KPU RI menegaskan tidak pernah memberikan instruksi, apalagi mengintimidasi dan memaksa jajaran KPU daerah untuk meloloskan parpol tertentu.
Oleh
IQBAL BASYARI, Raynard Kristian Bonanio Pardede
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Komisi Pemilihan Umum menepis dugaan kecurangan dalam penyelenggaraan pemilu, khususnya pada tahapan verifikasi faktual partai politik calon peserta Pemilu 2024, seperti dilaporkan kalangan masyarakat sipil pada Dewan Perwakilan Rakyat. Meski demikian, KPU akan menjadikan catatan dari masyarakat sipil itu sebagai bahan perbaikan dalam penyelenggaraan pemilu ke depan.
KPU telah menetapkan 18 partai politik (parpol) nasional sebagai peserta Pemilu 2024. Namun, masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih menduga ada manipulasi dalam tahapan verifikasi dan penetapan parpol peserta Pemilu 2024. KPU RI disebut telah memaksa dan mengintimidasi KPU daerah agar meloloskan parpol tertentu dalam tahapan verifikasi faktual.
Ketua KPU Hasyim Asy’ari membantah tudingan itu. Ia mengaku tidak pernah memberikan instruksi, apalagi mengintimidasi dan memaksa jajaran KPU daerah untuk meloloskan parpol tertentu. Arahan dan perintah yang diberikan tidak dalam konteks melanggar aturan yang berlaku. ”Ada yang tanya soal intimidasi, paksaan, saya kira tidak ada, karena teman-teman KPU provinsi dan kabupaten/kota itu bagian dari keluarga besar KPU,” ujarnya, di Jakarta, Jumat (13/1/2023).
Dijelaskan, instruksi kepada KPU daerah berkaitan dengan kepatuhan terhadap prosedur standar operasi dalam menjalankan tahapan pemilu. Sebagai lembaga yang bersifat nasional dan hierarkis, KPU mesti bertindak, bersikap, dan memperlakukan semua parpol setara. Oleh karena itu, perlakuan terhadap parpol di satu daerah harus sama dengan di daerah lain. ”Jurusnya harus sama dari pusat sampai daerah,” tutur Hasyim.
Sebelumnya, pada Rabu lalu, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih mengadukan temuan kecurangan penyelenggaraan pemilu kepada Komisi II DPR. Mereka menyerahkan sejumlah data dan fakta yang mengindikasikan adanya kecurangan dalam tahapan verifikasi faktual.
Terkait laporan itu, Hasyim menilai bahwa langkah masyarakat sipil melaporkan temuan mereka pada Komisi II DPR sudah tepat. Sebab, Komisi II merupakan alat kelengkapan DPR yang salah satu tugasnya adalah mengawasi politik dalam negeri, termasuk penyelenggaraan pemilu.
Informasi-informasi dari koalisi masyarakat sipil menjadi satu catatan-catatan penting bagi kami untuk melakukan evaluasi perbaikan ke depan supaya hal-hal yang dikhawatirkan tidak terjadi
Laporan masyarakat yang disampaikan kepada DPR itu akan menjadi catatan penting bagi KPU untuk memperbaiki penyelenggaraan pemilu ke depan. ”Informasi-informasi dari koalisi masyarakat sipil menjadi satu catatan-catatan penting bagi kami untuk melakukan evaluasi perbaikan ke depan supaya hal-hal yang dikhawatirkan tidak terjadi,” kata Hasyim.
Empat bukti
Direktur Eksekutif Netgrit Hadar Nafis Gumay mengungkapkan, ada empat bukti yang diberikan oleh masyarakat sipil kepada Komisi II DPR. Pertama, data hasil verifikasi keanggotaan parpol yang diubah dari awalnya tidak memenuhi syarat (TMS) menjadi memenuhi syarat (MS). Selanjutnya, bukti percakapan antara Hasyim dan salah seorang anggota KPU provinsi mengenai data verifikasi faktual Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora) yang MS dan belum memenuhi syarat (BMS). Di akhir perbincangan tersebut, ada kalimat ”Mohon dibantu”.
Bukti ketiga adalah percakapan di antara sesama anggota KPU daerah yang menyampaikan telah dihubungi oleh salah seorang anggota KPU RI. Adapun bukti keempat adalah rekaman peristiwa di KPU Sulawesi Utara yang menunjukkan ada instruksi dari KPU RI.
Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah membantah tudingan koalisi masyarakat sipil tentang adanya perintah untuk meloloskan Gelora dalam verifikasi faktual parpol. Ia bahkan menilai ada upaya terstruktur, sistematis, dan masif yang dilakukan oleh koalisi masyarakat sipil agar Gelora tidak bisa mengikuti Pemilu 2024.
Manajer Pemantauan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Aji Pangestu mengatakan, akan lebih baik jika temuan itu juga dilaporkan ke Bawaslu agar dugaan pelanggaran bisa dibuktikan secara hukum. Sebab, meminta Komisi II DPR untuk menangani dugaan kecurangan pemilu justru dikhawatirkan dapat menimbulkan konflik kepentingan. Ini karena anggota Komisi II DPR merupakan kader parpol yang merupakan peserta pemilu.
Jaga suasana damai
Satu tahun jelang pemungutan suara pemilu serentak 2024, suasana politik diperkirakan mulai memanas. Oleh karena itu Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta para ulama dan kiai berperan mendamaikan suasana dan bukan memperpanas keadaan.
”Ulama di mana pun adanya, di partai mana pun adanya, tetap dia menjaga keutuhan bangsa dan negara, jangan menjadi kompor yang kemudian justru membelah bangsa ini menjadi bangsa yang bermusuhan,” katanya saat berpidato dalam Ijtima Ulama Nusantara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jumat.
Perdebatan politik diharapkan tidak sampai membawa pada permusuhan antarkelompok. Jangan sampai pula penyelenggaraan pemilu merusak keutuhan bangsa. ”Berdebatlah dengan cara yang baik,” ujar mantan Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu.
Selain itu, Wapres juga mengharapkan para ulama bisa berperan menerbitkan fatwa haram untuk praktik politik uang. Dengan demikian, tujuan Pemilu 2024 menghasilkan pemimpin yang memiliki legitimasi kuat dari rakyat bisa tercapai.
Permintaan agar ulama mengeluarkan fatwa haram untuk politik uang juga disampaikan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Menurut dia, politik uang akan membuat masyarakat semakin pragmatis dalam memimpin. Praktik itu juga akan mempersempit ruang gerak kelompok yang tak punya modal finansial besar, seperti santri, untuk maju dalam kompetisi politik.