Kejaksaan Periksa Susi Pudjiastuti Terkait Perkara Impor Garam Industri
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti membatasi kuota garam sebesar 1,8 juta ton. Namun, Kementerian Perindustrian justru menetapkan kuota impor garam sebesar 3,7 juta ton.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Agung memeriksa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sebagai saksi dalam perkara dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas impor garam industri pada 2016 sampai 2022. Dalam perkara ini, impor garam diduga melebihi kuota yang ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana menjelaskan, pemeriksaan terhadap Susi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas impor garam industri pada 2016 sampai 2022.
Susi diperiksa selama tiga jam dengan 43 pertanyaan. Ia diperiksa dalam kapasitasnya selaku mantan Menteri Kelautan dan Perikanan 2014-2019. Sebab, Susi memiliki kewenangan untuk mengeluarkan rekomendasi dan penentuan alokasi kuota impor garam.
”Berdasarkan hasil kajian teknis Kementerian Kelautan dan Perikanan, saksi (Susi) mengeluarkan kuota garam sebesar kurang lebih 1,8 juta ton dengan salah satu pertimbangan dalam pemberian dan pembatasan impor tersebut adalah menjaga kecukupan garam industri dan menjaga nilai jual garam lokal,” kata Ketut.
Namun, kata Ketut, rekomendasi yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak diindahkan oleh Kementerian Perindustrian yang justru menetapkan kuota impor garam sebesar 3,7 juta ton. Hal itu berdampak terjadi kelebihan suplai dan masuknya garam impor ke pasar garam konsumsi yang menyebabkan nilai jual harga garam lokal mengalami penurunan atau anjlok.
”Diduga dalam menentukan kuota impor yang berlebihan dan tanpa memperhatikan kebutuhan riil garam industri nasional tersebut, terdapat unsur kesengajaan yang dilakukan oleh oknum untuk mendapatkan keuntungan pribadi,” kata Ketut.
Perkara ini masih pada tahap penyidikan umum untuk mencari alat bukti guna menentukan siapa yang bertanggung jawab secara hukum. Kejaksaan telah memeriksa saksi sebanyak 57 orang.
Kejaksaan juga telah melakukan penggeledahan di beberapa tempat, yakni Jakarta, Jawa Timur (Surabaya, Gresik, Sidoarjo, dan Pamekasan), serta Jawa Barat (Cirebon, Bandung, dan Sukabumi). Mereka menyita dokumen, barang bukti elektronik, dan sampel garam impor.
Seusai diperiksa, Susi mengatakan, ia memenuhi panggilan kejaksaan karena dibutuhkan sebagai saksi. Ia dimintai keterangan karena mengerti cara garam diproduksi oleh petani dan mengerti tata niaga regulasi.
Melalui pemeriksaan ini, Susi ingin menjernihkan persoalan yang ada seperti apa yang diketahuinya saat menjadi menteri kelautan dan perikanan. Ia menjelaskan, persoalan di Kementerian Kelautan dan Perikanan adalah tentang perlindungan para petani garam yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016.
”Kita wajib melindungi para petani garam dengan harga yang stabil dan baik. Para petani berproduksi lebih baik, lebih banyak, dengan harga yang tentu terjamin di atas harga produksinya. Dan itu adalah kepentingan saya, kepentingan negara, kepentingan bangsa ini,” kata Susi.
Ia berharap, apabila ada orang yang memanfaatkan tata regulasi niaga dalam perdagangan yang bisa merugikan para petani, ini harus mendapatkan atensi dan hukuman yang setimpal. Sebab, perbuatan merugikan petani berarti mengambil hak petani sebagai warga negara Indonesia yang berusaha mendapatkan kesejahteraannya.
”Kalau petani jatuh karena impor berlebihan, kan, juga kasihan para petani. Tentunya sampai hari ini saya ingin tetap ikut serta membantu para petani ini tetap ada dan terjaga keberlanjutan dan kesejahteraannya,” kata Susi.