Presiden menyatakan perppu untuk mempercepat Pilkada 2024 masih tahap kajian di Kemendagri. Pengamat pun menilai tak ada kegentingan memaksa untuk terbitkan perppu. Jika diterbitkan, motif politik justru akan mengemuka.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menyatakan tidak tahu menahu tentang rencana penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu tentang Pilkada 2024. Presiden bahkan mempertanyakan tentang urgensi atau alasan dari hadirnya perppu tersebut. Rencana tentang perppu untuk mempercepat pilkada tersebut diperkirakan juga masih pada tahapan kajian di Kementerian Dalam Negeri.
”Belum sampai ke situ, kok, saya. Urgensinya apa? Alasannya apa? Semuanya perlu dipertimbangkan secara mendalam. Saya kira semua itu masih kajian di Kemendagri dan saya belum tahu mengenai itu,” ujar Presiden Jokowi menjawab pertanyaan tentang rencana penerbitan Perppu Pilkada seusai Peresmian Pembukaan Rapat Kerja Nasional XVIII Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Tahun 2023 di Indonesia Convention Exhibition, Tangerang, Kamis (31/8/2023).
Presiden bahkan mempertanyakan tentang urgensi atau alasan dari hadirnya perppu tersebut.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota mengatur, Pilkada 2024 digelar pada November 2024. Pada awal 2022, pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan penyelenggara pemilu sepakat pemungutan suara Pilkada 2024 dilaksanakan pada 27 November 2024.
Namun, belakangan, pemerintah dikabarkan merencanakan untuk menerbitkan perppu pilkada yang salah satunya memuat perubahan jadwal hari pemungutan suara Pilkada 2024. Jadwal pilkada yang telah disepakati pada 27 November 2024 diusulkan maju dua bulan dan diselenggarakan dalam dua tahap, yakni pada 7 September dan 24 September 2024. Menurut rencana, Perppu Pilkada akan diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo pada September 2023.
Tidak ada kegentingan memaksa
Ketika dimintai tanggapannya, ahli hukum tata negara dari Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari, menyebut tidak ada kegentingan memaksa sehingga Presiden harus menerbitkan perppu.
”Saya rasa tidak terdapat satu pun alasan yang dapat membenarkan telah terpenuhinya unsur hal ihwal kegentingan memaksa sebagai syarat diterbitkannya perppu,” ucapnya.
Motif politik justru akan mengemuka jika Presiden tetap menerbitkan Perppu tentang Pilkada 2024. ”Bagi saya, perppu hanya akan memperkuat motif politik yang akan dikait-kaitkan dengan kepentingan Istana,” tambah Feri.
Motif politik justru akan mengemuka jika Presiden tetap menerbitkan Perppu tentang Pilkada 2024.
Seperti diberitakan Kompas pada Kamis (31/8/2023), fraksi-fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat juga belum satu suara menanggapi rencana pemerintah menerbitkan Perppu tentang Pilkada 2024. Apalagi, pembahasan resmi rencana perppu belum pernah dilakukan secara resmi oleh pemerintah bersama DPR. Akhirnya, suara dan sikap DPR pun terbelah tiga. Tiga fraksi setuju, dua fraksi menolak, dan empat fraksi belum menentukan sikap.
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, dan Fraksi Partai Golkar setuju dengan rencana pemerintah menerbitkan Perppu tentang Pilkada Serentak 2024. Sementara itu, Fraksi Partai Gerindra dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa menolak. Adapun fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Nasdem, Fraksi Partai Demokrat, serta Fraksi Partai Keadilan Sejahtera belum menentukan sikap.