Eks Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto resmi ditahan oleh KPK, Rabu ini. Sebelumnya, Ardian telah ditetapkan tersangka kasus dugaan suap pengurusan dana PEN.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proses pengajuan dana pinjaman pemulihan ekonomi nasional atau PEN untuk daerah yang tidak transparan justru membuka ruang korupsi. Hal ini terbukti dengan ditahannya bekas pejabat tinggi di Kementerian Dalam Negeri oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Agar kasus ini tak berulang, KPK meminta agar proses pengajuan dana PEN dibuat secara lebih transparan.
Bekas Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto resmi ditahan KPK, Rabu (2/2/2022). Sebelumnya, Ardian telah ditetapkan tersangka kasus dugaan suap pengurusan dana PEN untuk Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara (Sultra), 2021.
Ardian ditengarai menyetujui pinjaman dana PEN untuk Kolaka Timur setelah Bupati nonaktif Kolaka Timur, Andi Merya Nur, mengamini permintaan kompensasi sebesar 3 persen nilai pinjaman bagi Ardian.
Kompensasi tersebut kemudian diberikan secara bertahap kepada Ardian, yakni saat dikeluarkannya pertimbangan dari Kemendagri (satu persen), saat keluarnya penilaian awal dari Kementerian Keuangan (satu persen), dan saat ditandatanganinya perjanjian antara PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dan Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur (satu persen).
Kompensasi tersebut kemudian diberikan secara bertahap kepada Ardian, yakni saat dikeluarkannya pertimbangan dari Kemendagri (satu persen), saat keluarnya penilaian awal dari Kementerian Keuangan (satu persen), dan saat ditandatanganinya perjanjian antara PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dengan Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur (satu persen).
Ardian dan Andi dipertemukan pejabat di Muna, Sultra, Laode M Syukur Akbar. Dalam perkembangan penanganan perkara, KPK mendapati Andi Merya juga meminta bantuan kepada seseorang yang telah mengenal Ardian, L M Rusdianto Emba, agar mendapat pinjaman dana PEN bagi Kolaka Timur.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, sebetulnya KPK melalui Kedeputian Pencegahan dan Monitoring sudah berkali-kali mengingatkan tentang pentingnya transparansi dalam pengelolaan dana pinjaman PEN untuk daerah. Dana pinjaman ini rawan dikorupsi karena alokasi anggaran serta informasi terkait pinjaman tidak dibuka secara transparan.
”Kalau semua serba tidak transparan akhirnya akan membuka ruang bagi para pihak untuk negosiasi,” ujar Alex.
Alex menyampaikan, KPK akan berkoordinasi dengan PT SMI dan Kemendagri agar kasus ini tak terulang kembali. KPK akan meminta proses pengajuan dana pinjaman PEN untuk daerah dibuat lebih transparan. Persyaratan untuk mendapatkan pinjaman PT SMI, serta berapa jumlah daerah yang boleh mendapat pinjaman tersebut, perlu diinformasikan secara terbuka.
”Tentu daerah yang memiliki kemampuan keuangan yang lebih tinggi, mereka bisa mendapatkan pinjaman lebih tinggi. Tentu syarat-syarat itu pasti akan disampaikan oleh PT SMI sendiri, berapa yang bersangkutan mendapatkan pinjaman. Nah, ini upaya-upaya yang kami lakukan di KPK untuk mengindari agar kejadian seperti ini tidak berulang,” ucap Alex.
Menyurati Menteri Keuangan
Sementara itu, Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendagri Tumpak Haposan Simanjuntak menyampaikan, pimpinan dan jajaran Kemendagri sangat menghormati proses hukum yang sedang berjalan di KPK, terutama berkaitan dengan kasus Ardian. Menurut dia, kasus ini merupakan kasus individual yang di luar pengawasan Irjen Kemendagri.
”Ini merupakan keprihatinan bagi kami meskipun ini merupakan kasus individual, karena ini juga sekaligus input bagi jajaran Kemendagri untuk lebih memperkuat mitigasi ke depan,” kata Tumpak.
Jadi, mudah-mudahan dengan adanya kejadian ini, pencegahan korupsi, khususnya di lingkungan Kemendagri, akan bisa semakin baik lagi kami lakukan ke depan.
Ia menegaskan, sebenarnya di setiap rapat pimpinan antara Mendagri dan pejabat di Kemendagri, Mendagri selalu meminta agar jajarannya senantiasa berhati-hati dan cermat dalam pelaksanaan kegiatan sehari-hari. Ini bertujuan agar kegiatan-kegiatan tersebut terhindar dari potensi tindak pidana korupsi.
Selanjutnya, berkaca dari kasus ini, Kemendagri akan memperkuat strategi pencegahan korupsi ke depan, baik itu bersama KPK maupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). “Jadi, mudah-mudahan dengan adanya kejadian ini, pencegahan korupsi, khususnya di lingkungan Kemendagri, akan bisa semakin baik lagi kami lakukan ke depan,” katanya.
Untuk menghindari kasus serupa terulang kembali, Tumpak mengaku pihaknya telah mengevaluasi kembali urgensi pertimbangan dari Kemendagri, khusus terkait dengan pinjaman dana PEN untuk daerah ini. Berdasarkan mitigasi atas potensi-potensi risiko yang dinilai dari setiap tahapan, disimpulkan bahwa Kemendagri tidak perlu memberikan pertimbangan pengajuan dana PEN karena PT SMI sudah melakukan hal tersebut.
Terkait hal ini, Mendagri telah menyurati Menteri Keuangan agar tidak perlu lagi dilibatkan dalam memberikan pertimbangan yang praktis sebenarnya hanya diberikan waktu tiga hari. Dalam waktu yang singkat itu, Kemendagri menyadari, tidak mungkin bisa melakukan kalkulasi dari berbagai aspek secara kompehensif.
”Oleh karena itu, diputuskan, dikirimkan surat dari Mendagri ke Menteri Keuangan agar tidak lagi ikut memberikan pertimbangan ini,” ucap Tumpak.
Dalam kesempatan terpisah, Ardian enggan mengomentari kasus yang melibatkan dirinya saat ditanya wartawan,. Ia hanya menegaskan bahwa dirinya akan menghormati setiap proses hukum yang ada.