Mahfud MD: Kemungkinan Ada Main di Balik Putusan PN Jakpus
Putusan PN Jakpus yang perintahkan KPU menunda pemilu akan jadi pernak-pernik yang mewarnai perjalanan kepemiluan di masa depan. Karena itu, pemerintah putuskan pemilu terus berjalan, dan melawan putusan yang salah kamar
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menduga ada permainan di belakang putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas gugatan perdata Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum. Menurut dia, putusan itu salah alamat dan salah dari sudut pandang keilmuan hukum.
Pesan Mahfud itu dibagikan di akun media sosial pribadinya, Sabtu (4/3/2023). Pesan itu disampai saat Mahfud hadir dalam diskusi ”NU Abad Kedua: Ke Mana Hendak Menuju?”, di Jakarta, Jumat (3/3/2023) malam.
Sebelumnya, PN Jakpus mengabulkan gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal. KPU diminta tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024. Pemilu diminta ditunda selama dua tahun empat bulan dan tujuh hari.
Gugatan itu dilayangkan karena Partai Prima merasa dirugikan dalam tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024. Oleh KPU, Prima dinyatakan tidak memenuhi syarat administrasi sehingga gugur sebagai peserta pemilu.
”Ini urusan hukum administrasi kok masuk ke hukum perdata. Ada main mungkin di belakangnya (putusan). Iyalah, pasti ada main,” ujar Mahfud.
Mahfud menjelaskan, putusan majelis hakim PN Jakpus menyalahi ilmu hukum.
Mahfud menjelaskan, putusan majelis hakim PN Jakpus menyalahi ilmu hukum. Jika berkaca pada prinsip kemerdekaan kekuasaan kehakiman, putusan hakim memang tidak bisa diganggu gugat. Hakim juga memiliki independensi dalam memutus perkara yang ditangani. Namun, putusan PN Jakpus yang dijatuhkan oleh majelis hakim yang beranggotakan Tengku Oyong, Bakri, dan Dominggus Silaban itu dinilainya salah dari sudut pandang aturan hukum. Seharusnya hakim bisa diadukan ke dewan disiplin atau dewan kode etik.
”Kalau di profesi kedokteran itu, kalau ilmunya salah, bisa diadukan ke Dewan Disiplin Dokter. Nah, seharusnya ini juga bisa diadukan ke Dewan Kode Etik yang terkait dengan ilmu,” ujarnya.
Baca juga: Perintahkan Penundaan Pemilu, Putusan PN Jakpus Melampaui Kewenangannya
Putusan itu salah secara ilmu hukum karena perkara kepemiluan adalah urusan administrasi negara. Seharusnya perkara diajukan ke pengadilan tata usaha negara. Selain menyalahi ilmu hukum, putusan itu juga melanggar Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan Atau Pejabat Pemerintahan.
”Sudah jelas kalau (perkara) pemilu itu pengadilannya di sana (PTUN), kok dia yang memutus (secara perdata). Sudah ada petunjuk dari MA, kalau ada urusan administrasi masuk, (seharusnya) ditolak,” ucapnya.
Karena putusan itu salah kamar, Mahfud meminta penyelenggara pemilu mengabaikan saja putusan tersebut. Bahkan, jika telah diajukan banding dan KPU dikalahkan, putusan itu tetap tidak bisa dieksekusi karena salah alamat.
Mahfud berpandangan, pernak-pernik seperti itulah yang akan mewarnai perjalanan kepemiluan di masa depan. Oleh karena itu, pemerintah memutuskan tahapan pemilu akan tetap berjalan. Pemerintah juga akan melawan habis-habisan putusan yang menurut dia salah kamar itu.
Dia juga mengaku sudah menelepon KPU untuk melakukan langkah strategis dua perlawanan. KPU bisa menempuh jalur hukum banding. Sementara pemerintah juga akan bersuara bahwa putusan PN Jakpus itu tidak bisa dieksekusi karena salah alamat.
Berhadapan dengan rakyat
Secara terpisah, seusai Senam Cinta Tanah Air (Sicita) yang diadakan oleh DPD Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) di Lapangan Banteng, Jakarta, Sabtu (4/3/2023), Sekretaris Jenderal DPP PDI-P dengan tegas menyatakan, partainya menolak penundaan pemilu. Sebab, konstitusi sudah jelas menyebutkan bahwa pesta demokrasi diadakan setiap lima tahun sekali.
Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri pun, kata Hasto, telah mengingatkan bahwasanya dalam kehidupan tata pemerintahan negara dan tata pemerintahan yang baik harus kokoh dalam konstitusi, undang-undang, serta seluruh peraturan perundangan-undangan. Karena itu, semua pihak tidak boleh diam. Semua harus ikut memperjuangkan agar mekanisme demokrasi lima tahunan dapat dijalankan dengan tepat waktu, yakni 14 Februari 2024.
”Seluruh kader PDI-Perjuangan percaya siapa pun yang ingin menabrak konstitusi dan berupaya menunda pemilu akan mendapat perlawanan dari rakyat Indonesia,” ucap Hasto.
Baca juga: Jaga Stabilitas Politik, KPU dan Parpol Tetap Bekerja Siapkan Pemilu 2024
Hasto menyebut ada kekuatan besar yang mencoba merombak tatanan demokrasi dan hukum di Indonesia. Kekuatan besar itu menggunakan celah hukum. Padahal, di situ bukanlah celah hukum. UU No 7/2017 tentang Pemilu mengajarkan bahwa setiap sengketa yang berkaitan dengan penetapan parpol peserta pemilu hanya bisa dilakukan melalui Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan pengadilan tata usaha negara (PTUN). Sebab, komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah pejabat tata usaha negara.
Namun, menurut Hasto, kekuatan besar yang ditandai dengan putusan PN Jakarta Pusat ini perlu untuk diselidiki. ”Berbagai manuver-manuver dengan kekuatan besar ini harus kita selidiki, dari mana kekuatan itu yang mencoba menggunakan kekuatan hukum sebagai alat. Yang akan merombak seluruh tatanan demokratis yang diamanatkan oleh konstitusi bahwa pemilu harus diadakan setiap lima tahun sekali. Semuanya harus kita hadapi,” ujarnya.
Menurut Hasto, kekuatan besar yang ditandai dengan putusan PN Jakarta Pusat ini perlu untuk diselidiki.
Hasto juga menyampaikan bahwa kekuatan besar di balik putusan itu hanya mereka yang tidak memiliki kekuatan akan kesadaran politik dan menggunakan jalan pintas lewat hukum. Namun, kekuatan besar itu justru dikalahkan oleh kekuatan rakyat.
”Kekuatan yang menolak ternyata lebih besar dibandingkan kekuatan besar itu. Jadi, kekuatan besar, kekuatan mahadahsyat, adalah kekuatan rakyat yang telah disuarakan oleh para pakar hukum, ahli tata negara yang mengatakan bahwa PN Jakarta Pusat tidak memiliki kewenangan,” kata Hasto.
Hasto pun mendukung Komisi Yudisial (KY) untuk memeriksa hakim PN Jakarta Pusat yang memerintahkan KPU untuk menunda Pemilu 2024. Sebab, hakim-hakim itu telah bertindak di luar kewenangannya.
Baca juga: Pemerintah Minta KPU Tetap Laksanakan Pemilu Sesuai Jadwal 14 Februari 2024
Tak punya kewenangan
Ketua Umum Asosiasi Ilmu Politik Indonesia Alfitra Salam menegaskan bahwa PN Jakpus tak memiliki kewenangan hukum untuk menguji produk-produk pejabat tata usaha negara. Yang berwenang memeriksa dan memutus perkara itu adalah PTUN. Putusan yang dikeluarkan PN Jakpus juga merupakan putusan yang menyimpang karena di luar aturan UU No 7/2017 tentang Pemilu. UU Pemilu menegaskan bahwa ujung dari penanganan sengketa proses pemilu menjadi kewenangan Bawaslu dan PTUN.
Asosiasi menilai, putusan itu aneh dan hanya membuat kegaduhan di publik. Oleh karena itu, kepada pers dan publik untuk mengawal upaya KPU melawan putusan tersebut. AIPI juga akan terus mendukung pemerintah untuk melaksanakan amanat konstitusi di pasal 22e ayat 1 bahwa penyelenggaraan pemilu setiap lima tahun sekali. Itu juga dipertegas dalam Pasal 167 Ayat 1 UU Pemilu.
”AIPI juga mengajak publik dan media untuk bersama-sama menelusuri kompetensi tiga sosok hakim PN Jakpus, yaitu Tengku Oyong sebagai ketua, Bakri, dan Dominggus Silaban. Mereka jelas-jelas tidak berwenang menguji sengketa administrasi pemilu, tetapi membuat putusan yang menimbulkan kegaduhan di publik,” ujar Alfitra melalui keterangan tertulis.