menteri Kabinet Indonesia Maju menjadi tersangka kasus suap dan gratifikasi sehingga ditahan KPK. Kasus hukum yang menjerat Menteri KKP dan Mensos itu jadi momentum rombak kabinet.
Kejutan tampaknya akan terjadi pada perombakan kabinet pasca-penahanan dua menteri yang terlibat dugaan korupsi, mulai dari sejumlah nama yang muncul hingga pilihan waktu yang akan kembali dilakukan Presiden Joko Widodo pada waktu yang tepat.
Dalam dua pekan berturut-turut, dua menteri Kabinet Indonesia Maju ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi sehingga ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi. Kasus hukum yang menjerat Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan Menteri Sosial Juliari P Batubara memperkuat desakan agar Presiden Joko Widodo segera melakukan perombakan kabinet.
Desas-desus akan adanya perombakan kabinet semakin menguat dua pekan belakangan. Bukan hanya karena kekosongan dua kursi menteri sudah berlangsung lebih dari dua pekan, beragam spekulasi juga muncul lantaran pada minggu keempat bulan Desember terdapat hari Rabu (23/12/2020) Pon, weton atau hari lahir Presiden Jokowi.
Selama enam tahun memerintah, sejak periode pertama 2014-2019 dan kini periode kedua 2019-2024, beberapa kali Jokowi mengeluarkan keputusan-keputusan penting pada hari lahirnya itu. Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, weton memang merupakan hari istimewa yang bisa menjadi dasar untuk menentukan hari baik, hari keberuntungan, bahkan hari sial seseorang.
Baca Juga: Kasus Korupsi Jadi Momentum ”Reshuffle”
Susunan Kabinet Indonesia Maju, misalnya, diumumkan dan ditetapkan pada Rabu (23/10/2019) dengan pasaran Legi. Begitu pula tiga kali perombakan kabinet pada periode pertama pemerintahan Jokowi bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla dilakukan pada hari Rabu. Perombakan pertama dilakukan pada 12 Agustus 2015 bertepatan dengan hari Rabu Pon, kedua pada 27 Juli 2016 yang juga bertepatan dengan hari Rabu Pon, dan perombakan ketiga pada hari Rabu Pahing, 17 Januari 2018. Hanya perombakan kabinet keempat yang dilakukan pada hari Jumat, 15 Agustus 2018.
Sejak periode pertama 2014-2019 dan kini periode kedua 2019-2024, beberapa kali Jokowi mengeluarkan keputusan-keputusan penting pada hari lahirnya itu. Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, weton memang merupakan hari istimewa yang bisa menjadi dasar untuk menentukan hari baik, hari keberuntungan, bahkan hari sial seseorang.
Beredar pula informasi bahwa perombakan kali ini tak hanya dilakukan untuk mengisi kekosongan dua kursi menteri yang tersandung korupsi, tetapi juga untuk mengevaluasi kabinet secara menyeluruh. Sejumlah nama pun beredar, disebut-sebut akan mengisi kursi anggota Kabinet Indonesia Maju, di antaranya Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini; Sandiaga Uno, petinggi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang juga rival Jokowi dalam Pemilihan Umum Presiden 2019; dan Sakti Wahyu Trenggono, yang kini Wakil Menteri Pertahanan.
Terlepas dari desas-desus itu, banyak kalangan yang berpandangan bahwa penangkapan dua menteri semestinya jadi momentum yang tepat bagi Presiden untuk mengevaluasi secara menyeluruh kabinet.
”Ini jadi momentum baik bagi Presiden mengevaluasi secara kritis seluruh menteri di kabinetnya,” kata politikus Partai Keadilan Sejahtera, M Nasir Djamil, dalam bincang-bincang Satu Meja the Forum yang dipandu wartawan senior Kompas, Budiman Tanuredjo, Rabu (16/12/2020) malam.
Bincang-bincang dengan tema ”Kursi Kosong Menteri untuk Siapa?” yang disiarkan Kompas TV itu juga menghadirkan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Andreas Hugo Pareira, dan Direktur Eksekutif Indobarometer M Qodari sebagai narasumber.
Nasir menduga, sebenarnya Presiden sudah punya pertimbangan kuat untuk mengevaluasi kabinetnya. Besar kemungkinan perombakan tak hanya dilakukan untuk mengisi kekosongan kursi Menteri KKP dan Mensos, tetapi juga membongkar pasang anggota kabinetnya.
Perubahan pos
Dorongan untuk mengevaluasi kabinet tak hanya datang dari politikus partai nonpemerintah, tetapi juga dari kader parpol pendukung Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin. ”Di samping dua pos yang harus diisi, mungkin juga perlu ada perubahan-perubahan menyangkut pos lain untuk lebih mengefektifkan pemerintahan ke depan,” kata Andreas.
Evaluasi menyeluruh kemungkinan akan dilakukan mengingat selama ini Presiden beberapa kali menyampaikan peringatan yang relatif keras kepada jajaran kabinetnya. Peringatan keras salah satunya disampaikan terkait penyerapan anggaran kementerian yang relatif lambat. Para menteri diminta lebih akseleratif merealisasikan anggaran dan program.
Karena itu, menurut Andreas, perombakan kabinet akan lebih tepat dilakukan pada awal 2021. ”Momentum awal tahun ini tepat karena menteri baru yang ditetapkan bisa mulai bekerja di awal tahun dengan APBN tahun anggaran baru. Dengan demikian, menteri bisa mengikuti perjalanan penggunaan anggaran di tahun anggaran berjalan,” ujarnya.
Parpol ataukah profesional?
Mau tidak mau, suka tidak suka, perombakan kabinet saat ini tentu menjadi keniscayaan. Ini karena dua kursi menteri yang kosong, dan kebetulan kader partai, harus segera diisi.
Momentum awal tahun ini tepat karena menteri baru yang ditetapkan bisa mulai bekerja di awal tahun dengan APBN tahun anggaran baru. Dengan demikian, menteri bisa mengikuti perjalanan penggunaan anggaran di tahun anggaran berjalan.
Jika sampai saat ini Presiden Jokowi belum memutuskan pengganti Edhy dan Juliari, bisa jadi karena memang tak mudah mencari pengganti menteri dari parpol. Apalagi, baik Edhy maupun Juliari merupakan orang dekat pimpinan parpol, yakni Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
Usulan parpol
Hal itulah, yang menurut Qodari, membuat Presiden belum juga mengisi dua kursi menteri yang kosong. ”Pak Jokowi, sepertinya, memberikan kesempatan kepada Pak Prabowo dan Bu Mega memberikan usulan penggantinya,” katanya.
Namun, Prabowo dan Megawati ditengarai belum mengajukan nama karena masih memerlukan waktu untuk menghilangkan rasa terkejut saat orang kepercayaan mereka justru tersandung kasus hukum. Selain itu, mereka juga masih kesulitan mencari sosok pengganti.
Keputusan Jokowi tak terburu-buru mengisi kursi menteri yang kosong pun tak ayal menimbulkan banyak tanya, apakah jabatan menteri itu kembali diberikan kepada parpol atau profesional. Qodari memaparkan, sejak Reformasi 1998, setidaknya terdapat dua pertimbangan Presiden dalam pemilihan anggota kabinet, yakni kemampuan dan konstelasi atau dukungan politik.
Dua kursi menteri yang ditinggalkan merupakan ”jatah” PDI-P dan Partai Gerindra. Karena itu, menurut Burhanudin, Presiden pun tak akan sembarangan menetapkan pengganti karena alokasinya sudah jelas untuk parpol. Kendati perombakan kabinet merupakan hak prerogatif, Presiden tetap akan menunggu usulan nama dari pimpinan parpol.
Seharusnya yang mengisi kabinet itu all the president’s men, loyalis yang memahami visi-misi presiden. Orang-orang yang bisa mengeksekusi program-program pemerintahan.
Meski begitu, menurut Andreas, dalam pengisian kabinet semestinya loyalitas dan kemampuan menerjemahkan visi-misi presiden menjadi pertimbangan. ”Seharusnya yang mengisi kabinet itu all the president’s men, loyalis yang memahami visi-misi presiden. Orang-orang yang bisa mengeksekusi program-program pemerintahan,” tuturnya.
Baca Juga: Publik Nantikan Perbaikan Kinerja Kabinet
Loyalitas dan kemampuan menerjemahkan visi-misi presiden ini penting mengingat periode jabatan masih empat tahun lagi. Selain itu, tantangan yang dihadapi pemerintah juga relatif berat, yakni mengendalikan pandemi Covid-19 sekaligus memulihkan perekonomian nasional.
Siapa pun berhak berspekulasi, bahkan menggantungkan harapan pengisian kabinet tak sekadar bagi-bagi kue kekuasaan. Semua elemen bangsa juga berhak berharap mendapatkan menteri yang cakap, yang bisa membantu presiden membawa Indonesia keluar dari berbagai persoalan. Namun, sekali lagi, penyusunan kabinet merupakan hak prerogatif Presiden. Kini yang bisa dilakukan rakyat hanyalah menanti kejutan Presiden pada Rabu Pon.